
foto ilustrasi
Agenda lebaran, bukan hanya urusan belanja pakaian dan barang konsumtif lain. Melainkan yang utama, mewujudkan suasana nyaman dan aman dalam selama pelaksanaan silaturahim. Sehingga kewaspadaan tetap diperlukan, termasuk mengamankan rumah yang ditinggalkan. Juga perlu seksama memilih jalur lalulintas mudik, agar tidak terjebak kemacetan. Walau telah rutin dijalani setiap tahun selama ratusan tahun, aparat negara tidak boleh lena menjamin keamanan lebaran.
Harapan meraih bahagia berkumpul dengan sanak keluarga, bisa sirna, manakala berubah menjadi musibah. Seperti kata pemeo, “kriminal selalu tak kalah akal.” Dan boleh jadi, kalimat ini merupakan gertakan psikologis yang diajarkan oleh para leluhur bandit. Tapi polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, juga memiliki jargon (prasetya). Yakni, Sidik Sakti. Sejak beberapa tahun, tugas Kepolisian memperoleh support dari TNI dan Satpol PP di seluruh daerah.
Jargon kinerja inilah yang dipakai oleh jajaran korps Reserse kriminal untuk melawan tindakan kejahatan. Jika kriminal makin banyak akal, maka polisi juga makin sakti mandraguna, bagai cerita fiksi. Kinerja polisi selalu laris dijadikan tema buku cerita di layar lebar (bioskop) maupun layar kaca (serial televisi). Lengkap dengan “bumbu” internal affair, kelakuan menyimpang anggota polisi yang menciderai korps.
Berbagai cerita tentang aparat ketertiban, sebenarnya menunjukkan harapan (besar) masyarakat terhadap tugas kepolisian. Sekaligus pengharapan, bahwa polisi akan memenangi pemberantasan tindak kriminal. Polisi, membawa beban (berat) amanat perlindungan masyarakat. Pembukaan UUD 1945, secara tekstual menyatakan tujuan negara adalah: “…membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan…”
Amanat ini jelas, pemerintah wajib melindungi rakyatnya. Tugas perlindungan rakyat ini, sebagian terbesarnya dibebankan kepada Poliri RI (Polri). Bahkan secara spesifik UUD pasal 30 ayat (4) menyebut “kepolisian negara RI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.”
Maka tidak bisa tidak, Polri wajib selalu mengaktualisasikan diri secara sistemik. Termasuk didalamnya memperbarui berbagai strategi dan teknologi (serta ilmu pengetahuan) penegakan hukum. Selain membangun forum ketertiban masyarakat, juga selalu inovatif, dan reaksi cepat. Misalnya yang di-biasa-kan (sejak 5 tahun silam) di Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Yakni, panggilan darurat dengan menggunakan sambungan cepat alarm (Speed Dial Alarm).
Sambungan darurat, langsung terakses dengen telepon URC (Unit Reaksi Cepat) di kantor polisi. Masyarakat, terutama yang merasa terancam (calon kriminal) hanya perlu menekan tombol angka 1 atau 2 pada telepon rumah maupun ponsel (HP). Lalu dipastikan polisi akan cepat datang. Sehingga setiap potensi kriminal akan cepat dicegah atau ditangani oleh polisi. Walau pelaku kejahatan mengalami eskalasi pendidikan. Semakin banyak akal, banyak alat, dan beragam modus.
Hanya perlu pencet tombol angka 1 atau 2 pada telepon, patut diapresiasi oleh masyarakat. Dan seyogianya cara ini juga di seluruh kantor polisi, setidaknya tingkat Polsek (Polisi Sektor) di setiap kecamatan. Jika diperlukan anggaran, Polisi bisa minta bantuan Pemerintah Daerah (kabupaten dan kota, maupun propinsi). Untuk urusan perlindungan (ketentraman dan keteriban) masyarakat, Pemerintah Daerah juga memiliki tanggungjawab besar. Sehingga bisa dialokasikan dalam APBD.
Melawan tindak kejahatan harus dilakukan bersama seluruh komponen masyarakat, terutama oleh “yang berwenang.” Catatan di kepolisian menunjukkan, bahwa kejahatan oleh kaum terpelajar meningkat. Begitu pula berbagai kejahatan melalui teknologi informasi, serta terorisme dan pencucian uang. Juga kejahatan lintas negara yang berupa perdagangan manusia, menantang reaksi sigap.
——— 000 ———