Jangan Curigai, Bantuan Siswa Terhadap Sekolah di Sidoarjo

M Machmud, Anggota Komisi D

Sidoarjo, Bhirawa
Dewan pendidikan atau komite sekolah/madrasah di Sidoarjo agar mematuhi larangan untuk tidak melakukan pungutan dengan dalih apapun. Namun demikian dengan terbitnya Perda tentang penyelenggaraan pendidikan jangan sampai menghalangi siswa yang berniat patungan membiayai pengadaan fasilitas pendidikan.
Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo, Machmud, Senin (8/1) kemarin, mengingatkan perbedaan bantuan dan pungutan. Bantuan adalah sumbangan yang diberikan secara sukarela, tidak dibatasi waktu dan tidak dengan nominal tertentu, serta tidak ada sanksi. Bantuan ini harus diakomodasi sepanjang tidak ada unsur tekanan dan tidak memaksa. Justru dalam konsep ini siswa yang mampu bisa mensubsidi yang tidak mampu.
Siswa yang tidak mampu jangan diberi target menyumbang, harus dibebaskan. Tapi bagi siswa yang dianggap mampu boleh saja menyumbang. Rambu-rambu harus dijaga, sebab antara bantuan dan pungutan beda tipis. Misalkan siswa patungan membeli komputer sekolah, mereka boleh memberikan bantuan uang sejauh tanpa tekanan. ”Tetapi kalau ada unsur tekanan, itu sama saja dengan pungutan,” terangnya.
Eksekutif dan legislatif telah menerbitkan Perda pendidikan, 6 Desember 2017 yang dalam pasal 53 melarang sekolah memungut yang bersifat perorangan ataupun kolektif, seperti larangan menjual buku, atribut, bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya dan melakukan pengutan yang berifat langsung atau tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.
Adapun guru sekolah untuk tidak mengada-ada dengan mengadakan les atau Bimbel yang disertai biaya. Praktek seperti ini harus dihilangkan, karena itu ia mengajak siswa atau orang tua untuk berani melaporkan tindakan guru yang menjalankan les/Bimbel yang bermotif uang. ”Kami juga siap menerima keluhan orang tua yang merasa dirugikan,” ujarnya.
Namun banyak yang menyangsikan Perda ini akan efektif dijalankan, tindakan pungutan masih marak. Perda penyelenggaraan pendidikan ini hanya menjangkau SD dan SMP saja. ”Larangan yang diatur dalam Perda ini harusnya disertai sanksi, tanpa ada sanksi akan percuma saja. Akan dipandang angin lalu saja,” ujarnya. [hds]

Tags: