Jangan Hukum Guru, Kasihan !

MulyantoOleh :
Mulyanto
Orangtua dan Staf SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya

Nama Maya atau lengkapnya Nurmayani Salam, Guru Biologi SMPN 1 Bantaeng, Sulawesi Selatan terpaksa dikenal masyarakat Indonesia. Sayang, bukan karena prestasinya sebagai guru teladan namanya disebut-sebut, tetapi sebagai guru “penganiaya” siswa anak Polisi pada Agustus 2015 lalu.
Saat ini perempuan berkerudung itu pucat pasi, perangainya tak ceria lagi, juga penyakitnya kambuh karena harus mendekam di balik jeruji besi Rutan Kelas II B Kabupaten Bantaeng. Memang, Persoalan sepele kerap berdampak besar. Kasihan Bu Maya.
Bu Maya katanya hanya mencubit si anak polisi itu. Dia mencubit si anak polisi itu karena ulah bermain air sisa pel mengenai Bu Maya waktu hendak Shalat Dhuha di Mushalla sekolah. Tribunnews.com, Makassar melansir, sejak Kamis (12/5/2016) Bu Maya menjadi tahanan titipan Kejaksaan Negeri Bantaeng di rutan tersebut sambil menunggu kasusnya disidangkan di pengadilan.
Rasanya sekarang memang beda dengan dulu. Sekarang emosi tidak lagi padat, sudah cair dan luberannya liar ke mana-mana. Dulu emosi mampu diredam di dada bertahun-tahun hingga akhirnya luntur dengan sendirinya mengikuti peluh. Saya jadi teringat, Pak Zainal, guru kelas 5 kami di sekolah dasar dusun, daerah ujung Timur Pulau Madura.
Pak Zainal yang memecut kami dengan menjalin di bagian betis masih terkenang jelas. Memar dan benjolan garis merah benar-benar perih kami rasa dulu. Kami memang salah, saya ketuanya. Kapur tulis satu kotak dipotong-potong untuk dijadikan amunisi. Selanjutnya “ditembakkan” pada 5 rekan sejawat saya. Mereka juga giliran menembak saya. Kejadiaannya saat istirahat.
Pak Zainal masuk kelas kapur sudah habis. Tiga hari kemudian Susi, teman sekelas kami diam-diam mengadu bahwa kapur itu dibikin mainan tak berguna oleh segerombolan anak nakal. Pak Zainal naik pitam, kami dijemur di halaman sekolah dengan kaki 1 dan tangan kanan memegang kuping kiri selama sejam, paling. Tidak hanya itu, terakhir betis kami dipecut sampai memar.
Sepulang sekolah, saya mengendap-ngendap kalau bertemu bapak dan ibu. Memar di betis adalah rahasia negara. Kami kompak, tidak ada yang wadul kepada orang tua. Meskipun akhirnya Ibu saya mengetahui juga. Ibu tahu karena melihat sarung tersingkap saat saya tidur. Sehingga rahasia negara, memar di betis ketahuan juga. Tidak menunggu pagi, ibu langsung membangunkan saya dan menginterogasi. Dengan mata meleleh saya bercerita kalau dihukum pak guru.
Tapi apa respon ibu? Wanita terbaik sedunia ini malah balik menyerang memarahi saya penuh sesal. Tampaknya ibu sangat marah pada anaknya yang berperilaku tidak baik itu. Saya atau bahkan kami (pelaku) sampai dikualat-kualati oleh ibu atau orang tua kami. “Ini akibatnya kalau nakal, ulangi lagi kalau mau pahamu yang memar. Karena ibu yang akan menghukummu langsung,” katanya, kesal. Kemudian terhadap Pak Zainal, ibu masih misem manis saat bertemu beliau jika kebetulan berjumpa di pagi hari waktu mengantar kami ke sekolah.
Begitu seharusnya orang tua menurut saya. Mereka harus diberi kepercayaan penuh untuk menggantikan tangan halus kita orang tua dalam meluruskan moral akhlak anak-anak kita. Jangan hantui mereka dengan penjara. Karena sesungguhnya mereka sudah sepenuh hati berbuat untuk meneguhkan dan mencerdaskan otak hati anak-anak kita.
Adab Menjadi Orangtua
Seyogyanya orangtua harus mendidik diri sendiri lebih dulu sebelum mendidik anak. Karena sejatinya orantualah yang akan diduplikat oleh anak dari segi perkataannya maupun perbuatannya. Sehingga orangtua harus bijak menjadi orangtua. Meminjam bahasanya Robert Fulghum, Jangan menghkawatirkan bahwa anak-anak tidak mendengar anda (orangtua), khawatirlah bahwa mereka selalu mengamati anda.
Terkait pendidikan anak, bijak bila orangtua meneladani Luqmanul Hakim mendidik putranya yang dikisahkan dalam al-Quran Surat Luqman ayat 12 sampai 19. Luqman mengajarkan kepada kita untuk mendidik anak agar tidak musyrik. Artinya prioritaskan meneguhkan keimanan dan ketaqwaanya dengan baik. Didik anak agar senantiasa bersyukur atas nikmat dan karunia Allah SWT. Didik agar tidak durhaka kepada kedua orangtua. Didik agar senantiassa bersabar menghadapi cobaan. Didik agar selalu berbuat yang makruf dan mencegak yang munkar. Dan didik agar rendah hati dan tidak sombong.
Memang anak adalah investasi orangtua di masa depan. Kalau orangtua bijak mendidik anak, ia laksana mencipta rumah bagai surga. Namun jika salah mendidik anak, ia berarti menjerembabkan keluarganya ke neraka. Oleh sebab itu, mari bijak menjadi orangtua. Untuk istiqomah mendidik anak sejak bayi. Di mulai dari rumah, orangtua senantiasa menata hati anak untuk bermoral dan berprestasi gemilang di masa mendatang. Kemudian, Islam harus hadir mengisi sanubari keluarga, ajarkan anak baik-buruk, halal-haram, ajari tata krama, sopan santun, ajari yang pantas dan yang tidak, proteksi kegemarannya pada game, HP atau gadget, dan lakukan dengan penuh kasih cinta.
Ayah ibu harus hadir untuk meluruskan ketidakbenaran dengan serius. Orangtua perlu memulai dengan pendidikan keluarga yang berkeadaban. Karena itu orangtua wajib menjadi panutan bagi anak bukan hanya memberi (ceramah) tentang teladan. Orangtua yang alpa dalam pendidikan keluarga, mulailah hadir memberi sentuhan kasih cinta pada anak.
Pihak lain yang juga berperan dalam pendidikan anak adalah sekolah. Lembaga ini harus memberi sentuhan pendidikan agama secara mendalam. Yaitu yang menyentuk sisi nurani dan akal, bukan yang kering makna dan keteladanan. Guru harus menjadi alternatif solusi dalam setiap persoalan perilaku dan pola pikir anak terhadap wawasan moral akhlak dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pihak lain adalah lingkungan agamis yang dapat mendukung tumbuh kembang anak. Orangtua dan anak harus dapat membentengi diri dari lingkungan yang tercemar oleh kemungkaran. Anak sebisa mungkin steril dari kontaminasi kemungkaran yang belakangan ini marak. Misal, miras, narkoba dan pencabulan atau pemerkosaan, pencurian, dan lain sebagainya.
Kasus Bu Maya adalah contoh sikap orangtua tidak bijak. Orangtua yang terlalu memanjakan anak atau terlalu dini mengambilalih kesulitan yang dihadapi anak. Harusnya berbaiksangkalah pada guru yang telah mewakili peran panjenengan (orangtua) untuk meneguhkan aqidah, aklaq, dan menuntun anak menuju masa depan gemilang “Minadzulumati Ilan Nur  (Dari Kegelapan Menuju Cahaya)”. Semoga berguna. Aamiin.

                                                                                       ——————- *** ——————–

Rate this article!
Tags: