Jangan Mematikan Rasa Ingin Tahu Anak

Buku Anak Bertanya, Orangtua Tidak KelabakanJudul Buku  : Anak Bertanya, Orangtua Tidak Kelabakan
Penulis  : Syaiful Bachry
Penerbit  : DIVA Press
Cetakan  : I, Maret 2015
Tebal  : 172 halaman
ISBN  : 978-602-296-082-9
Peresensi    : Hendra Sugiantoro
Pegiat Pena Profetik Yogyakarta

Dalam perkembangan masa kanak-kanak, ada masa anak mulai belajar dan bisa berbicara. Pada masa itu, orangtua terkadang dibuat kebingungan untuk menjawab beragam pertanyaan anak. Pertanyaan itu sulit dijawab bukan semata karena terlalu ilmiah, tetapi karena pengetahuan orangtua yang terbatas atau ketidaksabaran orangtua dalam menjawabnya.
Buku ini memberikan arahan dan panduan agar setiap orangtua fasih menjawab pertanyaan anak. Anak yang suka bertanya menandakan anak yang cerdas, kritis, dan kreatif. Hal itu harus dihadapi orangtua dengan penuh kesabaran. Jangan sekali-kali memarahi anak apabila terus-menerus mengajukan pertanyaan. Anak memang memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang segala hal yang terjadi atau didengar di sekitarnya. Pertanyaan yang tidak masuk akal sekalipun perlu dijawab orangtua secara cerdas dan sesuai tahap perkembangan anak.
Apabila anak yang suka bertanya dimarahi, maka anak akan takut bertanya. Dampaknya, anak akan memiliki karakter malu bertanya dan mematikan rasa ingin tahunya. Kecerdasan anak dimungkinkan tidak berkembang secara baik. Anak boleh jadi bertanya kepada orang lain yang ternyata memberikan jawaban yang salah. Orangtua juga tidak boleh membohongi anak. Orangtua seringkali mengelabui anak dengan berkata, “Nanti jawabannya, ya, Sayang.” Anak akan ingat pertanyaan yang belum dijawab. Jika orangtua ingkar janji, anak akan mendapatkan keteladanan yang buruk (hlm. 6-7).
Sebagai orangtua, beragam pertanyaan anak bisa dijawab secara langsung maupun tidak langsung. Sebab, bagi sang buah hati, pertanyaan itu perlu dijawab dan jawaban orangtua dianggapnya paling benar. Apabila menghadapi pertanyaan yang sulit, usahakan untuk tetap tenang, meskipun pertanyaan yang dilontarkan anak sangat tidak diharapkan. Jangan sampai memperlihatkan reaksi yang membuat anak enggan bertanya di kemudian hari, serta jangan sampai rasa ingin tahu anak hilang karena mendapatkan jawaban tidak memuaskan.
Anak kecil sebenarnya tidak membutuhkan jawaban yang panjang lebar dan berbelit-belit. Yang dibutuhkan anak adalah jawaban dengan penjelasan yang sederhana dan bahasa yang sesuai dengan kemampuan berpikirnya. Jika masih ragu-ragu dengan jawaban yang akan diberikan, janganlah bersikap sok tahu. Alih-alih mendapatkan jawaban yang tepat, anak justru menelan informasi yang ternyata salah. Orangtua harus jujur dan terus terang kalau tidak bisa menjawab. Orangtua tidak perlu segan mengatakan “tidak tahu” apabila pertanyaan anak terlalu sulit untuk dijawab (hlm. 12).
Namun, apabila tidak bisa menjawab, ajaklah anak mencari jawaban dari sumber-sumber lain. Misalnya mengajak anak membuka ensiklopedia atau mencari orang yang sekiranya bisa menjawab pertanyaannya. Orangtua bisa berkata, “Bagaimana kalau kita besok tanyakan kepada ibu guru. Siapa tahu ibu guru bisa menjawabnya.” Dengan sikap seperti itu, anak juga belajar bahwa apabila mendapati suatu masalah perlu mencari orang yang bisa membantunya memecahkan masalah atau membacanya dari berbagai buku atau literatur.
Untuk mengasah rasa ingin tahu dan kecerdasan anak, orangtua adakalanya tidak perlu langsung menjawab sesuai pertanyaan anak. Ajaklah anak belajar menganalisa hubungan sebab akibat. Misalnya, ketika anak bertanya, “Kenapa orang naik sepeda motor? Kenapa tidak jalan kaki saja, kan punya kaki?” Cobalah memancing daya analisis anak dengan balik bertanya, “Coba menurut kamu lebih cepat mana orang sampai tujuannya, apakah naik sepeda motor atau jalan kaki? Upaya membalikkan pertanyaan juga merangsang anak berpikir lebih lanjut, bahkan menemukan jawabannya sendiri.
Apabila anak bertanya, “Siapakah Tuhan?”, orangtua perlu berhati-hati. Jangan membuat cerita yang tak ada hubungannya dengan Tuhan sebagai jawabannya. Anak yang masih kecil masih belum bisa menangkap pengertian Tuhan secara abstrak. Cukuplah dijawab bahwa Tuhan adalah Sang pencipta manusia dan alam semesta. Apabila anak bertanya terkait seks, orangtua jangan merasa tabu menjawabnya. Orangtua harus memahami bahwa waktu yang tepat untuk menjawab pertanyaan anak tentang seks adalah saat ia pertama kali bertanya tentang seks. Itu bagian dari pendidikan seks kepada anak. Jika anak bertanya, misalnya “Apa itu penis?” “Apa itu anus”, dan sebagainya, jawaban sebaiknya diarahkan ke pengetahuan biologis. Jawablah dengan secukupnya sesuai kebutuhan anak dan jangan terlalu vulgar (hlm. 141-142).
Buku ini menyajikan jawaban sederhana dari pertanyaan anak mulai tentang Tuhan sampai pertanyaan seputar seks. Menjawab setiap pertanyaan anak membutuhkan keterampilan dan kecakapan orangtua. Anak senang sekali mempertanyakan sesuatu, orangtua harus menjawab pertanyaan tersebut secara tepat. Hargailah setiap pertanyaan anak. Jadilah orangtua sebagai sumber yang nyaman bagi anak menumpahkan rasa ingin tahunya.

                                                                                                        ——————- *** ——————–

Rate this article!
Tags: