Janji Manis Nan Menggiurkan Politisi

Agusti Alfi Nurul InsaniOleh :
Agusti Alfi Nurul Insani
Aktifis HMI Komisariat Dakwah, UIN Walisongo Semarang.

Janji-janji manis merupakan suguhan menggiurkan yang disajikan oleh para (calon) politisi untuk memikat hati masyarakat. Trik politik ini kerap dilancarkan pada hari-hari menjelang pemilihan umum atau pada saat kampanye. Pada momen ini, mereka mengumpulkan masa dan menyampaikan janji berupa misi-misi pemerintahan yang akan mereka usung jika berhasil menjabat, mulai dari janji untuk memberikan jaminan pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga jaminan kesejahteraan masyarakat lainnya. Dengan janji-janji tersebut, mereka berharap banyak masyarakat yang terpikat dan menyalurkan hak suara, sehingga jalan menuju kursi kekuasaan yang mereka inginkan pun akan semakin terbuka lebar.
Namun, pada saat para calon politisi sudah berhasil memperoleh jabatan yang diinginkan, banyak dari mereka yang tidak mengindahkan janji-janji tersebut. Mereka lebih memilih menjalankan kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai daripada menjalankan tugas yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, dalam beberapa kasus, pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan yang merugikan masyarakat. Misalnya, kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok pun naik. Keadaan seperti ini sangat merugikan masyarakat, meskipun harga BBM sudah diturunkan kembali, tetapi harga barang tersebut masih tetap seperti harga sebelumnya.
Hal inilah yang menyebabkan masyarakat memandang tabu politik. Sebagai pemegang kekuasaan negara, politisi seharusnya mampu menjaga nama baik dengan menjalankan tugas sebaik-baiknya. Namun kenyataan tidak berkata demikian, mereka justru mencoreng citra baiknya dengan janji-janji yang tidak segera direalisasikan.
Bukan sekedar menimbulkan citra buruk di mata masyarakat, sikap tidak terpuji ini juga menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin meluntur. Kepercayaan masyarakat merupakan hal yang sangat dibutuhkan pemerintah untuk membangun bangsa ini. Sebab, keberhasilan program-program yang dicanangkan pemerintah akan berhasil optimal, jika masyarakat mau bersinergi dan turut serta mengindahkan kebijkan-kebijakan yang berlaku. Sebaliknya, jika masyarakat tidak mau bekerjasama dengan pemerintah untuk menjalankan program tersebut, maka sesempurna apapun program yang disusun pemerintah tidak akan berjalan dengan baik, bahkan akan mengalami stagnanisasi.
Mengingkari janji merupakan sikap yang sangat tidak pantas dilakukan oleh para politisi. Jika mereka mempunyai jiwa ingkar seperti itu, bagaimana mereka dapat memerintah dan memajukan Indonesia?
Politisi Panutan Rakyat
Selain menjadi aktor utama dalam panggung negeri, politisi juga merupakan public figure yang dijadikan panutan oleh rakyat. Oleh sebab itu, politisi dituntut untuk selalu dalam alur yang benar. Jika politisi bertindak melenceng dari koridor norma dan hukum, maka rakyat pun tidak segan untuk melakukan hal serupa. Misalnya dalam kasus korupsi. Korupsi merupakan kasus yang tak kunjung enyah dari meja hukum Indonesia. Berbagai kebijakan hukum telah ditetapkan pemerintah untuk mengentas kasus ini, tetapi kebijakan-kebijakan tersebut belum juga mampu memberantasnya. Sebaliknya, kasus rasuah ini justru semakin merambah, tidak lagi di lingkungan pejabat tinggi negara tetapi juga sudah menjangkit hingga pemerintahan desa.
Jika dianalisis lebih dalam, para pelaku korupsi tidak lain adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam pemerintahan. Bahkan, instansi-instansi yang khusus dibentuk untuk memberantas korupsi pun akhir-akhir ini terungkap melakukan tindak korupsi. Tindakan-tindakan tak pantas seperti ini seakan-akan dijadikan rakyat sebagai “lampu hijau” untuk melanggar hukum. Oleh sebab itu, tidak heran apabila saat ini marak terjadi tindak kriminal seperti pencurian, pencopetan, dan lain-lain.
Saat Rakyat Memandang Baik
Tantangan yang dihadapi bangsa ini semakin kompleks. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah tidak cukup dengan mengambil langkah seorang diri tanpa sinergi dari rakyat. Sedangkan sinergi rakyat akan mustahil didapatkan jika rakyat memandang kotor dan tidak percaya terhadapnya. Oleh sebab itu, sebelum mengambil tindakan untuk menyelesaikan tantangan-tantangan bangsa, pemerintah (politisi) harus membersihkan nama dari stigma negatif masyarakat.
Untuk mengembalikan citra baiknya sebagai pemimpin bangsa, para politisi seharusnya konsekuen dengan janji-janji yang mereka lontarkan saat kampanye. Janji merupakan suatu hal yang wajib dipenuhi. Jika tidak, maka akan ada akibat yang harus ditanggung, baik kepada sesama manusia dan atau juga kepada Allah. Untuk itu, para poitisi seharusnyamembuat janji yang sesuai dengan kondisi bangsa ini, sehingga janji tersebut mudah untuk direalisasikan.
Selain itu, para politisi juga harus mengubah gaya hidupnya yang glamour. Politisi adalah pengabdi bangsa. Jadi, kurang pantas apabila di tengah kondisi negaara yang serba kekurangan justru hidup bermewah-mewahan. Hal seperti ini akan menimbulkan kecurigaan dan stigma negatif dari masyarakat. Stigma positif masyarakat terhadap politik sangat dibutuhkan bangsa ini untuk berjaya. Dalam sebuah negara, dedikasi pemerintahan (politisi) dan kepercayaan masyarakat bagaikan dua sisi mata uang, apabila salah satunya tiada, maka untuk mewujudkan kesatuan negara yang maju pun akan sulit dwujudkan. Wallahu ‘alam bi al-shawab.

                                                                                                   ——————– *** ——————–

Rate this article!
Tags: