Janji Wali Kota Akan Meramaikan Pasar pun Ditagih oleh Pedagang

Kondisi Pasar Tambahrejo memprihatinkan. Pengunjung sepi dan stan banyak yang kosong. [gegeh bagus]

Kondisi Pasar Tambahrejo memprihatinkan. Pengunjung sepi dan stan banyak yang kosong. [gegeh bagus]

Pasar Tambahrejo di Ambang Kematian
Kota Surabaya, Bhirawa
Sungguh memprihatinkan ketika pasar tradisional di Kota Surabaya semakin kalah bersaing dengan keberadaan pasar modern. Seolah berseberangan dengan ikon Surabaya yang menjadi Kota Dagang dan Jasa. Realitasnya, pasar tradisional di kota metropolitan kian terjepit. Satu persatu pasar tradisional limbung, lalu tumbang termakan gaya hidup yang kian modern.
Ketika Bhirawa mengunjungi Pasar Tambahrejo  Kecamatan Simokerto, Senin (13/6) kemarin di lantai 1-5 tampak sepi. Kondisi pasar yang pernah terbakar pada 2002 silam ini kian parah dengan pengapnya setiap sudut stan dengan kondisi gelap.  Jumlah stan di pasar yang mencapai ribuan terlihat hanya dihuni segelintir pedagang saja. Praktis pasar terlihat sepi.  Kondisi ini salah satunya disebabkan kian terdesaknya pasar tradisional karena masifnya ekspansi pasar-pasar modern di Kota Surabaya.
Padahal, salah satu keunggulan pasar tradisional jika dibandingkan pasar modern yakni kehangatan dalam interaksi di dalamnya. Konsumen mendapatkan pelayanan langsung yang hangat, akrab dan humanis dari pedagang sehingga terjadi tawar menawar yang seru. Dan hal ini sulit ditemukan dalam transaksi pasar modern.
Sedikitnya 1.500 stan di lantai satu sampai lima Pasar Tambahrejo saat ini mangkrak. Aktivitas jual beli sebatas terlihat di lantai 1 (dasar) yang merupakan pasar basah. Kondisi ini menambah panjang daftar pasar milik Pemkot Surabaya yang gagal beroperasi secara optimal. Sebelumnya, Pasar Tunjungan, Pasar Kembang, Pasar Blauran juga ramai hanya lantai bawah saja.
Keberadaan stan di lantai 2-5 banyak yang tutup. Di lantai 2 ada 3 stan buka. Satu stan jual kain, 1 stan jual pakaian jadi (konveksi) dan 1 stan lainnya dimanfaatkan untuk usaha jahit. Khusus stan di lantai 3-5, tutup kuat lantaran tidak ada nyala lampu di lantai itu. Lorong yang ada terlihat gelap. Lampu stan di lantai 2 yang dinyalakan pemilik cukup membantu penerangan dalam pasar.
Salah satu pedagang yang ditemui Bhirawa di lantai 1, Verawati (72) mengatatakan bahwa dirinya harus bertahan meski kesehariannya pasar sepi pembeli. Sebab, dia sudah terlanjur membeli dua stan seharga Rp350 juta sampai 2030 dan telah dibayar di depan pada 2006 silam.
“Mau tidak mau ya harus bertahan karena stan ini sudah saya lunasi semua. Waktu itu almarhum suami saya langsung membayarnya secara cash,” ujarnya saat ditemui di stan miliknya Blok MM-08 dan MM-09.
Verawati merasa khawatir dan was-was jika tidak berjualan meski tidak seorangpun ada pengunjung atau ada yang membeli dagangannya. Menurutnya, kekhawatiran itu dikarenakan stan terancam akan diambil alih  oleh PD Pasar Surya kalau tidak dibuka. “Meskipun ini stan saya, dan saya beli, tapi bisa saja diambil alih dan dibeli sesuai saya beli dulu dengan alasan tidak dibuka,” terang Vera yang tinggal di Jalan Lebak Jaya II Surabaya ini.
Penjual pakaian jadi (konveksi) ini menceritakan keberadaan stan yang dimiliki. Sekitar 10 tahun lalu, dia membeli dua stan. Tiap stannya berukuran 45 m2. Harga kala itu per meternya Rp 5,24 juta. Setelah suaminya, William meninggal dunia, Vera sebatas melunasi 1 stan seluas 45 m2. Satu stan lain dengan ukuran luas yang sama, hanya diambilnya seluas 17 m2.
Vera mengakui selama ini dia cenderung rugi. Beruntung anak-anaknya masih memberikan subsidi untuk bekal hidupnya. Termasuk untuk bayar listrik di stan, sekitar Rp 150 ribu per bulan.
Ia pun mengaku sempat menerima tawaran pindah ke lantai 1. Karena ukuran stan di lantai 1 jauh lebih kecil, Vera tidak menanggapi tawaran PD Pasar Surya. “Harapannya ya bisa ramai seperti pasar atau mal lain. Bu Wali Kota Surabaya harus cari cara supaya pasar tradisional ramai. Ada eskalator juga tidak dioperasikan. Menjebol dinding pasar di lantai 2, 3 dan 5 serta menghubungkan dengan Kapas Krampung Plaza (KaZa) juga tidak membuat ramai,” keluhnya.
Upaya Pemkot Surabaya untuk meramaikan pasar menjadi harapan Vera sesungguhnya. Kalaupun tidak dilaksanakan, Vera pedagang asli Kapas Krampung yang sekarang menjadi pedagang Pasar Tambahrejo inipun meminta uang yang sudah masuk dikembalikan. “Maunya hanya satu saja, ramaikan pasar ini. Berilah akses pengunjung untuk menuju sini. Kalau tidak, uang saya tolong dikembalikan,” tutupnya.
Tjie Mon Din, pedagang lain yang mengaku berjualan sejak 1971 ini pun bernasib sama dengan Vera. Ia berharap Wali Kota Surabaya membuktikan janjinya untuk meramaikan Pasar Tambahrejo, terutama di lantai 1-5 ini. “Dulu Bu Risma pernah datang kesini, dan sempat memarahi Kepala Pasar Tambahrejo. Dan beliau berjanji akan meramaikan pasar, kami tunggu janjinya,” harap Tjie yang memiliki stan toko kain di Blok CC ini.
Tjie, warga Panjang Jiwo Permai itu sempat merinci penyebab sepinya pasar. Selain tidak ada terobosan pemkot, listrik di pasar cenderung dipadamkan dengan alasan menghemat pengeluaran PD Pasar Surya. “Pasar Tambahrejo ini pasar yang dikelola PD Pasar, ini pasar modern tidak kalah dengan mal. Ini pasar paling bagus yang dimiliki pemkot,” papar Tjie.
Dia membandingkan mal yang dikelola swasta yang tetap terang benderang meski sepi pengunjung. Dari upaya ini, pengunjung lambat laun bisa datang. “Karena di lantai 2 sepi, saya mengajukan pindah ke stan di lantai bawah. Katanya masih diproses,” tuturnya.
Tjie mengaku beban terkait pengoperasian stan sedikit terkurangi. “Listrik bulanan sekarang Rp 55-60 ribu. Dulu, sebelum 2012, pengeluaran bulanan bisa sampai Rp 550 ribu. Setelah pungutan tanah dan retribusi lain-lain dihapus PD Pasar karena sepi, kini saya cuma bayar listrik saja,” urainya.
Tjie yang kesehariannya naik motor buntut menuju tempat usaha di Pasar Tambahrejo ini berharap ada upaya Pemkot Surabaya membuat ramai pasar. “Karena pasar sepi, sering dipakai orang pacaran bahkan perbuatan tidak benar lainnya,” katanya.
Abdullah, pemilik Ampel Collection di blok B dan G, lantai 2 Pasar Tambahrejo juga mengeluhkan sepinya pengunjung. “Kalau saya mengatakan, ini proyek gagal pemkot. Pasar sepi. Karena sepi, stan saya tutup. Sampai sekarang saya masih nyicil utang di bank untuk pembelian stan,” kata Cak Dul, sapaannya.
Warga Simolawang ini, kini membuka usaha di Jembatan Merah Plaza (JMP). Dia dan istrinya sewa stan di JMP. “Katanya wali kota dulu saat sidak mau meramaikan pasar. Bahkan pejabat PD Pasar saat itu dimarah-marahi untuk meramaikan. Kenyataannya mana?,” tanyanya bernada kesal.
Cak Dul mengaku dia dan beberapa pedagang sempat membentuk tim peramaian pasar, namun upaya itu dan lainnya gagal. Dia menuding pemkot janji-janji dalam upaya meramaikan pasar. Termasuk rencana merelokasi PKL Tambaksari depan stadion dan Pasar Gembong juga tidak jelas.
Karena banyak stan kosong, keberadaannya ada yang dimanfaatkan sebagai gudang. Meski demikian, patroli oleh keamanan pasar tetap dilakukan. Ini karena masih ada sisa dagangan yang ditinggalkan pemilik stan. “Kami masih patroli tiap sejam sekali,” tutur Marsuki, salah seorang security PD Pasar Surya yang ditempatkan di Pasar Tambahrejo.
Terpisah, Direktur Teknik dan Niaga PD Pasar Surya Zandy Ferryansyah saat dikonfirmasi mengatakan sebenarnya bukan domain pihaknya memberi keterangan. “Tapi yang jelas ada beberapa program dari PD Pasar untuk meramaikan Pasar Tambahrejo,” kata Zandy.
Lantai 1 Pasar Tambahrejo, kata Zandy, akan dipakai sebagai Tempat Penampungan Sementara (TPS) pedagang dari Pasar Tunjungan. “Pasar Tunjungan akan kami bangun, pedagangnya direlokasi ke lantai 2 Pasar Tambahrejo. Cuma karena Surabaya mau jadi tuan rumah UN Habitat dan banyak kegiatan di Jalan Tunjungan, rencana bangun Pasar Tunjungan kami tunda dulu,” sebut Zandy.
Program lain yang akan diterapkan, menggiring masuk pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) dengan produk kulit dan lainnya untuk masuk Pasar Tambahrejo lantai 2. “Dua minggu lagi akan ada bazar Ramadan di lantai 2 Pasar Tambahrejo. Ini untuk meramaikan,” pungkas Zandy. [Gegeh Bagus Setiadi]

Tags: