Jasa Tirta I Kelola SDA Wilayah Sungai Toba Asahan Secara Terpadu

Surabaya, Bhirawa
Keindahan Danau Toba tak hanya dikenal masyarakat Indonesia saja. Kini wisata perairan alami terluas di negeri ini telah dikenal secara global. Hal ini lah yang mendasari terpilihnya Danau Toba sebagai salah satu dari 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas yang ditetapkan oleh Pemerintahan Jokowi.

Untuk mendukung kelestarian sumber daya air yang berada di sistem perairan Toba, Pemerintah melalui Kepres No. 2 Tahun 2014 telah menugaskan Perusahaan Umum Jasa Tirta I (PJT I) sebagai BUMN yang melakukan pengelolaan sumber daya air secara terpadu di Wilayah Sungai Toba Asahan.

Upaya pelestarian perairan ini memang harus dilakukan secara terencana dan terintegrasi, dari hulu hingga hilir. Jasa Tirta I bersama dengan pemerintah telah memetakan sejumlah permasalahan sumberdaya air di wilayah Toba Asahan beserta dengan program pengelolaannya. Diantaranya adalah upaya konservasi di daerah hulu Danau Toba melalui penghijauan lahan-lahan kritis.

Perlu ketahui bahwa suplai air terbesar yang masuk ke Danau Toba berasal dari aliran air yang turun dari jajaran bukit yang mengelilinginya. Aliran air itu secara alami akan mengikis lapisan tanah dan membawa material sedimen masuk ke Danau Toba maupun Sungai Asahan.

Untuk mencegah adanya penumpukan sedimentasi, Jasa Tirta I melakukan upaya konservasi dengan menambah tingkat tutupan vegetasi di hulu DAS Toba Asahan. Terutama di wilayah Kabupaten Samosir, yakni di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kecamatan Harian, dan Kecamatan Sitio Tio di Kabupaten Samosir.

Kepala Divisi Jasa ASA V Wilayah Toba Asahan PJT I, Didik Ardianto menjelaskan permasalahan sumber daya air di bagian hilir Danau Toba yakni berupa pendangkalan sungai Asahan akibat adanya sedimentasi. “Pendangkalan ini tentunya dapat berpotensi mengurangi efektivitas fungsi sungai sebagai sarana pengendali banjir di musim hujan dan sebagai kanal penyuplai kebutuhan air di musim kemarau,” katanya, Kamis (23/7/2020).

Untuk mengembalikan kapasitas sungai, kata dia, PJT I secara rutin melakukan kegiatan pengerukan sedimen di Sungai Asahan, di Kabupaten Toba. “Pengerukan ini tidak sama dengan prinsip kegiatan penambangan pasir,” tegasnya.

Dalam kerangka peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan sumber daya air, lanjut dia, kegiatan pengerukan sedimen di sungai berfungsi sebagai upaya pengendalian banjir serta untuk menghindari terjadinya blocking sediment pada intake PLTA. “Dapat diartikan bahwa kegiatan pengerukan sedimen ini masuk dalam kategori upaya pemeliharaan sungai,” jelasnya.

Material sedimen yang diangkat dari sungai, lanjut dia, tentunya juga dilihat sebagai limbah atau material buangan. Berbeda dengan aktivitas penambangan pasir, dimana material yang diambil akan dilihat sebagai komoditi yang memiliki nilai ekonomis tanpa mempertimbangkan efektivitas pengaruhnya dari perspektif pengelolaan sumberdaya air. Hal ini tentunya membawa konsekuensi secara teknis terhadap kelestarian lingkungan.

Dalam melaksanakan kegiatan pengerukan sedimen, PJT I bekerjasama dengan PT. Inalum dan PT. Bajradaya Sentranusa (BDSN) selaku pemanfaat air di Wilayah Sungai Toba Asahan. Dengan mengurangi sedimen yang ada di dasar sungai tentunya akan berdampak pada kelancaran suplai air untuk PLTA yang dikelola oleh PT. Inalum dan PT. BDSN.

Saat ini, normalisasi sungai melalui kegiatan pengerukan yang dilakukan oleh PJT I terbagi di dua area. Pertama, berada di Sungai Asahan bagian hulu dimana hasil pembuangan material sedimen diletakkan di spoilbank atau lokasi tampungan di lahan milik Inalum. Dalam prakteknya, PJT I meminta izin kepada PT Inalum untuk memanfaatkan lahan spoilbank milik PT Inalum sebagai tempat penampungan material hasil pengerukan.

Untuk kegiatan ini, kata dia, fokus Perum Jasa Tirta I hanya sebatas kegiatan pengerukan sedimen di area sungai saja. Setelah pekerjaan pengerukan selesai dan dilakukan mutual check bersama antara PJT I dan PT Inalum, material hasil pengerukan ditinggal/disimpan di lokasi spoilbank tersebut.

Ia mengaku, PJT I tidak pernah melakukan pengolahan atas material hasil pengerukan yang ditempatkan di lahan spoilbank milik PT Inalum. Pengerukan sedimen kedua dilaksanakan di longstorage Bendungan Siruar yang airnya dimanfaatkan untuk memutar turbin PLTA Asahan I milik PT. BDSN.

“Material buangan hasil pengerukan diletakkan pada temporary spoilbank yang disewa PJT I dari masyarakat dengan kapasitas terbatas untuk kemudian dipindahkan ke lokasi dumping area melalui kegiatan hauling sedimen. Untuk kegiatan hauling sedimen tahun 2020, lokasi dumping area berada di lahan milik PJT I di Desa Simangkuk dan lahan masyarakat di Desa Parparean I.

Hal ini, ungkap dia, seturut dengan adanya permohonan bantuan material sedimen dari Kepala Desa Parparean I yang nantinya akan digunakan untuk keperluan penimbunan jalan tepi danau guna mendukung pengembangan pariwisata di kawasan tersebut. Didik menegaskan, pihaknya tidak pernah memperjualbelikan ataupun memberikan rekomendasi atas penggunaan material sedimen hasil pengerukan kepada siapapun.

Serangkaian kegiatan pengerukan hingga hauling sedimen yang dilakukan oleh PJT I selalu didasari pada kebutuhan akan pemeliharaan sungai. Di antaranya adalah Sungai Asahan yang merupakan outlet terbesar aliran air Danau Toba sebelum menuju ke lautan lepas. [rac]

Tags: