Reakreditasi Sekolah Jatim Butuh Rp55 Miliar

Proses pelaporan hasil visitasi dan validasi akreditasi pada 2015 oleh asesor di Kantor BAP S/M Jatim.

Proses pelaporan hasil visitasi dan validasi akreditasi pada 2015 oleh asesor di Kantor BAP S/M Jatim.

BAP S/M Jatim, Bhirawa
Minimnya kuota akreditasi yang diberikan pusat membuat Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP S/M) Jatim berupaya keras mencari tambahan anggaran. Khususnya untuk pelaksanaan akreditasi ulang (Reakreditasi) bagi 13.775 lembaga yang telah habis masa akreditasinya sejak Desember 2014 lalu.
Jika dihitung, kebutuhan anggaran untuk reakreditasi 13.775 lembaga itu bisa mencapai Rp 55,1 miliar. Rinciannya, setiap lembaga atau satu program keahlian untuk SMK membutuhkan Rp 4 juta. Besarnya kebutuhan anggaran tersebut, tidak mungkin hanya mengandalkan kuota dari pusat. “Karena itu, kita mengajak Dinas Pendidikan (Dindik) kabupaten/kota dan provinsi untuk mengadakan akreditasi mandiri dengan mengalokasikannya di APBD,” ungkap Sekretaris BAP S/M Jatim Soeparno saat dikonfirmasi, Kamis (22/10).
Menurut Soeparno, kebutuhan anggaran tersebut masih sangat mungkin bertambah. Sebab, data dari Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) di kabupaten/kota untuk sekolah yang habis masa akreditasinya per Desember 2015 belum masuk ke provinsi. Sementara berkaca dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, kuota dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) Sekolah/Madarasah jauh dari kebutuhan. Soeparno merinci, pada 2013 kuota akreditasi sebanyak 3.700 sekolah, pada 2014 terdapat 4 ribu sekolah dan pada 2015 sebanyak 8 ribu sekolah.
“Kuota dari pusat itu pun kita fokuskan untuk pelaksanaan akreditasi sekolah baru. Karena target kita pada 2015 ini semua sekolah sudah terakreditasi. Tapi dampaknya, sekolah yang perlu reakreditasi memang tidak dapat terkaver,” tambahnya. Masa aktif akreditasi sekolah, lanjut dia, bertahan  sampai lima tahun. Lebih dari itu, sekolah harus kembali mengikuti proses akreditasi.
Lebih lanjut Mantan Kepala Dindik Surabaya ini mengungkapkan, nominal Rp 4 juta per lembaga itu disesuaikan dengan anggaran yang selama ini diberikan dari pusat. Anggaran tersebut, digunakan untuk 15 langkah akreditasi dalam satu tahun. “Kami sudah mengirim surat ke Dindik kabupaten/kota dan provinsi. Sekarang kita sedang menunggu responnya,” tutur dia.
Untuk alokasi anggaran dari APBD, Soeparno mengaku harus ditetapkan di awal tahun anggaran. Sebab, jika daerah mengajukannya pada masa perubahan APBD, maka pihak BAP S/M tidak bisa menerima. Sebab, waktunya tidak akan mencukupi untuk melakukan 15 langkah akreditasi. “Tahun ini sudah ada pengajuan dari Probolinggo, Banyuwangi dan Lumajang untuk akreditasi mandiri. Tapi kita tolak karena diajukan saat PAPBD,” tutur pria yang juga menjabat Koordinator Pengawas Sekolah Jatim itu.
Apakah sekolah bisa mengajukan sendiri akreditasi mandiri? Soeparno mengaku, akreditasi merupakan tanggung jawab pemerintah. Karena itu, pihaknya tidak bisa menerima pengajuan dari sekolah. Pihaknya hanya dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota atau provinsi untuk pengajuan akreditasi. “Terlepas nanti Dindik menggunakan anggaran dari APBD atau menarik dari sekolah, itu bukan wilayah BAP S/M. Kita hanya tahu pengajuan itu dilakukan oleh Dindik ke BAP S/M,” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Pendidikan Dasar Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih mengakui telah menerima tawaran dari BAP S/M tersebut. Pihaknya mengapresiasi permintaan itu mengingat pentingnya status akreditasi sekolah. Di Surabaya sendiri, per Desember 2014 tercatat ada 550 lembaga yang membutuhkan reakreditasi. Rinciannya, SD/MI 247 lembaga, SMP/MTs 105 lembaga SMA/MA 46 lembaga dan SMK 138 lembaga. Selain itu, untuk jenjang SDLB, SMPLB dan SMALB terdapat 14 lembaga. Dari total lembaga yang perlu reakreditasi itu, setidaknya Dindik Surabaya harus menyiapkan Rp 2,2 miliar. “Kita belum bisa menetapkan anggaran yang akan diajukan. Karena kita harus menunggu kuota dari BAP S/M dulu berapa. Baru kita tentukan kekurangannya yang akan dialokasikan lewat APBD kota,” pungkas Eko. [tam]

Tags: