Jatim Dapat Porsi Terbesar KHDPK di Pulau Jawa

Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK, Dr Ir Bambang Supriyanto MSc memberikan penjelasan akses legal perhutanan sosial bagi masyarakat sekitar hutan pada kegiatan Sosialisasi KHDPK di Hotel Shangrilla surabaya.

Pemprov, Bhirawa
Jawa Timur menjadi provinsi paling banyak menerima program Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Totalnya mencapai 45,48 persen dari total alokasi KHDPK di Pulau Jawa.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menuturkan, Provinsi Jatim luas kawasan hutan negara baik hutan konservasi, lindung dan produksi luasnya mencapai 1.361.146 hektare atau 28,36 persen dari luas daratan Jatim.

“Merujuk data KLHK, Jawa Timur merupakan provinsi dengan alokasi paling luas untuk KHDPK dibandingkan dengan Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten. Indikatif seluas 502.032 hektare atau sebesar kurang lebih 45,48 persen dari total alokasi KHDPK,” ujar Khofifah, Selasa (30/5).

Program KHDPK ini, jelas Khofifah, bertujuan untuk penyerapan/perluasan dan pemerataan lapangan usaha masyarakat, untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, peningkatan dan percepatan pembangunan dan pelayanan publik pemerintah dan untuk pembangunan/pengendalian kualitas lingkungan hidup.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2023, penetapan KHDPK itu diarahkan untuk enam program. Yakni; kepentingan perhutanan sosial, penataan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan atau pemanfaatan jasa lingkungan.

“Dari enam kepentingan tersebut, alokasi KHDPK untuk kepentingan perhutanan sosial di Jatim merupakan yang paling besar yaitu seluas 455.707 hektare atau sebesar kurang lebih 41,28 persen dari total luas KHDPK di Pulau Jawa,” jelasnya.

Di Jawa Timur, lanjutnya, sampai dengan saat ini telah diserahkan SK Perhutanan Sosial sebanyak 347 unit SK, atau sebesar 55,25 persen dari total SK Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. Jumlah itu tersebar di 19 kabupaten/kota, dengan 176.149,68 hektare atau sebesar 53,09 persen dari total capaian luas di Pulau Jawa, dengan petani penggarap sebanyak 120.990 kepala keluarga (KK) atau sebesar 67,43 persen dari total penggarap di Pulau Jawa.

Dari 347 Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) tersebut, kata mantan Menteri Sosial ini, telah terbentuk 771 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) atau sebesar 53 persen dari jumlah KUPS di Pulau Jawa.

“KUPS-KUPS ini menjalankan kegiatan pemanfaatan dan/atau pemungutan baik berupa hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu maupun jasa lingkungan. Baik dengan pengembangan pola agroforestri (wana tani), silvopastura (wana ternak), agrosilvopastura (wana tani ternak), silvofishery (wana mina), ekowisata, dan usaha jasa lingkungan lainnya,” papar Khofifah.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jatim, Jumadi menambahkan, berdasarkan capaian perhutanan sosial dan luas indikatif KHDPK untuk kepentingan Perhutanan Sosial di Jawa Timur, maka Provinsi Jawa Timur berada pada posisi penting dalam mendukung keberhasilan pengelolaan hutan di Pulau Jawa maupun nasional.

Jumadi menjelaskan, perhutanan sosial sebagai salah satu kegiatan prioritas dalam pembangunan nasional dan sebagai kebijakan afirmatif Negara, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam konteks distribusi pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat, yang sekaligus sebagai upaya untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya hutan secara lestari dalam aspek ekonomi, sosial dan ekosistem.

“Tentunya akan korelatif dengan IKI Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menurunkan kemiskinan dan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan disparsitas di wilayah perdesaan, penurunan tingkat pengangguran terbuka maupun pertumbuhan ekonomi regional,” jelas Jumadi. [iib]

Tags: