Jatim Gagal Wujudkan Rasio SMK-SMA 60:40

Dr Saiful Rachman

Dr Saiful Rachman

Dindik Anggap Dapodik Perlu Dievaluasi
Dindik Jatim, Bhirawa
Keinginan Gubernur Jatim untuk memperbanyak jumlah lembaga pendidikan kejuruan SMK dan SMA ternyata belum bisa terwujud hingga kini. Alih-alih mencapai target 70: 30 SMK-SMA. Rasio SMK-SMA yang diklaim sudah mencapai 60 : 40 nyatanya juga tidak terbukti
Fakta ini dapat dilihat melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Jatim semester satu tahun ajaran 2015/2016. Dalam rekaman data tunggal pendidikan nasional itu tercatat,  perbandingan SMK-SMA di Jatim baru mencapai 55,6 persen banding 44,4 persen. Secara rinci, jumlah SMK di Jatim mencapai 1.808 lembaga dan SMA terdapat 1.444 lembaga. Ironisnya, keseriusan pemerintah dalam meningkatkan jumlah SMK ini juga belum terlihat signifikan. Sebab jumlah SMK negeri di Jatim ternyata jauh lebih kecil daripada SMA. Jumlah SMA negeri mencapai 420 lembaga, sedangkan SMK negeri hanya terdapat 288 lembaga.
Menanggapi ini, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman membantah tegas. Pihaknya bahkan menilai kualitas data dalam Dapodik masih perlu dievaluasi secara mendalam. Sebab, data-data yang diupload langsung oleh sekolah ke pusat seringkali terjadi perbedaan. “Kita perlu kroscek ke lapangan langsung untuk membuktikan data itu benar atau tidak,” ungkap Saiful saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (29/9).
Menurut data statistik pendidikan tahun 2014 yang dikelola Dindik Jatim, perbandingan SMK-SMA diakui Saiful telah melebihi 60 : 40. Jumlah SMK di Jatim dalam data tersebut mencapai 1.808 dan SMA hanya 1.347 lembaga. “Mana mungkin dalam waktu kurang dari satu tahun data lembaga SMA sudah bertambah sebanyak itu di Dapodik,” ungkap mantan Kepala Badan Diklat Jatim itu.
Pihak swasta, diakui Saiful memiliki peran yang cukup besar dalam pengembangan pendidikan kejuruan. Jumlahnya hampir 80 persen dari seluruh SMK di Jatim. Namun demikian, pihaknya membantah jika pemerintah tidak bekerja keras dalam pengembangan SMK. Sebab, peningkatan kompetensi guru dan bantuan sarana prasarana juga diberikan oleh pemerintah ke swasta.
Tidak hanya lembaga yang telah mencapai target, Saiful juga mengklaim jumlah ruang kelas dan siswa SMK jauh lebih besar dari SMA. Rinciannya, 21.211 ruang kelas SMK dengan jumlah peserta didik sebanyak 706.140 siswa. Sementara untuk SMA terdapat 15.410 ruang kelas dengan jumlah peserta didik 432.429 siswa.   “Akurasi Dapodik itu masih perlu diuji di lapangan. Sementara data statistik ini kita kumpulkan melalui kuisioner yang disebar ke kabupaten/kota,” tutur dia.
Sejauh ini, data yang masuk ke Dapodik banyak digunakan untuk acuan penerimaan bantuan dari pusat. Baik Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun bantuan Program Indonesia Pintar (PIP). Sehingga data yang dimasukkan bisa dimainkan agar bantuan yang diterima sekolah juga lebih besar. “Kalau pencairan BOS tidak kita verifikasi lagi di lapangan bisa berbahaya itu. Karena itu kita selalu memverifikasi lagi data penerima BOS,” ungkap pria yang juga mantan Kepala SMKN 4 Malang itu.
Tidak hanya pencairan BOS,  data siswa di Dapodik yang digunakan untuk acuan peserta Ujian Nasional (UN) seringkali terjadi selisih di lapangan. Misalnya jenjang SD, setiap tahun pihaknya mengembalikan sekitar seribu peserta Ujian Sekolah (US) karena tidak sesuai dengan lapangan. “Dapodik itu sebenarnya baik. Tapi kontrolnya yang tidak jelas. Jadi kalau ada seperti ini, kita pasti akan evaluasi data yang masuk di Dapodik itu, ” pungkas Saiful. [tam]

Tags: