Jatim Kekurangan Tenaga Kesehatan dan Pendidik

Foto: ilustrasi

Dewan Minta Tambahan Kuota ASN
DPRD Jatim, Bhirawa
Komisi E DPRD Jatim mendorong adanya penambahan Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya tenaga kesehatan dan pendidikan di tahun 2019. Pasalnya, Jatim saat ini mengalami kekurangan yang cukup signifikan.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi E DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto, Kamis (6/12) kemarin. Menurutnya,Jatim sangat kekurangan tenaga kesehatan dan tenaga pendidik. Oleh karenanya, ia meminta untuk rekrutmen ASN tahun depan kuotanya ditambah. “Kami minta kuota rekrutmen tenaga kesehatan dan pendidik ditambah tahun depan,” pintanya.
Pria yang juga ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jatim ini mengatakan kebutuhan tenaga kesehatan dan pendidikan di Jatim sangatlah kurang. Mengingat sebaran jumlah sekolah dan jumlah poli kesehatan di Jatim tidak merata. “Di wilayah kepulauan juga tidak terjangkau bagi pemerataan pendidikan dan kesehatan. Kami minta ada penambahan kuotanya,” katanya.
Terkait keluarnya PP No 49 Tahun 2018 tentang manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Pria asal Malang ini mengaku mendukung adanya PP tersebut. Dikatakan oleh Agus, hal ini merupakan program pemerintah dalam memberikan kesejahteraan bagi PTT dan GTT di Indonesia.
“Kalau tujuannya untuk memberikan kesejahteraan dan memberikan kepastian nasib mereka, kami terus terang memberikan apresiasi penuh keluarnya PP tersebut. Dan nantinya, implementasinya harus sesuai dan benar-benar mensejahterakan PPPK,”tutupnya.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso menyatakan, jumlah puskesmas di Jatim mencapai 964 unit dan jumlah kecamatan mencapai 666 kecamatan. Artinya, di tiap-tiap kecamatan sudah ada puskesmas. Bahkan, ada yang dua puskesmas dalam satu kecamatan. Sedangkan, jumlah rumah sakit mencapai 380 di Jatim. Baik negeri maupun swasta.
Dipastikan dr Kohar bahwa fasilitas pelayanan kesehatan lainnya juga sudah banyak tersedia. Termasuk polindes, ponkesdes, dan puskesmas pembantu (pustu). Hanya, jumlah nakesnya masih kurang. “Di puskesmas, misalnya, idealnya terdapat sembilan nakes (tenaga kesehatan) untuk membantu pelayanan kesehatan kepada masyarakat,” terangnya.
Selain dokter umum, lanjut dr Kohar, ada dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, sanitarian, ahli gizi, dan ahli teknologi laboratorium medis yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Namun, dari beragam nakes tersebut, belum semua jumlahnya ideal. Artinya, belum 100 persen tersedia di tiap-tiap puskesmas. Nakes yang paling kurang jumlahnya, kata dia, adalah nakes bidang gizi. Puskesmas yang kekurangan tenaga kesehatan gizi mencapai 57 persen.
Demikian juga nakes untuk sanitarian, tenaga kesehatan masyarakat, dan tenaga kefarmasian. “Untuk perawat jumlahnya juga kurang dari 10 persen,” katanya. Berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi tenaga kesehatan. Di antaranya pemenuhan sumber daya manusia dari politeknik kesehatan dan akademi kesehatan maupun gizi.
Meski demikian, jumlah lulusan dengan kebutuhan masih belum berimbang. “Rekrutmen belum memenuhi,” terangnya. Akibatnya, tidak sedikit tenaga medis yang harus merangkap tugas. Misalnya, puskesmas belum memiliki nakes bidang gizi.
Maka, tugas nakes tersebut dirangkap perawat atau bidan yang memiliki pengetahuan tentang gizi. Untuk itu, pihaknya mengajak para pengelola pelayanan kesehatan bisa menyusun standar pelayanan. Tujuannya, masyarakat bisa tetap terlayani meski dengan nakes yang terbatas. [geh]

Tags: