Jatim Masih Kekurangan Udang

Diskanlah Dorong Masyarakat Budidaya
Surabaya, Bhirawa
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melarang masuknya komoditas udang dan pakan dari enam negara, karena mewabahnya virus penyakit Early Mortality Syndrome (EMS). Hal ini menjadi perhatian serius pihak Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Jatim. Untuk memenuhi kebutuhan udang, saat ini Jatim masih di pasok dari beberapa provinsi.
Menurut Kepala Diskanla Jatim, Ir Heru Tjahjono, untuk memenuhi kebutuhan udang, Jatim harus membeli dari beberapa provinsi seperti NTT, NTB, hingga Lampung.
Mengingat selisih persediaan bahan baku dan kebutuhan antara 600 ribu-800 ribu ton. “Kalau impor biasanya 34 ribu ton, jumlah kecil. Paling banyak diambilkan dari provinsi lain,” katanya, Senin (10/3).
Kebutuhan udang cukup banyak karena pertumbuhan unit prosesing yang berdiri di Jatim ada 106 unit prosesing yang besar, dan 186 unit prosesing kecil yang kondisinya antara mati dan hidup. ” Banyaknya unit prosesing membuat  Jatim menjadi provinsi eksportir tertinggi di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, adanya larangan impor seharusnya pembudidaya lebih antusias menambah kapasitas produksinya. Namun, kenyataan dilapangan sepertinya lebih berbeda. Kabarnya, petambak udang lebih menyukai kondisi terbatasnya produksi udang. Sebab, harga saat ini sangat menguntungkan. Jika lebih banyak memproduksi udang, maka dikhawatirkan harga kembali turun.
Disisi di upaya pengendalian dan pencegahan untuk meminimalisir serangan penyakit pada budidaya udang di Jatim juga telah dilakukan, seperti pengolahan lahan sesuai persyaratan teknis, menggunakan tandon pada lahan budidaya (30 persen dari luas areal), menggunakan probiotik pada saat pemeliharaan.
Selanjutnya, menggunakan pakan berkualitas (terdaftar), menggunakan induk unggul (untuk pembenihan), pemilihan benur yang sehat dengan screening uji virus menggunakan PCR atau membeli benur dari hatchery yang sudah bersertifikat CPIB.
“Banyak lagi upayanya seperti juga meningkatkan kesehatan ikan/udang dengan citamin dan vaksin, menggunakan konsep biosecurity, hingga menjaga stabilitas kualitas air. Sehingga, produk yang dihasilkan memang bagus,” katanya.
Sementara itu  larangan KKP mengimpor udang dari negara terkena penyakit EMS seperti
India , China , Vietnam , Thailand , Malaysia dan Meksiko, mendapat tanggapn serius dari salah satu pengusaha Udang Fausta Andika. Menurutnya ada sisi negatif dan positif kalau Jatim masih kekurangan udang.
“Untuk dampak positifnya pemilik tambak udang membidik hal tersebut sebagai peluang yang sangat baik, karena mereka bisa meningkatkan kuantitas pembibitan udang, sekaligus bisa menjadi proyeksi impor ke negara yang terendemi virus EMS . Sedangkan untuk dampak negatifnya produksi udang dalam negeri belum dapat memenuhi seluruhnya kebutuhan unit pengolahan yang ada,” paparnya.
Beberapa negara alternatif impor udang adalah negara-negara penghasil udang perairan dingin (cold water) seperti Islandia dan Greenland . Total impor udang tahun 2013 lalu periode Januari hingga November mencapai 2.702 ton dengan nilai US$14,07 juta
“Jenis udang yang dilarang tersebut adalah Litopenaeus vannamei, Penaeus monodon, dan penaeus chinensis, termasuk telur, larva, calon induk, dan induk. Itu baik berupa udang hidup, udang segar, maupun udang beku. Larangan itu sangat merugikan industri. Industri kekurangan bahan baku untuk reekspor, padahal pasokan dari dalam negeri tidak cukup. Pemerintah terlalu berlebihan dengan menutup impor udang,” jelasnya.
Lanjutnya, dari data yang pernah ia baca, produksi udang Vename di Indonesia hanya mencapai 300.000 ton. Hal tersebut tidak sebanding dengan jumlah impor yang jauh lebih besar dengan jumlah impor yang sangat besar.
” Akibat adanya edaran tentang penyakit pada udang atau EMS , harga udang langsung melambung di tingkat petambak, mencapai Rp 100.000 per kg. Harga tersebut di luar kemampuan industri pengolahan yang membeli sekitar Rp 35.000 per kg”, ungkapnya.
Di Jatim terdapat 36 perusahaan yang mengolah bahan baku dari udang, sekarang beberapa pabrik mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku , karena larangan impor yang terjadi saat ini.
Ekspor udang Indonesia pada 2013 mencapai US$ 1,58 miliar. Nilai perbandingan dengan negara lain, Indonesia masih perlu melakukan pembenahan tentang tata niaga udang agar secara produksi minimal harus bisa memenuhi produk dalam negeri setelah itu baru bisa ekspor. N wil
Seperti diketahui  Keputusan larangan impor udang dari negara endemic EMS tersebut dikeluarkan surat edaran Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (PPHP) Kementrian Kelautan dan Perikanan tertanggal 22 Januari 2014. [rac.wil]

Rate this article!
Tags: