Jatim Menuju Jer Basuki

Hari pertama Gubernur (yang pribumi) Jawa Timur masuk kantor, dilakukan pada 12 Oktober tahun 1945. Bukan hal yang menyenangkang Raden Mas Tumenggung (RMT) Soerjo. Walau sangat mem-bangga-kan, karena pribumi berhasil berpemerintahan sendiri. Namun suasana perang merebut kemerdekaan masih berkobar. Penjajah Belanda belum mengakui kemerdekaan RI. Sampai saat ini, tidak mudah memimpin daerah propinsi dengan penduduk lebih dari 40 juta jiwa.
Dalam suasana transisi kenegaraan tahun 1945, belum ada APBD. Belum ada gaji pegawai pemerintah propinsi. RMT Soerjo, adalah salahsatu pejuang dan masih memiliki garis trah keturunan kerajaan Mataram (kelanjutan Majapahit Islam). Tak salah Presiden Soekarno memilihannya sebagai gubernur Jawa Timur mengganti pejabat Belanda. Begitu pula momentum bulan Oktober 1945 juga memiliki nilai filosofis dan heroik nasionalisme.
Terbukti, pada pada 25 Oktober 1945, Gubernur Soerjo menolak permintaan Sekutu, untuk menyerahkan diri dan datang ke kapal perangnya. Mengawali kerja ke-gubernur-an, simpanan uang hasil pajak sebagai kas daerah juga belum ada. Tetapi gedung Gubernuran (grahadi) sudah dimiliki. Gaji gubernur beserta seluruh staf, dihitung dengan standar hidup susah. Modal gedung pemerintah sangat penting untuk menggerakkan roda pemerintahan pada zaman awal kemerdekaan.
Sedangkan segala keperluan untuk membiayai kegiatan program pemerintah propinsi harus diambil dari kekayaan pribadi para aktifis, terutama dari kantong pribadi gubernur. Bersyukur, keadaan saat ini telah jauh berbeda. APBD Jawa Timur (tahun 2019) mendekati angka Rp 40 trilyun. Dan pegawai-nya konon, memiliki penghasilan tergolong tinggi pada tataran PNS pemerintah propinsi se-Indonesia. Diharapkan seluruh pegawai (dan pejabat) bisa bekerja profesional.
Namun tetap tidak mudah meng-elegan-kan Jawa Timur, terutama “beban” sebagai penyangga lumbung pangan nasional. Jer Basuki Mawa Bea (kesejahteraan diperjuangkan dengan bekal memadai) yang dijadikan motto Jawa Timur, harus terus dikumandangkan. Pada usia ke-74, Jawa Timur memang sudah nampak makmur. Tetapi bukan berarti pemerintah propinsi telah berprestasi. Melainkan rakyat Jawa Timur.
Prestasi masyarakat Jawa Timur sangat membanggakan. Terutama dalam kinerja pertanian, perkebunan, peternakan serta perikanan dan perdagangan. Juga taat membayar pajak, terutama Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) beserta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB). Terbukti, kedua jenis pajak itu menjadi pilar utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesungguhnya masih terdapat potensi penghasilan “tersembunyi” yang bisa digali pemerintah propinsi.
Bahkan pengelolaan sampah limbah regional, dapat menjadi sumber potensial pengungkit pendapatan daerah. Gagasan telah diwacanakan, tetapi sangat lama terealisasi. Hal yang sama juga terjadi pada penanganan “kampung gelap,” karena belum teraliri listrik. Masih ratusan ribu rumah tangga belum tersentuh program kelistrikan.
Menggali potensi yang “tersembunyi” tidak cukup dengan rutinitas. Melainkan memerlukan inovasi kinerja. Termasuk membuka ke-terisolasi-an kawasan melalui pembangunan infrastruktur pelabuhan. Serta sinergitas pembangunan jalan dengan pemerintah pusat bersama pemerintah kabupaten dan kota. Begitu pula kinerja urusan sumber daya air, perlu memperbanyak waduk, embung, dan seksama dalam program pengendalian daya rusak air.
Sampai 74 tahun usia pemerintah propinsi, masih memiliki “hutang” pen-sejahtera-an masyarakat. Terutama sektor pertanian. Hingga kini indeks NTP (Nilai Tukar Petani) masih berkisar pada angka 110-an. Padahal NTP menggunakan standar tahun 2012. Selama tujuh tahun (2012 – 2019), inflasi secara akumulatif telah sebesar 36%. Artinya, usaha ke-pertani-an, tergolong infeseable. Petani rugi.
Masih banyak yang harus dikerjakan pemerintah propinsi dengan lebih keringat. Termasuk menegakkan transparansi, dan akuntabilitas kinerja OPD, dengan “men-transfer” penyidik senior KPK sebagai pengarah belanja daerah.

——— 000 ———

Rate this article!
Jatim Menuju Jer Basuki,5 / 5 ( 1votes )
Tags: