Jatim Menyongsong Era Kompetisi Nakes

Oryz SetiawanOleh :
Oryz Setiawan, SKM
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Para tenaga kesehatan khususnya di Jawa Timur tengah menantikan disahkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur tentang tenaga kesehatan (Nakes), apalagi menjelang diberlakukannya AFTA (Asean Free Trade Area) terutama di wilayah Provinsi Jawa Timur.
Keberadaan pergub dinilai sangat strategis, selain sebagai instrumen dan payung hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan bagi sepak terjang setiap tenaga kesehatan. Kondisi persaingan global dalam industrialisasi kesehatan dan perumahsakitan menuntut aspek profesionalisme tenaga-tenaga kesehatan yang dikenal memiliki jenis dan spesifikasi yang sangat variatif baik di tingkat pelayanan kesehatan dasar hingga pusat rujukan yang kian kompleks.
Pada saat yang sama, aspek pengembangan sumber daya manusia terutama tenaga kesehatan yang berkualitas hingga kini masih merupakan problem krusial dan menjadi skala prioritas pemerintah melalui institusi kesehatan. Secara karakteristik pembentukan sumber daya manusia (tenaga kesehatan) yang tangguh dan berkualitas memang tidak serta merta namun memerlukan durasi waktu yang relatif panjang sesuai dengan kekuatan dan kemampuan negara baik dari segi anggaran, daya dukung lingkungan, dan tujuan yang akan dicapai.
Dalam amanat UUD 1945 dalam amandemen pasal 28 H ayat 1 dan pasal 34 ayat 3 yang menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak rakyat dan investasi masa depan dimana negara bertanggung jawab menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak bagi setiap warga negara.
Menyongsong era AFTA mau tidak mau setiap tenaga kesehatan dituntut untuk lebih dari sekedar bekerja apa adanya namun lebih dari itu dituntut profesionalisme, inovasi, kemampuan berkomunikasi bahasa asing dan selalu meng-update dan meng-upgrade keilmuan melalui serangkaian pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan. Salah satu aspek yang sangat menentukan kualitas suatu pelayanan kesehatan adalah tenaga kesehatan yang kompeten dan professional sehingga posisi nakes sangat strategis dalam spektrum sistem kesehatan nasional maupun daerah.
Di sisi lain, fenomena membanjirnya tenaga kesehatan asing terutama tenaga dokter untuk melakukan praktek di sarana pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia cukup besar bahkan mulai tahun 2015 kran “kebebasan” tersebu telah dibuka lebar-lebar. Artinya peluang bekerja semua tenaga kesehatan antar negara-negara di kawasan Asean sama besar, disini kualitas kinerja sangat tergantung dari skill, kecakapan, keterampilan, penguasaan ilmu dan teknologi kesehatan dan kedokteran, personalistik dan human relations yang memadai.
Jika ditilik dari sisi internal potret sumber daya manusia kesehatan masih berkutat pada ketidakseimbangan antara jumlah nakes dan cakupan penduduk yang dilayani, distribusi yang belum merata, kualitas nakes yang belum memadai. Masih minimnya rasio antara nakes dan penduduk seperti dokter dengan perbandingan satu dokter harus melayani 4.000 penduduk, satu perawat melayani 800 penduduk dan tenaga bidan, satu orang melayani 500 penduduk, belum termasuk tenaga-tenaga kesehatan lain seperti nutrisionis (ahli gizi), sanitarian (ahli kesehatan lingkungan), Laboratorian hingga tenaga fisioterapis menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
Belum lagi adanya kasus-kasus pengaduan layanan kesehatan yang acapkali mencuat seperti malpraktek, mis-diagnosis, ketidakadilan layanan antara si-kaya dan si-miskin dan tarif/biaya yang kian mahal. Sebenarnya ada 3 (tiga) komponen yang harus diperkuat seiring dengan ancaman nakes asing antara lain : pertama, memperkuat dari sisi melalui aturan dan regulasi baik pemerintah (pusat) hingga pemerintah daerah, kedua, peran organisasi profesi dan lembaga pendidikan pencetak nakes harus betul-betul bekerja ekstra keras untuk menghasilkan produk tenaga kesehatan yang mumpuni dan siap bersaing dengan lulusan lembaga pendidikan asing sekalipun. Adanya terobosan maupun inovasi dan pengembangan terhadap keberadaan tenaga kesehatan seperti perawat ponkesdes (Pondok Kesehatan Desa), Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Plus, Desa Siaga dll. Bahkan di luar Jawa terdapat Program Dokter Terbang dan Dokter Terapung
Daya Ungkit
Meski tahun depan telah diberlakukan AFTA namun peran pemerintah sangat menentukan terutama untuk mengatur dan melindungi para tenaga kesehatan domestik dari ancaman dan serbuan tenaga kesehatan asing yang sebenarnya telah diawali sejak satu dasawarsa terakhir. Salah satu ancaman yang sudah terjadi dan paling kasat mata adalah menjamurnya klinik-klinik pengobatan swasta asing tentu disertai dengan tenaga ahlinya, bahkan di beberapa rumah sakit swasta di kota besar yang sudah memperkerjakan tenaga dokter dari luar negeri baik sebagai pelayanan hingga konsultan sebagai magnet untuk menarik pasien-pasien di wilayah perkotaan. Secara realitas parameter pengembangan sumber daya tenaga kesehatan masih bertumpu pada aspek kuantitas (jumlah) seperti pemenuhan tingkat rasio jumlah tenaga kesehatan per penduduk di setiap wilayah kerja sehingga dapat dipahami bahwa tingkat parameter keberhasilan kesehatan masih pada tahap atau tataran jumlah (kuantitatif). Selain itu indikator aspek kuantitas memang lebih nyata daripada aspek kualitas yang memerlukan standarisasi dan tingkat variabel-variabel yang kompleks. Oleh karena itu pemenuhan jumlah tenaga kesehatan dinilai masih lebih urgen sebagai kebutuhan masyarakat saat ini terutama di wilayah-wilayah marginal dan terpencil. Pendek kata, kompetisi atau persaingan merupakan keniscayaan yang harus disikapi dengan upaya untuk terus mengembangkan diri, berinovasi dan mampu beradaptasi sesuai dengan perkembangan zaman yang kian kompleks.

                                                        ———————— *** —————————

Rate this article!
Tags: