Dinas Peternakan Jatim Siapkan Vaksin Anthrax

Pemprov, Bhirawa
Menilik kejadian kasus anthrax yang pernah mencuat di Jatim, hingga kini Dinas Peternakan Jatim terus melangsungkan monitoring dan evaluasi (monev) serta menyiapkan vaksin terhadap ternak yang berada di daerah pernah terdapat kasus tersebut.
Kepala Dinas Peternakan Jatim, Ir Rohayati MM mengatakan, vaksinasi anthrax tidak hanya mendapatkan dukungan dari pusat melalui APBN, namun juga ada dukungan dari Pemprov Jatim melalui APBD.
“Dari munculnya kasus anthrax itu, tahun lalu gubernur juga menambahkan bantuan untuk vaksinasi dan bantuan kesiapsiagaan darurat penanganan penyakit anthrax. Ada sembilan daerah yang diberikan kesiapsiagaan darurat. Kami mengharapkan tahun ini tidak ada lagi kasus tersebut,” katanya didampingi Kabid Keswan drh Wemmi Niamawati MMA.
Dikatakannya, munculnya kasus anthrax memang pernah terjadi sebelumya di Blitar, Pacitan, dan Tulungagung. Kasus tersebut langsung ditangan dengan cepat oleh Pemprov Jatim melalui Disnak Jatim yang juga bekerjasama dengan instansi atau lembaga terkait.
Penanganan cepat juga dilakukan dengan bekerjasama dengan instansi/lembaga terkait salah satunya Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta. Bahkan kini ternak yang ada di lokasi terjadinya kasus itu dilakukan vaksinasi, vitamin, dan  antibiotik secara rutin.
“Setiap tahun kita bersama Balai Besar VeterinerWates selalu mengambil sample di lokasi yang pernah diketahui terdapat kasus anthrax. Dan sampai saat ini juga, di lahan itu diketahui dari hasil uji  ternyata masih negatif. Namun, kewaspadaan perlu dilakukan, mengingat anthrax ini bisa sampai 45 tahun,” paparnya.
Kewaspadaan terhadap penyakit tersebut juga harus tetap menjadi perhatian tersendiri. Untuk itu Pemkab/kota setempat juga diberikan Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap penanganan 50 kasus penyakit dibidang peternakan. Selain itu peternak maupun pejagal harus mengetahui dan segera melaporkan jika ada hewan ternak yang sakit.
Selain itu, para petugas kesehatan hewan juga diberikan pelatihan iSIKHNAS, dimana menempatkan staf lapangan pada pusat sistem karena mereka yang paling dekat dengan ternak, peternak, dan komunitasnya. “Hal ini memudah untuk mendapatkan laporan dan masukkan yang ada di lapangan. Jika terjadi kasus langsung bisa ditangani,” katanya. [rac]

Tags: