Jatim Tetap Tolak Beras Impor

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Walau Diberlakukan MEA
Pemprov, Bhirawa
Jatim tetap menegaskan tidak akan memperbolehkan masuknya beras impor ke wilayahnya kendati Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA mulai diberlakukan Desember mendatang. Hal ini dikarenakan sampai saat ini Jatim sudah swasembada beras.
Jika memang dilakukan impor beras saat diberlakukan MEA, maka harus diarahkan pada daerah yang produksinya masih rendah. Kalaupun masuk Jatim, hanya sebatas bongkar muat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dimana penyalurannya tetap untuk wilayah di luar Jatim.
“Saat MEA berlaku, Jatim bisa menolak beras impor. Selama ini Jatim sudah swasembada beras bahkan memasok hampir ke banyak wilayah di Indonesia. Jadi kalau sampai beras impor beredar di sini, maka kami dengan tegas menolaknya,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Jatim, Tutut Herawati, Selasa (9/6).
Mengenai masalah bongkar muat di pelabuhan, lanjut Tutut, pihaknya terus melamemantau. Yang pasti beras impor tidak boleh merembes ke pasar Jatim
“Pak Gubernur sudah setuju soal penolakan beras impor untuk Jatim walaupun MEA nanti sudah diberlakukan. Soal bongkar muat di pelabuhan, kamai akan terus memantau. Yang pasti beras impor tidak boleh merembes ke pasar Jatim,” tegasnya.
Dijelaskannya, tahun ini produksi padi nasional ditargetkan mencapai 73,4 juta ton. Dari jumlah itu, diperkirakan mencapai produksi padi sebanyak 12,9 juta ton atau mencapai 17,5 persen dari produksi nasional. Dari target yang ditetapkan Kemtan, diyakini kalau Jatim bisa mencapainya.
Jatim juga memiliki prognosa produksi padi 2015 diatas target nasional, yakni 13,1 juta ton. Jika disetarakan dengan beras sebanyak 8,5 juta ton. Untuk kebutuhan konsumsi masyarakat Jatim setahun sebanyak 3,4 juta ton, sehingga surplus lebih dari 5 juta ton untuk mensuplai wilayah di luar Jatim.
Tutut menambahkan, selama ini Jatim telah menjadi lumbung pangan nasional. Banyak komoditi pangan yang dihasilkan Jatim untuk memenuhi kebutuhan provinsi lain. “Banyak provinsi di Indonesia Barat dan wilayah Indonesia Timur yang ambil beras dari Jatim,” katanya
“Bukan hanya sudah surplus beras, tapi tingkat konsumsi beras masyarakat Jatim pun terus mengalami penurunan. Tiap tahun kami menargetkan konsumsi beras masyarakat turun 1,5 persen per tahun dan itu terendah di Indonesia,” katanya.
Dari data BKP, saat ini tingkat konsumsi beras masyarakat Jatim per kapita per tahun sekitar 87,6kg per. Jumlah itu jauh lebih rendah dari rata-rata nasional yakni 106 kg perkapita per tahun. Hal itu dicapai dengan program diversifikasi pangan, sehingga masyarakat tidak tergantung pada konsumsi beras tapi juga mulai beralih ke umbi-umbian atau sorgum yang kualitasnya seperti gandum.
“Banyak komoditi pangan di Jatim yang surplus. Tak hanya beras tapi juga jagung dan kedelai, susu, kacang hijau, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, dan telur. Ini juga sebagai bentuk diversifikasi pangan agar konsumsi masyarakat Jatim tidak tergantung pada beras saja,” tandasnya. [rac]

Rate this article!
Tags: