Jatim Tolak Impor Daging Kerbau

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menolak rencana pemerintah pusat yang ingin mengimpor daging kerbau dari berbagai negara seperti India, Brasil dan beberapa negara Afrika untuk menekan mahalnya harga daging sapi di Tanah Air. Untuk itu, mantan Sekdaprov Jatim itu bakal menghadang masuknya daging kerbau masuk ke Jatim.
Menurut Gubernur Soekarwo, daging kerbau memiliki tekstur keras dan berserat besar sehingga tidak nyaman jika dimakan. Selain itu, memakan daging kerbau juga bukan kultur masyarakat Jatim, tetapi kultur masyarakat Jawa Barat dan Kudus Jawa Tengah.
“Karena di Kudus ada budaya tidak boleh menyembelih dan memakan daging sapi, jadi mereka memilih menyembelih kerbau. Ini tentu berbeda dengan masyarakat Jatim yang lebih menyukai daging sapi. Jadi tetap daging sapi pokoknya,” kata Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo, Kamis (14/7).
Meski pemerintah pusat memperbolehkan untuk impor daging kerbau, Ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini tetap menolaknya. Ia menegaskan, Pemprov Jatim tidak berencana memasukkan daging kerbau untuk menggantikan daging sapi, walaupun suatu saat stok daging sapi di Jatim menipis.
Tak hanya melarang masuknya impor daging kerbau, Pakde Karwo juga memastikan di Jatim saat ini tidak ada daging sapi beku. “Sejauh ini, di Jatim tidak ada daging beku, yang ada daging biasa, yang fresh. Hal inilah yang menjadi penyebab daging beku di Jatim tidak sampai beredar. Masyarakat Jatim lebih menyukai daging fresh,” ujarnya.
Di Jatim, lanjut Pakde Karwo, ada beberapa kelas daging sapi. Yaitu daging sapi dengan kualitas baik, daging rawonan dan daging tetelan. “Untuk kelas daging tetelan ini banyak peminatnya. Karena harganya lebih murah dan terjangkau,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jatim Ir Maskur mengatakan, untuk menekan harga daging sapi yang relatif masih tinggi saat ini, Jatim lebih memilih pengembangan bibitan sapi daripada mengambil langkah pragmatis, seperti impor daging beku apalagi daging kerbau.
Menurut dia, pengembangan bibitan sapi akan berpengaruh kepada banyak hal. Di antaranya muncul rekanan pakan sapi, industri kerajinan kulit sapi juga meningkat hingga menghidupkan kembali Rumah Potong Hewan (RPH) yang mulai lesu.
“Pak Gubernur telah mengeluarkan kebijakan larangan impor daging sapi. Jatim lebih memilih untuk melakukan pembibitan sapi timbang melakukan kebijakan pragmatis dengan impor. Banyak manfaatnya kebijakan Pak Gubernur itu, seperti beroperasinya RPH-RPH yang tentu menyerap tenaga kerja banyak. Tapi yang terpenting adalah tersedianya stok sapi,” tandasnya.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Jatim drh Kusnoto mengatakan impor kerbau merupakan kebijakan dari pemerintahan pusat.  Diharapkan dengan impor daging kerbau tersebut bisa menjadi substitusi daging sapi sehingga bisa menurunkan permintaan yang berimbas kepada harga.
“Pusat selain impor sapi juga kerbau. Namun sebenarnya impor daging kerbau ini dikhususkan di wilayah Jabodetabek. Kadang memang bisa merembes. Namun kalau masuk ke Jatim ya harus ada izinnya,” katanya.
Jumlah kerbau di Jatim, lanjut Kusnoto, populasinya tidak terlalu besar. “Hanya ribuan saja, dan jumlahnya juga tidak naik, justru populasinya semakin menurun. Beberapa daerah saja yang masih ada kerbaunya di antaranya Ngawi,” ujarnya.
Dikatakannya kalau daging kerbau juga hampir sama dengan daging sapi. Selain itu dari sisi harga juga lebih murah dengan harga daging sapi. “Mungkin saja kenapa ada impor kerbau, dikarenakan harga daging sapi yang masih tinggi atau persaingan importir,” ujarnya.
Sebelumnya alasan Kementan impor kerbau dilakukan agar bisa terbentuk struktur pasar baru yang menyerupai negara tetangga, Malaysia. Struktur pasar niaga daging di Malaysia memberikan banyak alternatif konsumsi daging bagi warganya. Di Malaysia, selain daging premium dengan harga mahal, pemerintah juga memberikan akses harga daging yang terjangkau seperti daging kerbau dan sapi beku impor
Meski mendapat banyak tantangan, tapi sepertinya pemerintah pusat tetap ngotot untuk mendatangkan daging kerbau dan daging sepi beku dari luar negeri. Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih, sebenarnya saat ini sudah ada daging sapi dengan harga Rp 80 ribu per kg. Namun daging tersebut bukan daging segar, melainkan daging beku.
“?Sekarang lihat saja, walaupun masih Rp120 ribu, kan setelah dikasih impor banyak bisa menahan. Dan yang Rp 80 ribu juga banyak. Sekarang kan sudah terbukti yang Rp 120 ribu kalau kita tidak pasok dari impor ya naik itu,” ujarnya.
Namun sayangnya antusiasme masyarakat terhadap daging beku belum begitu besar. Karena dianggap tidak segar, masyarakat khawatir daging beku tersebut tidak sehat dan tidak higienis. “Cuma masyarakat kita belum terbiasa memakan daging beku. Sebenarnya kalau dari sisi kesehatan kan lebih higienis. Tapi memang daging lokal itu beda dengan impor,” kata dia.
Oleh sebab itu, pemerintah berinisiatif untuk melakukan impor daging kerbau dari India. Pasalnya, selain harga yang jauh lebih murah, konsumsi daging ini juga sebenarnya bukan suatu hal yang baru di Indonesia. Meski masih sangat kecil jika dibandingkan konsumsi daging sapi. “Kan belum pernah, bagaimana tidak diminati. Orang Sumatera itu makan daging kerbau, orang Malaysia juga. Ini soal belum biasa saja,” tandasnya. [iib,rac]

Rate this article!
Tags: