Jatim Tolak Pemberlakuan Pajak Penghasilan 1% UMKM

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberlakukan pajak penghasilan bagi seluruh UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) sebesar 1% mulai 1 Januari 2015, menuai protes dari sejumlah daerah. Bahkan Provinsi Jatim dengan tegas akan menolak kebijakan yang dinilai akan memperlemah daya saing UMKM dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean).
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Ka’bil Mubarok mengatakan bahwa pemberlakuan pajak penghasilan sebesar 1 % bagi seluruh UMKM dinilai akan sangat memberatkan masyarakat. Apalagi sejumlah kebutuhan bahan pokok, TDL, elpiji  harganya naik,  sehingga  rakyat kecil  makin kesulitan untuk membiayai hidup.  “Karena itu dalam waktu dekat kami akan konsultasi ke Kementerian Koperasi dan pihak terkait lainnya supaya kebijakan tak populis itu ditinjau ulang, ” tegas politisi asal PKB saat dikonfirmasi Selasa (6/1).
Senada, anggota Komisi Bidang Perekonomian DPRD Jatim lainnya,  H Rofik menambahkan bahwa pemberlakuan pajak penghasilan bagi pelaku UMKM adalah kebijakan yang dibuat tanpa perhitungan matang,  sehingga malah memberatkan rakyat kecil.  “Ini kebijakan yang kontraproduktif dalam menghadapi MEA, sebab produk luar negeri yang masuk tak dikenakan pajak tapi produk dalam negeri justru dikenakan pajak sehingga dapat memperlemah daya saing produk dalam negeri dalam menghadapi pasar bebas Asean, ” ujar politisi asal PPP.
Terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jatim Mujib Affan menyatakan sependapat dengan Komisi B DPRD Jatim. Alasannya,  mayoritas UMKM di Jatim masih dalam tahap berkembang sehingga membutuhkan support dari pemerintah supaya mereka bisa berkembang dan memiliki daya saing dengan produk luar negeri. “Kebijakan dari Dirjen Kemenkeu ini sangat tak populis,  sehingga saya sependapat dengan DPRD untuk mengusulkan supaya dilakukan peninjauan ulang karena akan memberatkan rakyat kecil, ” jelas Mujib Affan.
Sebelumnya, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo juga menyatakan keberatan atas kebijakan pemerintah pusat yang akan menghapus program Bansos dan hibah. Pasalnya,  sebagian besar alokasi program Bansos Pemprov Jatim itu untuk memberdayakan UMKM di Jatim yang jumlahnya mencapai 6,8 juta UMKM dalam menghadapi MEA 2015. Apalagi BI rate sekarang ini naik dari 7,5% menjadi 7,7 % sehingga pelaku UMKM akan kesulitan mencari tambahan modal usaha jika harus pinjam ke perbankan karena bunga juga telah naik.
“Jatim sedang berusaha keras mencari uang supaya bisa membantu UMKM,  kok  pemerintah pusat malah membuat kebijakan yang memberatkan UMKM. Pemberlakuan pajak penghasilan 1% bagi UMKM itu akan memberatkan dan malah mempersulit daya saing UMKM dalam menghadapi MEA, ” tegas Pakde Karwo panggilan akrab Soekarwo.
Sekadar diketahui, dari 6,8 juta UMKM di Jatim, baru terdapat 266 ribu UMKM yang sudah mengekspor produknya ke luar negeri. Mereka yang sudah berhasil mengekspor itu akan dikumpulkan, kemudian dicek dan dikumpulkan by name and by address  kemana UMKM tersebut mengekspor serta kepada negara mana saja UMKM mengekspor.
“Ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan produksi UMKM tersebut di pasar dalam dan luar negeri. Sedangkan UMKM yang belum mampu ekspor akan kita beri pelatihan dan standardisasikan produknya supaya bisa dilindungi dan bisa bersaing dengan produk luar negeri,” pungkas Pakde Karwo. [cty]

Tags: