Jatim Usulkan Jembatan Timbang Tetap Dikelola Provinsi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengaku pasrah dengan rencana Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan yang bakal mengambil alih pengelolaan jembatan timbang yang selama ini dikelola Pemprov Jatim. Menurut mantan Sekdaprov Jatim itu, kebijakan tersebut memang yang terbaik dalam urusan jembatan timbang yang selama ini masih tumpang tindih.
“Kita setuju saja jika Kementerian Perhubungan mengambil alih jembatan timbang yang ada. Dengan cara itu mungkin seluruh jembatan timbang di Indonesia memiliki standar yang sama dan tidak ada yang tumpang tindih antara daerah satu dengan daerah lainnya,” kata Gubernur Soekarwo, Senin (2/2).
Menurut Pakde Karwo, sapaan lekat Soekarwo, pengelolaan jembatan timbang memang tidak bisa dipotong-potong. Harus ada satu kesatuan dan standar yang sama di tiap jembatan timbang di semua provinsi. Tidak boleh ada perbedaan kebijakan di tiap provinsi, karena dampaknya akan dirasakan di semua daerah.
“Masalahnya itu ketika kebijakan antara Provinsi Jawa Tengah atau Jogjakarta berbeda dengan Jatim. Di lain pihak kendaraan barang yang melebihi muatan tertentu diperbolehkan jalan, sementara di Jatim tidak boleh. Itu yang jadi masalah,” ungkapnya.
Pakde Karwo memberikan usul, jika pengelolaan jembatan timbang masih tetap dikelola oleh provinsi, kebijakan yang bakal dikeluarkan jembatan timbang harus dibahas di Kementerian Perhubungan, agar semua jembatan timbang memiliki kebijakan sama. Sebab selama ini, kebijakan di jembatan timbang masih dibahas dan diputus di daerah, sehingga ada perbedaan kebijakan.
“Demi kepentingan masyarakat luas khususnya kelancaran distribusi barang, kita setuju kalau jembatang timbang ditarik pusat. Kita tidak akan nggendoli. Namun alangkah baiknya jika jembatan timbang tetap dikelola provinsi, tapi semua keputusan atau kebijakannya bersumber satu, yaitu dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Sehingga tiap daerah tidak ada perbedaan kebijakan,” katanya.
Pakde Karwo juga mengakui tidak masalah meski Pemprov Jatim sudah mengeluarkan uang banyak untuk membuat jembatan timbang di Jatim menjadi yang terbaik di Indonesia. “Tidak masalah. Retribusi yang diterima juga bukan masuk sebagai PAD (Pendapatan Asli Daerah) tapi kembali untuk biaya operasional,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dishub dan LLAJ) Provinsi Jatim Ir Wahid Wahyudi menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan, penetapan lokasi, pengoperasian dan penutupan jembatan timbang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Begitu juga dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, juga menetapkan isi yang sama.
Namun, lanjut Wahid, dalam UU 22 Tahun 2009 yang dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan dijelaskan, pengoperasian jembatan timbang bisa dilimpahkan ke provinsi. Dengan dasar itulah semua jembatan timbang di Indonesia sekarang dikelola provinsi.
“Nah, dengan adanya undang-undang baru berupa UU 23 Tahun 2014 yang sekarang masih belum ada PP-nya, kita juga berharap nanti PP-nya juga sama. Yaitu tetap melimpahkan kewenangan pengoperasian jembatan timbang ke provinsi. Namun ada beberapa catatannya,” ungkapnya.
Catatan yang dimaksud Wahid adalah, semua kebijakan nantinya bersumber dari pemerintah pusat. Sehingga provinsi tidak menerbitkan kebijakan sendiri-sendiri seperti yang sekarang terjadi. “Sekarang tiap provinsi memiliki Perda sendiri-sendiri. Makanya aturan di Jawa Tengah, Bali Jogjakarta berbeda dengan yang ada di Jatim. Dan itu sangat membingungkan kendaraan angkutan barang,” jelasnya.
Seperti yang sudah ditegaskan Menhub Ignasius Jonan beberapa waktu lalu, jembatan timbang yang saat ini dikelola Dinas Perhubungan masing-masing daerah kurang efektif. Banyak jembatan timbang yang masih sering memberikan toleransi kepada angkutan barang yang melanggar.
“Kalau jembatan timbang dikelola dengan sangat ketat, bisa menghindarkan kecelakaan dan kerusakan jalan yang lebih besar. Salah satu penyebab kerusakan jalan adalah pengelolaan jembatan timbang yang tak beres. Jika kendaraan barang tersebut kelebihan tonase, tidak boleh jalan,” ujar Jonan.
Kementerian Perhubungan, kata Jonan, sulit memastikan ketaatan pengelolaan jembatan timbang karena saat ini jembatan berada di bawah naungan bupati, wali kota, atau gubernur. Untuk itu, Jonan berencana melimpahkan hak pengelolaan jembatan timbang ke Kementerian Perhubungan pada awal 2016. [iib]

Tags: