Jawa Timur Kompak Lanjutkan Kurikulum 2013

Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi menenteng surat edaran yang dikeluarkan Menbuddikdasmen dalam rapat koordinasi dengan 38 kabupaten/kota se-Jatim, Rabu (10/12).

Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi menenteng surat edaran yang dikeluarkan Menbuddikdasmen dalam rapat koordinasi dengan 38 kabupaten/kota se-Jatim, Rabu (10/12).

Dindik Jatim, Bhirawa
Sebanyak 38 kepala Dinas Pendidikan (Dindik) se-Jatim angkat bicara terkait penghentian implementasi Kurikulum 2013 (K-13). Mereka kompak meminta agar K-13 ini tetap dilanjutkan. Sebab dari segi persiapan, masing-masing daerah yakin telah siap mengimplementasikan K-13 dan tidak mau ambil risiko kembali ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi yang digelar Dindik Jatim bersama 38 Dindik kabupaten/kota se-Jatim, Rabu (10/12) siang di Kantor Dindik Jatim. Tak seperti rakor biasa, kali ini seluruh kepala Dindik hadir tanpa ada satu pun daerah yang diwakilkan. Tak terkecuali Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi yang langsung memimpin sendiri rakor tersebut untuk meminta pendapat dan meminta gambaran kesiapan satu per satu daerah.
Dalam forum itu, Kepala Dindik Kabupaten Blitar Totok Subihandono menegaskan agar K-13 tetap dilaksanakan. Dari sisi kesiapan, dia mengaku daerah telah siap. Apalag hampir seluruh guru sudah dilatih dan buku semester dua juga sudah dipesan. “Kabupaten Blitar menghendaki K-13 untuk dilanjutkan. Kita sudah siap untuk apa berhenti. Kalau memang mau dievaluasi, tidak perlu dihentikan,” tutur dia.
Kesempatan berbicara kemudian diberikan untuk Kota Batu. Kepala Dindik kota Batu Mistin menyesalkan jika K-13 diberhentikan. Ini lantaran anggaran yang sudah dikucurkan untuk pemesanan buku dan pelatihan tidak sedikit. “Salah satu yang disebut korupsi itu menggunakan uang negara untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Buku kurikulum ini bisa jadi korupsi kalau dipesan tapi sia-sia,” katanya tegas.
Tak sabar mendapat giliran, Kepala Dindik Kota Madiun Suyoto tiba-tiba mengambil mik dan berbicara lantang. Dia meminta ketegasan Dindik Jatim untuk mengambil sikap dilanjut atau tidak. Jika dilanjut, maka sebaiknya dilanjut secara keseluruhan se-Jatim. “Kalau bisa kita lanjutkan saja. Semuanya (daerah) juga sudah sepakat. Tidak perlu ditunjuk satu-persatu bicara,” kata dia singkat.
Meski sudah ditegaskan demikian oleh Suyoto, suara dari daerah tetap saja mengalir. Kepala Dindik Situbondo Fathor Rakhman mempertegas sikap Jatim. Dia meminta agar Jatim kompak untuk melanjutkan K-13. “Jatim ini barometer pendidikan nasional. Kita harus kompak untuk mempertahankan K-13 karena semua daerah sudah siap,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi menegaskan, sejak awal Jatim memang sudah siap untuk memberlakukan K-13 di seluruh daerah. Ini terbukti dari tanggapan masing-masing daerah saat K-13 ini tiba-tiba dihentikan. “Kita bisa melihat sendiri bagaimana kesiapan daerah melaksanakan K-13 dalam rapat ini,” kata dia.
Seluruh masukan dan kondisi daerah tersebut, lanjut Harun, selanjutnya akan disampaikan ke Menbuddikdasmen agar dijadikan sebagai pertimbangan. Sebab, dari sisi legalitas, surat edaran dari Menbuddikdasmen sendiri belum memiliki pijakan hukum yang kuat. “Surat edaran yang dikirim langsung ke kepala sekolah ini harus ada penguat, seperti Peraturan Menteri (Permen) misalnya,” tutur Harun.
Terlepas persoalan legalitas itu, Harun tetap akan menghormati keputusan menteri. Namun demikian, Harun menegaskan Jatim kompak akan melanjutkan K-13. Sebab, dalam surat edaran tersebut juga diperbolehkan bagi yang siap untuk tetap melanjutkan. “Jatim memilih K-13, dan itu dibolehkan dalam surat edaran menteri. Besok (hari ini) kita akan ke Jakarta untuk menyampaikan hasil dari pertemuan ini,” kata Harun.
Lebih lanjut Harun mengatakan, ketika daerah sudah siap, maka pemerintah pusat tidak boleh tinggal diam. Saat ini, pelatihan guru dan penyediaan buku K-13 untuk semester satu dan dua telah tuntas. Namun yang harus dipikirkan adalah peningkatan mutu guru dan penyediaan buku semester satu tahun ajaran 2015/2016.
“Konsekuensi tetap melaksanakan K-13 adalah anggaran dan buku. Ini yang kita pikirkan sekarang dan pemerintah pusat tidak boleh lepas tangan kalau kita sudah siap,” kata dia. Termasuk jika pemerintah pusat menghendaki agar seluruhnya menggunakan KTSP, konsekuensi yang harus dipikirkan adalah buku semester dua ini dan menata kembali pola pikir guru yang sudah familiar dengan K-13.

Daerah Tak Gunakan KTSP
Selain kompak menolak penghentian K-13, sejumlah daerah di Jatim telah berani menegaskan diri tidak akan menggunakan KTSP lagi seperti halnya Kota Surabaya. Diungkapkan Kepala Dindik Bojonegoro Khusnul Huluq, daerahnya tetap akan melanjutkan K-13. Sebab risiko untuk kembali menggunakan KTSP justru lebih besar. “Risiko yang paling kecil yang bisa kita pilih adalah terus,” kata dia.
Kalau kembali ke KTSP, lanjut Khusnul, sekolah akan kembali pusing dengan pengadaan buku KTSP. Jika diserahkan ke wali murid, ini jelas memberatkan. Karena harga buku KTSP jauh lebih mahal dibanding buku K-13.
Sedangkan Bojonegoro yang tahun ini tidak menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) telah mengalokasikan dari APBD-nya anggaran senilai Rp 7miliar untuk pengadaan buku. “Pak Bupati sudah sangat peduli. Pembelian buku K-13 diberikan Rp 7 miliar, padahal baru terpakai Rp 1 miliar. Kalau kita kembali, anggaran daerah ini kan sia-sia semuanya,” tuturnya.
Bahkan yang lebih mengkhawatirkan jika kembali ke KTSP, para kepala sekolah tidak mau membayar buku yang sudah dipesan karena tidak akan terpakai. “Dari sisi hukum ini akan menjadi persoalan tersendiri,” kata dia.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Dindik Kota Malang Zubaidah. Dia mengatakan, sejak 2013 hingga 2014 ini total anggaran daerah yang sudah dikeluarkan untuk persiapan K-13 telah mencapai Rp 20 miliar. Bahkan untuk pemesanan buku semester dua yang juga tidak menggunakan DAK, telah dialokasikan anggaran sebesar Rp 9 miliar.
Zubaidah menegaskan, daerahnya tidak akan menggunakan KTSP lagi. Hal itu sudah disampaikan ke Menbuddikdasmen menggunakan surat pernyataan kepala sekolah bermaterai dan diketahui olehnya. Surat tersebut sengaja dikirim sendiri-sendiri oleh kepala sekolah karena surat edaran yang dikirim menteri juga langsung ke kepala sekolah. “Saya hanya mengetahui suratnya saja. Tapi surat pernyataannya sudah dikirim oleh kepala sekolah. Sejak surat edaran mereka terima, kita terus didesak kepala sekolah agar tetap menggunakan K-13,” pungkas dia. [tam]

Tags: