Jejak Legenda Intelijen Indonesia

Judul Buku: Operasi Sandi Yudha (Menumpas Gerakan Klandestin
Penulis: A.M. Hendropriyono
Penerbit: Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Cetakan: Cetakan Keempat, Desember 2019
Tebal: xxxviii + 210 Halaman
ISBN: 978-623-241-190-6
Peresensi : Arwin Andrew
Beberapa karya tulisan terbit di media cetak maupun media daring. Berdomisili di Samarinda.

Mengabdi pada negara adalah suatu kebanggaan bagi tentara. Sebagai seorang prajurit, keberhasilan dalam tugas menjadi perintah dan kehormatan bagi setiap prajurit yang bertempur di medan tempur. Namun, tidak ada keberhasilan yang diraih dengan cara mudah. Memahami situasi dan kondisi medan juga mengenali musuh yang dihadapi memiliki peran krusial pada berjalannya operasi. Dalam hal ini, dibutuhkan koordinasi antar unit pasukan tempur dan unit intelijen di lapangan.

Buku ini menceritakan pengalaman Hendropriyono saat menjalani tugas operasi di Serawak (Malaysia) dan Kalimantan Barat (Indonesia). Sebagai seorang perwira muda Kopassandha-sekarang dikenal dengan nama Kopassus-yang baru mendapat tugas, Hendropriyono melaksanakan tugas menumpas pemberontakan para separatis atau gerakan gerilyawan yang kala itu menganggu stabilitas negara. Operasi itu dinamakan Operasi Sandi Yudha, suatu Operasi Intelijen Strategis yang dilakukan oleh pasukan Para Komando.

Abdullah Mahmud Hendropriyono adalah salah satu tokoh militer dan intelijen terbaik di indonesia. Seorang jenderal sarat pengalaman di medan tempur dengan keterampilan Para Komando saat bertugas di Kopassandha. Di bidang Intelijen, A.M. Hendropriyono sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) memprakarsai berdirinya Sekolah Tinggi Intelijen Negara, perguruan tinggi kedinasan dalam bidang Ilmu Intelijen dibawah naungan BIN. Selain itu, Hendropriyono mendapat julukan Master of Intelligence karena menjadi sebagai Profesor di bidang ilmu Filsafat Intelijen pertama di dunia.

Kala itu sebagai seorang Intelijen muda, banyak tantangan yang harus ditempuh selama menjalani operasi. Seperti medan hutan belukar dengan rawa yang sulit ditempuh, musuh yang dekat dengan masyarakat lokal, dan kemampuan cermat musuh dalam membaca situasi membuat Operasi Sandi Yudha tidak berjalan dengan mudah. Dengan melakukan Penggalangan Strategis, unit intelijen bisa membalikkan pemikiran masyarakat lokal yang awalnya berpihak pada gerilyawan pemberontak, menjadi berpihak pada tentara (hal. 106).

Tidak hanya penggalangan strategis, tugas intelijen lainnya adalah melaksanakan Operasi Balik, yaitu menggunakan musuh yang tertangkap sebagai agen intelijen dalam membantu meraih informasi dan mengenali musuh. Informasi yang bocor membuat banyak musuh tertangkap dan memperlemah kekuatan musuh. Puncaknya adalah kehancuran kelompok gerilyawan di Kalimantan Barat ditandai dengan meninggalnya pemimpin mereka.

Dalam tulisannya, Hendropriyono menggambarkan bahwa gerakan gerilyawan itu ibarat sebuah pohon. Pohon tersebut perlahan mati apabila tanahnya ditanduskan (massa pendukung), akarnya (ideologi) dinetralisir, batangnya (organisasi) didisorganisir, dan dengan sendirinya daun-daunnya (anggota gerilya/klandestin) akan mati (hal. 165).

Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Kabinet Reformasi Pembangunan ini mengungkapkan bahwa ketika perang telah berakhir, tidak ada lagi rasa dendam dan kebencian yang bergelora ketika di medan tempur. Dalam tulisannya, Hendropriyono bertemu dengan mantan pemimpin gerakan PGRS/Paraku-musuhnya dulu-dalam sebuah pertemuan di Singapura. Dialog para veteran perang terjalin dengan suasana hangat sembari nostalgia saat perang dulu. Berawal dari pertemuan itu, pembicaraan berlanjut hinga menjadi cikal bakal terbitnya buku ini.

Adapun isi buku ini meliputi peristiwa sejarah, latar belakang pemberontakan, serta pengalaman hidup yang disajikan dengan gaya bercerita. Termasuk juga cerita humor dan suka duka seorang prajurit muda di masa awal bertugas.

Melalui buku 210 halaman ini, Hendropriyono membagikan tataran strategi sampai teknis operasional perang dalam bentuk deskripsi. Berbagai taktik seorang intelijen disajikan secara detil, mulai dari cara berpikir seorang intelijen membaca situasi dan kondisi hingga mengambil keputusan dalam situasi sulit di wilayah yang dikuasai musuh. Minimnya informasi dan pengetahuan kita tentang dunia intelijen dan bagaimana kerja intelijen strategis melakukan spionase di medan perang banyak menjawab rasa penasaran khalayak umum melalui kehadiran buku ini. Kisah Pengalaman Legenda Intelijen Indonesia ini selain diperuntukkan kepada aparat TNI/POLRI dalam bertugas, juga bisa menjadi referensi dalam mempelajari perang gerilya dalam operasi perang khusus.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: