Jejak Peristiwa Gestapu

Peristiwa akhir September 1965 masih selalu menjadi perdebatan hangat, sampai viral di media sosial (medsos). Saat ini dibumbui dengan hilangnya patung tiga jenderal pelaku penyelamatan persatuan nasional di gedung museum Kostrad. Gestapu (Gerakan September tiga puluh) 1965, coba digali-gali kembali dengan subyek pokok pelaku penyelamatan persatuan nasional. Terjadi adu fakta, termasuk fakta fiktif, dan asumsi, yang saling berbeda kepentingan.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) memilih bersikap tegas tentang tragedi Gestapu 1965. Yakni, mendukung sejarah yang di-dokumentasikan sejak 50 tahun lalu. Termasuk melalui film “Pengkhianatan G 30 S PKI.” Walau film ber-genre doku-drama, niscaya, tidak sama persis dengan peristiwanya. Dokumen lain peristiwa Gestapu 1965, markas Kostrad yang dijadikan gedung museum Dharma Bhakti. Diresmikan tahun 1992 oleh presiden Soeharto, sekaligus mantan Panglima Kostrad, tahun 1965.

Gedung museum Dharma Bahkti Kostrad, menjadi “saksi bisu.” Juga tekad segenap prajurit Kostrad menjadi garda terdepan menumpas setiap gerakan yang akan merongrong Negara yang berdasar Pancasila. Di dalam gedung museum terdapat tambahan bangunan baru, berupa tiga patung pelaku utama penyelamatan dan pemulihan keamanan Negara. Yakni, Jenderal Soeharto, Jenderal AH Nasution, dan Jenderal (waktu itu Kolonel) Sarwo Edhi Wibowo.

Penambahan tiga patung digagas dan dilaksanakan oleh Panglima Kostrad ke-34 (tahun 2011-2012), Letnan Jendeal H Yusri Nasution. Tetapi ketiga patung saat ini tiada lagi. Diturunkan oleh penggagasnya, dengan izin Panglima Kostrad saat ini, Letnan Jenderal Dudung Abdurrahman. Alasannya, mengembalikan suasana gedung museum seperti aslinya dahulu. Toh sejarah telah mencatat secara rinci (dalam dokumen resmi pula) ketiga jenderal pelaku sejarah Gestapu 1965.

Setiap menjelang peringatan Gestapu, perbincangan peristiwa pengkhiatan ideologi negara (sekaligus makar), masih menyita perhatian masyarakat. Berbagai pihak terlibat dalam perdebatan. Tak terkecuali anak-anak eks PKI yang kini menjadi pejabat publik (anggota DPR maupun Kepala Daerah). Berbagai dokumen bagai diadu validitas kesejarahan. Sebagian fakta yang diadu, berasal berisi dokumen palsu, dari luar maupun dalam negeri.

Terdapat penggalan (dari dokumen palsu) yang coba di-analisis dengan asumsi-asumsi, melalui logika kata-kata. Hasilnya, berupa analisis yang mem-balikkan fakta. Bahwa bukan PKI yang coba merebut kekuasaan. Melainkan “Dewan Jenderal.” Seharusnya, perdebatan pelurusan sejarah Gestapu, memilih jalan tengah, belum tentu benar, dan belum tentu salah. Sehingga temanya, menjadi: PKI sebagai pelaku atau korban?

Begitu pula pelurusan sejarah, tidak fair manakala hanya pada sepenggal perilaku PKI pada tahun 1965. Melainkan di-renda dengan peristiwa makar PKI tahun 1948. PKI gagal, namun beruntung masih dimaafkan oleh seluruh komponen negara, demi menjaga keutuhan persatuan bangsa. Tetapi pe-maaf-an dosa-dosa makar tahun 1948, tidak terhapus dalam memori rakyat. Terutama kalangan santri, kyai, dan tentara.

Ironisnya, pada tahun 1965, PKI mencoba lagi kekuatan politiknya (hasil Pemilu tahun 1955). Bahkan mempersenjatai anggotanya, dengan program “rakyat sebagai kekuatan ke-empat.” Benar-benar siap perang menjadi combatan. Namun kalah lagi. Rakyat (santri dan kyai) yang masih menyimpan memori tahun 1948. Bahu membahu melawan PKI, di semua daerah (di kampung-kampung) se-Indonesia. Karena sejak awal dekade 1960-an, PKI identik dengan premanisme, mabuk-mabukan, dan kriminalisme.

Sebenarnya pada 29 dan 30 September (1965) PKI hampir menang, karena tentara terpecah dalam arus politik. Namun tak diduga oleh PKI, rakyat marah dan bangkit melawan. Anggota dan simpatisannya di kampung-kampung “ditumpas.” Pada masa kini telah dicoba secara konsisten rekonsiliasi persatuan nasional tanpa syarat. Saling memaafkan.

——— 000 ———

Rate this article!
Jejak Peristiwa Gestapu,5 / 5 ( 1votes )
Tags: