Jejak Tasawuf di Bumi Nusantara

Judul     : Tasawuf Nusantara, Ragkaian Mutiara Sufi Terkemuka
Penulis   : Dr. Hj. Sri Mulyati, M.A,
Penerbit   : Kencana, Jakarta
Cetakan   : Mei 2017
Tebal     : 257 halaman
ISBN  : 979-3925-68-297-5
Peresensi  : Ahmad Fatoni, Pengajar Bahasa Arab Universitas  Muhammadiyah Malang
TEMA tentang tasawuf memiliki daya tarik tersendiri untuk dikaji. Sejak masuknya Islam di Nusantara, unsur tasawuf telah mewarnai corak keberagamaan masyarakat. Bahkan, hingga kini pun nuansa tasawuf merupakan bagian yang tak terpisahkan dari praktik keagamaan muslim Indonesia.
Buku ini memperlihatkan betapa gerakan tasawuf berhasil memikat hati masyarakat luas seiring proses islamisasi Nusantara. Fakta yang tak terbantahkan, penyebaran Islam yang berkembang secara spektakuler di negara-negara Asia Tenggara memang tidak lepas dari peran tokoh-tokoh tasawuf. Hal itu disebabkan oleh sikap kaum sufi yang lebih kompromis dan penuh kasih sayang.
Dengan merujuk pada kitab-kitab tasawuf klasik dan penelitian penulis sendiri, buku setebal 257 ini banyak membahas perkembangan tasawuf yang dibawa oleh beberapa tokoh ke Indonesia. Sri Mulyati di sini mengangkat tokoh-tokoh tasawuf yang merupakan perwakilan tokoh pulau-pulau terbesar di Tanah Air.
Pulau Sumatera tampak cukup banyak melahirkan ulama tasawuf yang diwakili oleh Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri, Abd. al-Shamad al-Palimbani, Ismail al-Minangkabawi, dan Abd. Al-Wahhab Rokan. Sementara dari Kalimantan diwakili Muhammad Nafis al-Banjari dan Syekh Khatib Sambas. Adapun dari Indonesia Timur, tokoh yang dibahas adalah syekh Muhammad Yusuf al-Makassari. Syekh Abd. al-Kariem dari Banten dan K.H. Romli Tamim dari Jombang mewakili tokoh dari Pulau Jawa. Ada pula Daud al-Fatani, satu-satunya takoh tasawuf dari Patani di wilayah Thailand (sekarang).
Secara garis besar buku ini dirangkum menjadi dua bagian. Pertama, mengurai “Tasawuf dan Penyebarannya di Indonesia”. Bagian ini membahas ketokohan dan kiprah para Wali Songo dan Syekh Siti Jenar. Kedua, mengupas “Tasawuf Nusantara Abad XVI Hingga Abad XIX dan XXI”. Pada bagian ini mengungkap peran keagamaan para tokoh-tokoh tasawuf.
Sri Mulyati coba mengaitkan para tokoh tasawuf dengan tarekat yang mereka praktikkan, yang sebagian besar bercorak tasawuf akhlaqi, meskipun ada pula yang bernuansa falsafi. Tarekat yang mereka amalkan pun beragam, mulai dari Tarekat Naqsyabandiyyah, Tarekat Sammaniyyah, Tarekat Syattariyyah, dan Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah.
Akan tetapi, penulis rupanya belum bisa memastikan apakah para Wali Songo itu menganut tarekat tertentu. Umumnya orang mengenal tokoh-tokoh Wali Songo sebagai pribadi yang sangat taat beribadah. Hanya sedikit informasi tentang Sunan Gunung Jati yang dikabarkan sebagai penganut Tarekat Syattariyyah (hal.3).
Pengetahuan umat Islam Indonesia tentang peran tokoh-tokoh tasawuf Nusantara justru sering didapatkan melalui cerita tutur atau tradisi lisan, walaupun ada juga sebagian yang ditulis dalam Babad Tanah Jawi. Banyak kisah-kisah tentang mereka mengandung unsur mitos, namun sebagian ada pula yang dapat dibuktikan.
Yang jelas, buku ini ingin membuktikan bahwa tasawuf telah mulai berperan dalam penyebaran Islam sejak abad XII M. Peran tasawuf kian meningkat pada akhir abad XIII M dan sesudahnya, bersamaan munculnya kerajaan Islam pesisir seperti Pereulak, Samudra Pasai, Malaka, Demak, Ternate, Aceh Darussalam, Banten, Gowa, Palembang, Johor Riau dan lain-lain. Dengan demikian, dakwah Wali Songo mempunyai andil yang besar dalam menyebarkan ajaran tasawuf di Nusantara.
Bahkan di belahan bumi Islam yang lain, abad XII M ditandai dengan dominasi ajaran tasawuf lewat pengaruh pemikiran Islam al-Ghazali (w. 111 M) yang berhasil mengintegrasikan tasawuf ke dalam pemikiran keagamaan madzab Sunnah wal Jamaah. Hal ini juga berlaku di Indonesia, sehingga corak tasawuf yang berkembang di negeri ini lebih cenderung mengikuti tasawuf ala al-Ghazali, walaupun tidak menutup kemungkinan berkembang tasawuf dengan corak warna yang lain.
Penulis buku ini menyudahi pembahasannya dengan menghadirkan empat tokoh dari Tarekat Naqsyabanniyyah dari wilayah yang berbeda di Tanah Air, dan juga berlainan masanya yakni dari masa pendirinya Syekh Ahmad Khatib Sambas hingga penerus beliau saat ini.
Kajian Tasawuf Nusantara ini setidaknya menjadi gambaran umum tentang jejak tasawuf dan tokohnya sebagai langkah awal untuk kajian lebih mendalam di masa yang akan datang. Mengingat referensi yang mengulas perkembangan tasawuf di bumi Nusantara bisa dibilang masih jarang, maka kehadiran buku ini sangat relewan sebagai upaya memerkaya wawasan pembaca, khususnya peminat kajian tasawuf, tentang dinamika gerakan tasawuf di negeri ini sejak zaman Wali Songo hingga abad kita sekarang.

———- *** ————

Rate this article!
Tags: