Jelang Idul Kurban, Pemotongan Daging Menurun

Menjelang Hari Raya Idul Kurban, tingkat pemotongan sapi di rumah pemotongan hewan (RPH) Pegirian, Surabaya menurun.

Menjelang Hari Raya Idul Kurban, tingkat pemotongan sapi di rumah pemotongan hewan (RPH) Pegirian, Surabaya menurun.

Surabaya, Bhirawa
Menjelang Hari Raya Idul Kurban, tingkat pemotongan sapi di rumah pemotongan hewan (RPH) Pegirian, Surabaya menurun. Penurunan pemotongan itu sudah mulai turun sejak bulan Juli lalu. Pada bulan tersebut, sapi yang dipotong berjumlah 5453 ekor. Jumlah itu terus menurun hingga bulan Agustus yaitu 5104 ekor.
Direktur Jasa Niaga RPH Surabaya, Lutfi Rachmad mengatakan, banyak pemilik sapi yang enggan untuk memotong hewannya karena untuk dijual menjelang Idul Qurban. “ Menurunnya tidak terlalu banyak, apalagi cari sapi dipasaran juga agak sulit. Sedangkan harga sapi lokal sendiri 38.000 per kilo, itu harga bobot hidup,” kata Lutfi saat ditemui Bhirawa, Selasa (16/9).
Lutfi juga menambahkan, pengadaan daging sapi di Surabaya terus menurun. Bahkan, penurunan terjadi sejak tahun 2012 hingga tahun ini. Pada 2012 saja, RPH memotong 103.079 ekor sapi. dan pada 2013 ada 74.970 ekor sapi yang dipotong, itu berarti ada penurunan hingga mencapai 28.109.
Jika dibandingkan setiap bulan di tahun yang berbeda ada pengurangan pemotongan hingga 2000 ekor sapi. Misalnya, pada Januari 2012, ada 8.776 sapi yang dijagal. Selanjutnya, pada Januari 2013 hanya 6.235 sapi yang dipotong. Terakhir, pada Januari tahun ini, hanya 4676 sapi yang disembelih di RPH.
Padahal, jika dihitung, kebutuhan per kapita sekitar 0,25 kg per orang. Setelah ditotal paling tidak seharusnya ada 600 ekor sapi yang dipotong setiap harinya. Nyatanya, RPH hanya memotong 200 sapi per hari. Ternyata, 400 ekor kebutuhan itu dicukupi oleh daging impor.
“Sapi import ini masih uji coba dulu karena untuk membantu sapi lokal yang selama ini agak sulit dipasaran. Dan kebutuhan di Surabaya tahun lalu 600 ekor, adanya sapi import sangat membantu,” tambahnya.
Sebetulnya, masih kata Lutfi, sapi import ini tidak boleh oleh Pemprov Jatim karena Pemprov Jatim, namun keberadaan sapi impor malah cukup membantu kebutuhan daging. “Ketentuan pemprov terkait sapi import ini kan tidak boleh lebih dari 20 persen,” imbuhnya.
Lutfi mengatakan, kelangkaan sapi di Surabaya terjadi karena banyak faktor. Diantaranya, banyak warga yang kini membeli sapi impor. Sebab, harga daging impor lebih murah. Di pasaran, bobot hidup daging impor sebesar Rp 34 ribu per kilo. Bandingkan dengan daging lokal yang harganya Rp 38 ribu per kilo. Sedangkan yang sudah berupa daging, lokal dijual Rp 85 ribu per kilo. Daging impor lebih murah dengan harga RP 75 ribu per kilo. “ Selain itu, sapi impor, dari Australia sudah mirip lokalan. Nama sapi itu Brahman Cross, sapi ini dibibit disini dan dibesarkan disini juga,” jelasnya. [geh]

Tags: