Jelang MEA, Pengusaha Jasa Konstruksi Harus Miliki Sertifikasi

Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf saat menerima rombongan Komisi V DPR RI, di Ruang Kertanegara Kantor Gubernur Jatim.

Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf saat menerima rombongan Komisi V DPR RI, di Ruang Kertanegara Kantor Gubernur Jatim.

Pemprov, Bhirawa
Jelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, semua pengusaha jasa konstruksi harus memiliki sertfikasi badan usaha dan keahlian. Ini penting sebagai bukti formal perusahaan memiliki kompetensi usaha jasa konstruksi.
“Sertifikat sangat diperlukan sebagai senjata hadapi MEA, meskipun pengurusannya tidak mudah dan prosesnya lama,” kata Wakil Gubernur Jatim, Drs H Saifullah Yusuf, saat menerima Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi V DPR RI dalam rangka Focus Group Discussion (FGD) tentang jasa kontruksi, di Ruang Kertanegara Kantor Gubernur Jatim, Rabu (08/4).
Menurut dia, pengurusan sertifikat memang lama karena penilaiannya berdasarkan kompetensi dan keahlian kerja orang perseorangan. Selain itu, masih banyak kesimpangsiuran informasi terkait sanksi konstruksi setelah penyelesaian suatu proyek.
Dicontohkan, jika terjadi kerusakan bangunan kontraktor harus ikut bertanggungjawab, walaupun penyebabnya bisa dari kesalahan perawatan bangunannya. “Karenanya dalam pembahasan Rencana Undang Undang (RUU) Jasa Konstruksi harus bisa melindungi dan mengayomi para pengusaha kontruksi,” jelas Gus Ipul sapaan akrab Saifullah Yusuf.
Dijelaskan, perubahan terhadap Undang-Undang Jasa Kontruksi perlu dilakukan karena jasa kontruksi mampu menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Jatim sebesar 6 persen tahun 2014, dan nasional sebesar 9.65 persen. Berdasarkan data yang ada pertumbuhan pasar konstruksi nasional juga cukup besar, tahun 2014 mencapai Rp407 triliun. “Dengan membuat UU yang kokoh, maka pertumbuhan jasa konstruksi diharapkan akan semakin pesat. Dan bisa menyumbang  PDB Jatim dan nasional lebih banyak lagi,” imbuhnya.
Ia menambahkan, faktor kearifan lokal juga dimasukkan dalam penentuan RUU Jasa Konstruksi. Ini penting agar jasa konstruksi juga tidak dikuasai asing, dan profesionalisme pengusaha konstruksi meningkat. Misalnya dalam menentukan perbandingan jumlah tenaga asing dan tenaga lokal. Saat ini banyak yang beranggapan semakin banyak tenaga asing maka semakin baik, padahal tenaga lokal banyak yang jauh lebih ahli.
“Pembatasan jumlah tenaga kerja ini merupakan salah satu bentuk barrier non tarif (BNT), agar jasa konstruksi tidak dikuasai asing. Globalisasi ini harus kita hadapi namun dengan terus meningkatkan profesionalisme. Lebih lagi jika pengusaha konstruksi bisa diterima dan masuk ke pasar internasional,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Rombongan Komisi V DPR RI, Muhidin Said, mengatakan, FGD tentang RUU Jasa Konstruksi itu dilakukan untuk menampung berbagai aspirasi, masukan dan pendalaman dari daerah. Disamping itu juga menggali semua ide untuk menjawab tantangan dari pasar global Indonesia sebagai tujuan utama investasi. “RUU tentang Jasa Konstruksi ini merupakan salah satu RUU Inisiatif DPR RI dalam Program Legilasi Nasional (prolegnas) 2015-2019,” tuturnya. [iib]

Tags: