Jepang Jajaki Bantu Reformasi Birokrasi di Banyuwangi

Abdullah Azwar Anas

Banyuwangi, Bhirawa
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mencoba menjajaki kemitraan dengan Jepang terkait reformasi birokrasi di daerah itu.
“Jepang berminat membantu daerah-daerah di Indonesia terkait penguatan kapasitas birokrasi. Mereka selama ini kan banyak bantu Indonesia di bidang infrastruktur, nah sekarang mulai berminat bantu di reformasi birokrasi,” ujar Anas melalui pesan elektroniknya kepada media, Rabu (26/4).
Anas saat ini berada di Jepang menghadiri undangan sebagai pembicara dalam forum tingkat tinggi Leadership Enhancement and Administrative Development for Innovative Governance in Asia (Leading) di Tokyo. Acara yang digelar Japan International Cooperation Agency (JICA) dan The National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS) tersebut dimanfaatkan Anas untuk menjalin kemitraan antara Banyuwangi dan publik global, terutama Jepang.
Dalam kesempatan diundang di Jepang Selasa-Rabu (25-26/4), Anas diagendakan bertemu dengan Presiden GRIPS Akihiko Tanaka dan Wakil Presiden GRIPS Kiyotaka Yokomichi.
“Kami paparkan beberapa pembenahan yang dilakukan Banyuwangi, seperti program Smart Kampung dan tantangan-tantangan ke depan. Selama ini Banyuwangi didampingi beberapa lembaga luar negeri untuk penguatan birokrasi, seperti dari Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Jerman. Jika Jepang nanti membantu, tentu akan sangat berarti bagi Banyuwangi,” ujar Anas.
Sementara itu, Sekjen Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Pembangunan Daerah Tertinggal Anwar Sanusi yang ikut dalam forum di Jepang itu mengatakan Banyuwangi adalah salah satu potret keberhasilan dalam menjalankan pengelolaan pemerintahan yang mendorong peningkatan kepuasan serta kesejahteraan publik.
“Keberhasilan ini salah satunya karena faktor leadership dengan berpijak pada kekuatan dan kearifan potensi lokal. Karenanya, GRIPS memilih Banyuwangi sebagai model yang baik,” kata Anwar.
Dia mencontohkan inisiatif Banyuwangi dalam pengelolaan pembangunan desa melalui sistem e-village budgeting dan e-monitoring system. Dalam sistem tersebut, perencanaan hingga pelaporan di tingkat desa terintegrasi dalam sebuah sistem, sehingga tidak bisa ada intervensi program pembangunan di tengah jalan. Pengawasan juga dilakukan melalui sistem lengkap dengan titik koordinat dan gambar perkembangan proyek pembangunan, sehingga menutup celah adanya proyek ganda atau fiktif.
“Banyak pembelajaran dari Banyuwangi, seperti pengelolaan dana desa yang transparan dan akuntabel. Selain itu ekspansi masif teknologi informasi ke desa-desa juga menjadi contoh yang baik,” ujar Anwar.
Anas menambahkan, di Banyuwangi memang dana yang digelontorkan ke desa dari APBD diberi sejumlah ketentuan. Selain untuk program-program yang langsung terasa di publik, seperti bedah rumah, Anas juga mewajibkan desa mengalokasikan dana untuk belanja jaringan data.
“Sehingga internet masuk kampung, dimanfaatkan warga untuk banyak hal dan sekaligus membantu mempercepat pelayanan publik di kantor desa. Sudah sekitar 60 desa teraliri fiber optic, dan kami targetkan 145 desa tersambung fiber optic pertengahan 2018,” ujar Anas. [mb1]

Tags: