Jihad Netizen Vs Bom Makassar

Oleh :
Moh Sofa Fuadi
Santri Pesantren Mahasiswa Al-Kayyis Bangkalan Madura

“Mengapa kata jihad justru membutakan azaz kemanusiaan?”. Pertanyaan tersebut sepertinya menggambarkan tragedi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar Sulawesi Selatan hari ini Minggu 28/03/21. Peristiwa ini sekilas mengingatkan kita dengan tragedi bom di Surabaya dua tahun silam, dimana bom diledakkan di tengah aktivitas peribadatan jemaat gereja. Jumlah korban luka sementara berjumlah 20 orang dan meninggal dunia 2 orang, satu diantaranya yang diduga kuat adalah pelaku bom bunuh diri (Kompas, 28//3).

Saat ini rasanya umat islam kembali dirugikan dengan ulah tak berperi kemanusiaan tersebut. Kasus yang serupa dengan genocide atau pemusnahan bagi mereka yang berbeda dengan islam ini semakin menampakkan kesalahpahaman terhadap islam, terutama tentang istilah jihad. Hingga munculnya islamophobia menjadi kerugian paling besar bagi kaum muslimin dalam syiar yang mereka lakukan.

Bagi mereka yang termasuk islamophobia, mendengar jihad tentu menakutkan karena mengancam keberadaan mereka. Berbeda dengan kelompok ekstrimis, mereka menganggap jihad adalah sesuatu yang menantang. Perasaan ingin mewujudkan daulah islamiyah menjadi dasar kuat bagi mereka untuk terus berjihad meskipun harus ada pertumpahan darah.

Padahal konteks berjihad semestinya tidak sebatas memerangi non-muslim dan menegakkan syariah islam saja. Islam telah memperkenalkan jihad yang cukup kompleks. Kata jihad berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti “mengerahkan segenap potensi diri untuk melakukan kebaikan”. Mengutip dari pendapat Quraish Shihab, kata jihad dalam al-Qur’an diulang sebanyak 41 kali dengan berbagai bentuk, dan salah satunya adalah jihad membela tanah air.

Konferensi Ulama Internasional bertajuk bela negara yang digelar oleh Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) pada tahun 2016 menguatkan pendapat tentang kewajiban jihad membela negara. Salah satu kesepakatan ulama’ dari 40 negara tersebut pada poin 5 menyatakan bahwa: “tanggung jawab membela negara adalah kewajiban seluruh warga negara secara individu tanpa ada pengecualian. Siapapun yang tidak membela negaranya, dia tidak berhak tinggal di negaranya itu”.

Indonesia memiliki 6 agama resmi yang diakui, dan islam seperti menjadi penguasa dengan total sebanyak 87,2% atau 229 juta orang (ibtimes.id/8/4/20). Mengaca data tersebut, semestinya umat islam bisa beribadah dengan tenang, dan tidak perlu lagi menebar teror kepada pemeluk agama lain. Toh kita juga jarang bahkan tidak pernah mendengar pemberitaan umat islam mendapat tindakan persekusi dari umat agama lain. Namun, kembali lagi inilah akibat dari penerimaan yang salah tentang jihad di negeri yang beragam ini.

Mari kita flashback sejarah, dahulu pejuang kita hanya bermodalkan bambu runcing untuk mengusir penjajah. Mereka belum mampu merakit bom peledak yang seketika bisa mematikan musuh. Namun jihad mereka murni dan tulus untuk mempertahankan kedaulatan NKRI. Berbeda dengan bom yang meledak di tengah kehidupan masyarakat yang merdeka. Ini adalah kesalahan besar dalam memahami jihad. Apa yang mereka dapatkan? hanya sebutan mati konyol yang pantas untuk disematkan.
Disisi lain kita masih hangat dengan polah bar-bar netizens Indonesia yang bersatu padu menjaga kehormatan dan harga diri bangsa. Kasus kontingan bulutangkis Indonesia yang di eliminasi di gelaran All England dengan alasan yang dianggap tidak masuk akal memancing amarah masyarakat Indonesia. Hingga muncul berbagai protes dan kecaman dari netizens Indonesia untuk mendukung dan mencari keadilan bagi atlit yang sedang berjuang.

Kemarahan warganet tak terbendung. Akun instagram BWF menjadi sasaran pertama netizens indonesia menyuarakan tindakan unfair dari BWF. Bom komentar berjatuhan hingga akun tersebut di tutup kolom komentarnya. Merasa perjuangan masih nihil, netizens bergeser ke official akun all england. Hanya butuh waktu sekejap saja, akun tersebut tumbang. Akun cadangan yang mereka siapkan pun juga tak luput dari serbuan netizens, sampai akhirnya lenyap juga. Ditemukan di salah satu postingan allengland.official menuliskan “please dont report my account”, netizens seolah bersorak-sorai atas kemenangan ini. Pada akhirnya serbuan netizens ini dirasa berhasil setelah BWF mengirimkan surat permohonan maaf secara resmi kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia atas insiden yang terjadi di gelaran all england.

Hikmah yang dapat diambil dari kisah netizens Indonesia kali ini adalah semangat persatuan Indonesia yang benar-benar terasa nyata. Mereka seolah-olah menyingkirkan masalah pribadi terlebih dahulu, dan berbondong-bondong menyuarakan ketidak-adilan yang dirasakan oleh atlit Indonesia. Apapun latar belakang agama, ras, suku dan budaya jika sudah menyangkut harga diri bangsa, maka sila ke-3 Pancasila adalah pijakan bersama, yaitu persatuan Indonesia.

Apakah yang dilakukan netizens ini masuk dalam kategori jihad?, bagi penulis tentunya ini sebuah jihad yang nyata. Cara mengekspresikan jihad yang dilakukan netizens ini dirasa lebih baik dan jauh lebih elegan ketimbang bom bunuh diri segelintir orang dengan otak sumbu pendek tersebut. Adanya bom hanya akan menimbulkan kegaduhan dan ketakutan di masyarakat. Berbeda dengan perjuangan netizens kemarin, masyarakat justru menyambut turut serta dalam perjuangan tersebut dengan suka cita.

Sekali lagi jihad tidak melulu soal berperang dan pertumpahan darah. Berkembangnya zaman, model jihad yang dilakukan juga bisa beragam. Yang terpenting adalah bagaimana menguatkan sikap dalam mempertahankan harga diri dan kedaulatan bangsa serta mewujudkan tatanan negara yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur. Wallahu a’lam.

———– *** ————-

Rate this article!
Jihad Netizen Vs Bom Makassar,4.50 / 5 ( 10votes )
Tags: