Meraih Berkah Tingginya Animo Belanja Daring

JNE Turut Hidupkan ‘Lentera Timur’ dari Mati Suri Bisnis Belanja Perlengkapan Outdoor
Kota Surabaya, Bhirawa
Mendaki gunung menjadi aktivitas yang cukup diminati saat ini. Mulai dari gunung yang tingginya ratusan hingga ribuan meter di atas permukaan laut (mdpl). Tingginya animo mendaki ini mengerek bisnis penjualan perlengkapan outdoor. Salah satunya outlet ‘Lentera Timur’ milik Ahmad Haris Budiawan di Surabaya.
Saat Bhirawa bertandang di rumahnya, Budi, begitu ia biasa disapa, terlihat sibuk di ruang tamu. Di ruangan yang tak begitu besar itu, dipenuhi berbagai macam perlengkapan outdoor. Mulai tas ransel gunung (carrier), sepatu, tenda, celana, kaos, kompor, matras, sleeping bag, tali, hingga berbagai macam aksesoris ‘anak gunung’.
Malam itu, Budi sedang membungkus carrier yang dipesan pelanggan. Ia harus buru-buru mengemasnya, karena pelanggan ingin secepatnya barang pesanannya dikirim. Tak ingin mengecewakan, Budi pun akan mengirim barang malam itu juga, walaupun waktu sudah menunjukkan jam 9 malam. Beruntung, jasa pengiriman saat ini sudah ada yang memberikan pelayanan 24 jam.
“Bagi saya, kualitas pelayanan yang utama. Walaupun malam, harus saya kirim. Jasa pengiriman JNE di Jalan Diponegoro memberikan layanan 24 jam. Jadi tak masalah mau mengirim kapan saja,” ujar Budi, ditemui di rumahnya yang dijadikan outlet bernama ‘Lentera Timur’, Kamis (26/9).
Lelaki yang memiliki hobi mendaki gunung ini mengaku, belum lama mendirikan bisnis perlengkapan outdoor. Baru 2016 lalu. Awalnya, bisnis yang dijalankan menggunakan model pemasaran konvensional. Dari mulut ke mulut. Namun langkah yang Budi lakukan ini kurang tepat. Bisnisnya tidak bisa berjalan dan akhirnya mati suri.
Berbekal sisa tekadnya, Budi yang pernah mendaki Gunung Kerinci di Sumatera Barat, Gunung Lompobattang di Sulawesi Selatan, Gunung Semeru di Jawa Timur, Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat ini, lantas mengubah bisnisnya. Dari menjual menjadi menyewakan alat-alat kemping. Semua barang yang tersisa disewakan. Usaha Budi kali ini lebih sukses dibanding sebelumnya. Setahun omzetnya mencapai Rp45 juta.
Setelah persewaannya jalan, Budi kembali menjual barang-barang perlengkapan outdoor lagi. Belajar dari sebelumnya, ia mengubah model pemasaran dari konvensional beralih ke pemasaran daring yang tidak mengenal batasan wilayah. Wadah yang dimanfaatkannya adalah media sosial instagram dan facebook. Budi juga menjual lewat toko online seperti Tokopedia, Shopee dan Bukalapak.
“Sekarang bisnis saya jalan lagi. Meski belum besar, tapi setiap hari ada yang membeli. Omzet rata-rata Rp9 juta per bulan. Mayoritas pembeli dari belanja daring. Jika ada 10 pembeli, enam sampai tujuh orang berasal dari pembeli online. Saya mendapatkan berkah dari belanja daring ini,” ujar suami Wati Indriastuti ini.
Untuk pelanggan yang membeli produk di bawah Rp500 ribu, kata Budi, biasanya transaksi dengan cara transfer langsung. Tapi jika harga barang itu mendekati Rp1 juta atau lebih, pembeli memanfaatkan toko online. Sebab ada jaminan uang dikembalikan jika barang tidak kunjung datang.
Berkat penjualan dengan cara online ini, Budi mengaku mendapat pelanggan tidak hanya berasal dari Surabaya atau Jawa Timur saja. Tapi berasal dari luar provinsi bahkan luar pulau. Seperti dari Jawa Barat, Kalimantan dan Sulawesi.
Saat ini, ayah dari Lentera Maharani dan Bening Maharani ini masih menjadikan rumahnya yang beralamat di Jalan Banyu Urip Kidul, Gang VI, Nomor 35, Kelurahan Banyu Urip, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya sebagai outlet. Ke depan, Budi memiliki target bisa membangun outlet di pinggir jalan raya agar mudah diakses pembeli.
Mengenai pengiriman barangnya, Budi mengaku tidak pernah mengalami masalah. Jasa pengiriman sekarang ini sudah menjamur dan berlomba-lomba memberikan pelayanan yang profesional. “Kalau saya sering menggunakan JNE. Biayanya kompetitif dan pelayanannya bagus. Apalagi ada agen yang memberikan pelayanan 24 jam,” ujarnya.
Alasan lain yang membuatnya sering menggunakan jasa pengiriman JNE adalah status pengiriman barang yang selalu update. Bagi Budi, update pengiriman status ini sangat penting karena bisa melacak keberadaan barangnya sampai mana.
“Kadang ada pembeli yang was-was. Dia berulang kali tanya kok barangnya belum datang. Kalau status pengiriman barangnya selalu update, kami bisa informasikan ke pembeli sampai mana barangnya. Begitu pula pembeli bisa mengecek resinya. Jadi kami bisa menjaga kepercayaan pembeli,” tuturnya.
Meski pelayanan bagus, Budi memiliki masukan bagi JNE. Yaitu soal biaya pengiriman antara agen besar dengan agen kecil yang berbeda-beda. “Sebaiknya biaya antara agen satu dengan agen lainnya sama. Saat ini ada agen yang biayanya lebih murah dan ada agen yang lebih mahal walaupun dalam satu kota,” tandasnya.

Lakukan Penyesuaian Tarif
Banyaknya pemilik outlet yang memanfaatkan toko online dan media sosial sebagai sarana pemasarannya seperti Budi, mendongkrak pertumbuhan bisnis logistik di Jawa Timur. Pada 2018 lalu bisnis sektor ini mengalami kenaikan mencapai 8 sampai 10 persen. Sementara pada 2019 ini diperkirakan tumbuh 10 hingga 15 persen.
Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jawa Timur, Ardito Soepomo, barang hasil transaksi online berkontribusi sebesar 30 hingga 40 persen dari total pengiriman. “Tumbuh suburnya bisnis berbasis digital yang direspons positif masyarakat, meningkatkan volume peningkatan pengiriman barang yang signifikan,” ujarnya.
Ardito mengatakan, Lebaran dan momen akhir tahun menjadi berkah bagi pelaku bisnis logistik. Bahkan khusus momen akhir tahun, tren kenaikannya cukup tinggi bisa mencapai 60 hingga 100 persen. Faktor utama kenaikan itu adalah adanya kegiatan yang dilakukan pelaku e-commerce.
“Ada beberapa kegiatan yang dilakukan para pelaku e-commerce. Seperti promo Harbolnas atau Hari Belanja Online Nasional yang jatuh pada 12 Desember. Lonjakan pengiriman ini biasanya terjadi H-10 Natal dan tahun baru,” ungkapnya.
Sementara itu, Vice President of Marketing JNE, Eri Palgunadi mengatakan, agar dapat terus mempertahankan kualitas pelayanan kepada pelanggan, JNE terpaksa melakukan penyesuaian tarif pada 21 Maret 2019 lalu. Kenaikan itu berlaku untuk pengiriman paket dengan kota asal maupun tujuan ke beberapa wilayah selain Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) dalam service Regular, OKE dan YES. Rata-rata kenaikan sekitar 19 persen.
“Selama tiga tahun terakhir, baru kali ini JNE melakukan penyesuaian tarif. Tujuannya demi mempertahankan dan terus meningkatkan kualitas pelayanan, serta melanjutkan inovasi maupun pengembangan diberbagai bidang. Keputusan ini telah melalui pertimbangan matang agar dapat memberikan hasil terbaik dalam semangat tagline ‘Connecting Happiness’ bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurut Eri, JNE terus melakukan inovasi melalui strategi distribusi yang efektif. Caranya dengan memaksimalkan penggunaan moda transportasi udara, darat maupun laut dalam mengirimkan paket. Begitu pula dalam hal teknologi informasi seperti managemen cloud, juga ditingkatkan agar dapat terus meningkatkan kapasitas pengiriman secara konsisten setiap tahun sebesar 30 persen.
“Dalam bidang infrastruktur, selain jaringan yang terus ditambah, Mega Hub yang dapat menangani hingga 1 juta paket per hari saat ini juga sedang berjalan. Targetnya programnya akan rampung pada akhir 2019,” pungkasnya.
Sedangkan Deputi Regional Manager Pelayanan Pelanggan PT Pelindo III Surabaya, Dany Rahmad Agustian mengatakan, potensi bisnis logistik di Kota Surabaya cukup besar. Dari data 2018, total kontainer yang masuk di Jawa Timur sebanyak 2.789.000 tius. Dari jumlah itu, 26,78 persen ada di Kota Pahlawan. Sisanya dibagi dibeberapa daerah mulai Gresik, Mojokerto, Jombang, Malang hingga Pasuruan.
“Besarnya potensi bisnis logistik di Surabaya ini membuat beban jalan menjadi masalah tersendiri. Contohnya di Jalan Margomulyo yang sangat krodit lalu lintasnya dengan kendaraan-kendaraan besar. Untuk mengurai masalah ini harus ada koordinasi semua pihak. Baik dengan pemkot, pemprov dan Pelindo,” tandasnya. [zaenal ibad]

Tags: