Jokowi dan Telikungan Kartelisasi Politik

Agung Saras Sri Widodo SSos MAOleh:
Agung SS Widodo, MA
Penulis adalah Peneliti Sosial-Politik Institute For Research and Indonesian Studies (IRIS)

Keputusan mendadak Presiden Joko Widodo yang menginginkan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri baru menggantikan Jenderal Polisi Sutarman menuai kritik tajam dari pelbagai kalangan. Kejadian ini tak urung telah memicu kartelisasi politik dalam Pemerintahan Joko Widodo. Budi Gunawan memiliki rekam jejak sebagai ajudan Megawati semasa beliau menjabat sebagai Presiden, pun dalam waktu yang hampir bersamaan Joko Widodo juga melantik 9 (sembilan) anggota Wantimpres yakni Rusdi Kirana (PKB), Sidarto Danusubroto (PDI P), Hasyim Muzadi (NU), Yusuf Kartanegara (PKPI), Subayo HS (Hanura), Jan Darmadi (Nasdem), Soeharso Manuarfa, Sri Adiningsih, dan Abdul Malik Fajar.
Dalam kasus ini tampak sekali politik kepentingan masih menjadi panglima dalam mengurus negara. Realitas atas dinasti-dinasti politik baik yang dibangun atas dasar kedekatan kekerabatan (hubungan darah) maupun kedekatan secara personal masih mendominasi praktek politik di negara ini.
Realitas politik ini sebenarnya bisa menjadi cerminan (kaca benggala) atas blunder politik yang dilakukan oleh elite partai politik dibelakang Presiden Joko Widodo, bahwa partainya berjanji akan menghadirkan bentuk pemerintahan yang profesional dan independen. Niatan tersebut sudah barang tentu menjadi harapan yang harus direalisasikan, namun demikian, fakta tidak seindah yang terucap.
Penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri dan pembentukan Wantimpres yang banyak melibatkan tokoh elit partai politik sedikit banyak telah mengkhianati janji atas bentuk pemerintahan yang profesional dan tidak terjebak oleh campur tangan para elite (pimpinan) partai.
Presiden Joko Widodo dalam konteks ini harus segera mengambil sikap agar tidak mengesankan sikap profesionalisme yang setengah hati. Publik saat ini mulai menilai dan mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak mengakomodir suara rakyat, pun hal ini juga diperkuat dengan berbagai temuan dan rekam jejak atas orang-orang yang nantinya akan diangkat sebagai pejabat negara.
Selama ini yang menjadi persoalan atas penyelenggaraan pemerintahan yakni tidak adanya keberanian untuk independen dari segala campur tangan para elite partai politik. Politik balas budi seolah-olah menjadi keharusan sebagai tanda terima kasih, namun celakanya, perspektif ini tak urung telah masuk dalam ranah penyelenggeraan pemerintahan negara sehingga praktek KKN pun menjadi keniscayaan.
Indonesia telah memasuki era baru demokrasi, pun publik juga mempercayai hal tersebut semenjak Joko Widodo berhasil menerima mandat sebagai Presiden RI. Ada harapan pada pundak presiden terpilih sekaligus menjadi beban karena mewujudkannya tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi inilah jalan yang harus dilewati demi membangun negara yang sejahtera, mandiri, bebas dari korupsi, dan mengubur dalam-dalam praktek KKN.
Program Nawacita yang ditawarkan oleh Presiden Joko Widodo sebenarnya merupakan keniscayaan yang seharusnya bisa diwujudkan dengan dedikasi, profesionalisme, maupun independensi. Pemerintah harus segera keluar dari jebakan politik balas budi atas partai politik yang selama ini cenderung mengkerdilkan kinerja pemerintahan dalam mengeluarkan kebijakan yang pro rakyat. Negara jangan dijadikan sebagai eksperimen partai politik untuk memuaskan segala keinginannya atas sesuatu. Profesionalisme menjadi kata kunci bagi pemerintahan Joko Widodo agar tidak menyimpang dari tugas untuk mengawal aspirasi dan kepentingan publik.
Jujur, dalam kurun waktu kurang lebih tiga bulan pasca pelantikannya sebagai Presiden, Joko Widodo telah menghadapi banyak cobaan, pun yang sangat mengharukan, sebagian besar publik terus memberikan optimisme dan harapan atas pemerintah. Ini artinya apa, publik telah memberikan mandat dan kepercayaan sepenuhnya kepada Presiden Joko Widodo untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri, sejahtera, berpendidikan tinggi, dan berjaya di kancah internasional.
Peribahasa mengatakan tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan pemerintahan saat ini. Namun demikian, ada satu hal yang tidak boleh dikhianati yakni profesionalisme dan independensi, dan tugas Presiden Joko Widodo beserta kabinet nya untuk memastikan bahwa pemerintahannya bersih dari kepentingan politik manapun.

                                                  ——————— *** ——————–

Tags: