JPS : Solusi Dampak Covid-19

Oleh :
Ng. Tirto Adi MP
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur

Persebaran Covid-19 (pagebluk korona) benar-benar meluas. Pertumbuhannya begitu eksponensial. Bagaimana tidak, sejak diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020, ada dua orang yang positif terjangkit virus korona, kini telah mencapai 7.775 positif (Bhirawa, 24 April 2020). Dari jumlah tersebut, 960 orang dinyatakan sembuh dan 647 orang meninggal. Dan itu belum termasuk PDP (pasien dalam pengawasan) dan ODP (orang dalam pemantauan).
Pemerintah telah menerapkan beragam strategi untuk menahan persebaran Covid-19, mulai dari test, treat, isolate, maupun contact tracing. Test berdasarkan data dari situs Kemenkes RI, belum menampakkan capaian yang menggembirakan. Padahal hasil tes penting untuk mengetahui peta dan kondisi riil persebaran virus, untuk merumuskan kebijakan, apakah harus lockdown parsial, karantina wilayah atau physical distancing. Korea Selatan dan Hongkong, sebagai contoh, masih menduduki posisi teratas dengan kemampuan 20 ribu tes per hari. Inggris juga berupaya meningkatkan kemampuannya hingga 20 ribu spesimen per hari. Malaysia dalam kemampuan tesnya telah mencapai 7.000-an spesimen per hari.
Jubir pemerintah dalam penanganan Covid-19, Ahmad Yurianto menyatakan, dengan adanya 38 laboratorium yang disiapkan, seharusnya kemampuan Indonesia dapat mencapai 5.000-an spesimen per hari, tapi itu belum dilakukan secara optimal. Untuk isolate dan treat, Indonesia telah membangun fasilitas di Wisma Atlet dan Pulau Galang dengan baik. Sedangkan, pelaksanaan contact tracing masih harus dengan keras diupayakan efektifitasnya. Kasus mudik ribuan orang dari Jabodetabek yang tidak ada pembatasan transportasi umum, beberapa waktu lalu, jelas dapat menyulitkan penanganan Covid-19.
Untuk itulah, pada 31 Maret 2020 lalu, pemerintah mengeluarkan tiga paket regulasi terkait penanganan Covid-19. Pertama, Keppres RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Latar belakang keluarnya Keppres ini dipicu oleh penyebaran Covid-19 yang bersifat luar biasa (extraordinary) dengan ditandai jumlah kasus dan/atau jumlah kematian yang meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara yang berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta kesejahteraan masyarakat.
Kedua, PP RI Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Keluarnya PP ini merujuk pada UU RI Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pilihan kebijakan untuk daerah tertentu yang terinfeksi Covid-19 adalah PSBB. PSBB, sebagaimana tersurat dalam pasal 1 PP RI 21-2020 adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Covid-19. Pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten/kota) termasuk Ketua Gugus Penanggulangan Covid-19 dapat mengusulkan PSBB terhadap wilayah tertentu dengan berbagai pertimbangan untuk kemudian mendapatkan ijin persetujuan dari Menteri Kesehatan.
Ketiga, Perppu RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonimian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Implikasi dari pandemi Covid-19 berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan. Upaya pemerintah melakukan penyelamatan kesehatan dan perokonomian nasional adalah dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (SSN, social safety net) serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak.
Jaring pengaman sosial sebagai program pemerintah disalurkan melalui PKH (Program Keluarga Harapan), Kartu Sembako, dan Kartu Prakerja yang disalurkan per April 2020. Sebelumnya, bansos (bantuan sosial) ini diberikan kepada KPM (keluarga penerima manfaat) per tiga bulan. Sistem penyaluran melalui anggota Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara), seperti PT Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank Negara Indonesia, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Jangkauan PKH diperluas dari 9,2 juta KPM menjadi 10 juta KPM dan nilainya ditambah 25 persen. Alokasi anggaran Rp 37,4 triliun. Pengambilan PKH selain melalui ATM juga dapat mencairkan bantuan pada agen-agen Laku Pandai Himbara.
Sedang, alokasi anggaran Kartu Sembako Rp 43,6 triliun dari semula 15,2 juta KPM menjadi 20 juta KPM. Nilainya naik dari Rp 150.000 menjadi Rp 200.000 per keluarga per bulan. Penerima Kartu Sembako, menurut Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kemensos, Asep Sasa Purnama, menyasar keluarga desil 1 (rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan sampai 10 persen terendah di Indonesia) dan desil 2 (10-20 persen terendah) di seluruh Indonesia serta desil 3 (20-30 persen) dari wilayah dan daerah zona merah Covid-19.
Sementara itu, Kartu Prakerja, dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Jumlah KPM menjadi 5,6 juta orang terutama untuk pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19. Nilai manfaatnya sebesar Rp 650 ribu sampai Rp 1 juta per bulan selama 4 bulan ke depan (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, 31 Maret 2020). Kelompok penduduk miskin yang mendapat bantuan langsung lewat PKH, Kartu Sembako, dan Kartu Prakerja sebagaimana terurai di atas datanya diambil dari Basis Data Terpadu (BDT) kesejahteraan sosial. Agar jaring pengaman sosial yang disiapkan pemerintah dengan dana ratusan triliun rupiah tersebut benar-benar efektif, tentu pendataan yang valid dan akurat menjadi kunci di samping penyalurannya yang cepat dan tepat sasaran.
Selain ketiga instrumen SSN di atas, pemerintah juga menerapkan kebijakan relaksasi terhadap dunia usaha utamanya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar tetap beroperasi dan mampu menjaga penyerapan tenaga kerja.
Untuk menjaga keberlangsungan hidup masyarakat saat pandemi korona ini, pemerintah juga menggratiskan dan memberikan keringanan/diskon terhadap tarif listrik, melakukan antisipasi terhadap kebutuhan pokok, dan keringanan pembayaran kredit, terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah itu dimaksudkan agar gerak nadi kehidupan masyarakat tetap berlangsung, kendati Covid-19 memberikan dampak serius terhadap seluruh sendi-sendi kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karenanya, penyaluran SSN itu harus benar-benar cepat dan tepat sasaran agar masyarakat tetap tegar dalam menghadapi pagebluk korona yang mematikan itu. Bukankah begitu?
————- *** ————-

Rate this article!
Tags: