Jumlah Peternak Ayam Ras Turun, Harga Rentan Naik

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, tercatat 3,5 juta rumah tangga di Jatim memelihara ayam kampong atau ayam ras. Berdasarkan Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga yang berternak ayam kampung menurun drastis, hanya tinggal 1,9 juta. Kondisi ini membuat harga daging ayam ras rentan naik.
Meskipun jumlah peternak berkurang namun  jumlah produksi ayam di Jatim dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.  Dari data Disnak Jatim pada tahun 2014 untuk ayam buras sebanyak 34 juta ekor. Begitupula dengan ayam petelur, 2014 mencapai 41 juta ekor, dan ayam pedaging pada 2014 naik signifikan menjadi 179 juta ekor.
Kepala Badan Statistik (BPS) Jatim, Sairi Hasbullah. Sairi menjelaskan, mereka yang berternak ayam kampung, sebagian besar adalah rumah tangga di pedesaan. Di Jatim sendiri, jumlah rumah tangga pedesaan mencapai 5 juta keluarga.
“Jadi, kalau dulu ada 3,5 juta rumah tangga yang memlihara ayam kampung, itu berarti dari 10 rumah, 6 rumah punya ayam kampung,” kata Sairi, Senin (14/9).
Menurut Sairi, hilangnya hampir 2 juta rumah tangga peternak ayam kampung berimbas pada rentannya harga ayam ras, yang hari ini menjadi konsumsi utama masyarakat. Ia berasumsi, kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Jatim, tapi juga di daerah lainnya di Indonesia.
“Jadi kalau dulu rumah tangga kelas bawah mau kenduri, mereka motong ayam sendiri. Sekarang, mereka harus beli. Apa efeknya? Hal itu menjadikan harga ayam ras sensitif karena demand-nya tinggi,” kata Sairi.
Di lain sisi, Sairi menyampaikan, terjadi polarisasi peternak ayam ras. Ia merinci, jika pada 2003 jumlah peternak ayam ras 27 ribu peternak, maka pada 2013 hanya tersisa 10 ribu peternak, atau berkurang 17 ribu peternak. Padahal, kata dia, produksi ayam ras dari tahun ke tahun tidak berkurang.
Sairi menekankan, hal itu menjadi salah satu penyebab harga ayam ras selalu fluktuatif. Sairi berpendapat, secara drastis jumlah peternak ayam ras dan rumah tangga peternak ayam kampung, dipengaruhi secara kuat oleh gelombang isu flu burung yang pernah melanda Indonesia.
“Waktu itu ada ketakutan luar biasa terhadap flu burung. Sejak saat itu, terjadi penurunan drastis peternak ayam, dan sampai sekarang belum recoverd (pulih),” kata dia.
Menurut Sairi, pada satu sisi, terjadi ketakutan di tengah masyarakat untuk memelihara ayam. Sementara di lain sisi, pemerintah juga tidak punya kewenangan untuk memaksa masyarakat berternak ayam. Meski begitu, ia berpendapat, jika ingin masalah fluktuasi harga ayam ras teratasi, jawabannya adalah dengan menghidupkan kembali budaya berternak ayam di tengah masyarakat.
Sementara, Dinas Peternakan Jatim menengarai kalau adanya perubahan dari cara tradisional menuju bisnis yang mempengaruhi berkurangnya peternak ayam. “Saat ini, lebih banyak peternak yang mengarah pada kemitraan. Kalau dulu memang beternak belum sebagai usaha sampingan, kalau sekarang lebih mengarah ke bisnis,” kata Kepala Disnak Jatim melalui Kabid Kesmavet drh Kusnoto. [rac]

Tags: