Juni, Pemkot Mulai Larang Penjualan Miras

Pemkot Surabaya, Bhirawa
Pemkot Surabaya saat ini membatasi penjualan minuman keras (miras) beralkohol kadar tinggi berupa bir. Namun untuk tiga bulan setelah Perda Miras disahkan rencananya Maret ini, pemkot bakal melarang miras dijual di tempat sembarangan.
Kabag Humas Pemkot Surabaya Moh Fikser mengatakan peredaran miras sebenarnya sudah diatur secara jelas dan tegas dalam Perda Pariwisata. Biasanya aturannya sudah melekat dengan tempat-tempat yang telah ditentukan.
”Pemkot akan ikut ketentuan itu dan akan ikut menegakkan perda tersebut,” jelasnya, Rabu (5/3).
Setidaknya menurut Fikser perda yang mengatur soal itu akan disahkan Maret ini dan larangannya diberlakukan sekitar Juni mendatang.
Target ini terus dibahas komisi B DPRD Surabaya, kini pembahasannya sudah memasuki tahap penyelesaian, sebab masukan dari pakar hukum Unair, pihak kepolisian, jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Surabaya sudah dimintai pendapatnya.
”Semua elemen kota sudah kami ajak bicara soal tersebut. Kami akan mengesahkan Perda Inisiatif dewan ini paling lambat akhir  Maret ini juga. Dengan demikian pemberlakukan larangan bir atau miras dijual di sembarang tempat atau di warung-warung sudah bisa diterapkan Juni mendatang,” ungkap Blegur Prijanggono, Anggota Komisi B yang juga Ketua Pansus perda tersebut.
Menurutnya, larangan penjualan bir di sembarang tempat sengaja dilakukan tiga bulan setelah perda disahkan karena untuk memberikan kesempatan kepada penjualan miras dan distributornya untuk menarik penjualannya. Penarikan dalam kurun waktu tiga bulan dinilai dewan sudah cukup.
Namun, lanjutnya, setelah tiga bulan berikutnya semua warung, toko, supermarket dan sejenisnya sudah dilarang menjual miras apa pun sekalipun dengan kadar alkohol rendah. Bahkan, hotel berbintang minimal hotel bintang tiga yang diperbolehkan berjualan yang lokasinya tidak bersebelahan dengan sekolah dan masjid. “Itu ketentuannya, dan tidak bisa diganggu gugat,” ujarnya.
Selama ini, lanjutnya, minuman ini nantinya hanya diperbolehkan dewan hanya bisa dijual di hotel bintang 3, 4 dan 5, restoran serta bar. Namun, kalau hotel dan restoran itu berdekatan dengan sekolah, penjualan miras tetap dilarang. “Kami tidak main-main lho, sanksi bagi pelanggarnya akan dipenjara 6 tahun atau denda Rp 50 juta,” jelasnya.
Dia juga menambahkan, dalam raperda yang saat ini sedang dibahas di gedung DPRD Surabaya, bagi penjual minuman beralkohol sekelas bir penjualnya wajib bayar retribusi. Utamanya tempat penjualan alkohol golongan A yang birnya memiliki metanol 1-5%, golongan B dengan kadar metanol 5-20% dan golongan C dengan kadar metanol 20-55%.
”Kalau penjualnya menolak bayar retribusi,  tempat usahanya kami rekom untuk ditutup saja. Ketentuan ini masuk dalam sanksi bagi pelaku pelanggarannya. Jadi, siapa pun pelanggarnya tidak bisa ditoleransi,” jelasnya.
Dia juga menambahkan, larangan itu sedang digodok di dewan dalam minggu-minggu ini dan dewan pastikan bir nantinya tidak bisa dijual di sembarangan tempat. Sebab, bir belakangan digunakan kawula muda sebagai campuran minuman keras yang diberi nama cukrik.
Langkah ini dilakukan dewan, karena saat ini semakin banyak korban miras jenis cukrik di Surabaya dan sampai sekarang masih belum terkontrol secara baik. Tidak terkontrolnya peredaran miras itu menjadi tolak ukur yang dapat dijadikan patokan, bahwa  sampai sekarang masih banyak miras lolos dari pengawasan Pemkot Surabaya.
Karena itu, lanjutnya, kalangan DPRD Surabaya berharap perlunya pemberian label terhadap miras yang boleh masuk ke Kota Surabaya. Baik itu untuk label minuman alkohol dengan kadar alkohol yang rendah atau tinggi. [dre]

Tags: