Kab.Nganjuk Gelar Kirab Pusaka Ki Ageng Ngaliman

Prosesi kirab pusaka milik Ki Ageng Ngaliman diawali dari gedong pusoko hingga mengelilingi desa, sebagai khasanah budaya bangsa.(ristika/bhirawa)

Prosesi kirab pusaka milik Ki Ageng Ngaliman diawali dari gedong pusoko hingga mengelilingi desa, sebagai khasanah budaya bangsa.(ristika/bhirawa)

Nganjuk, Bhirawa
Seperti kembali ke masa lampau saat Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan, malam Jum’at Wage pada bulan Muharam (Syuro) di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan, gelap gulita tanpa nyala lampu. Seakan memasuki desa jaman kerajaan Mataram, dimana seluruh warga menyalakan obor sebagai penerang di depan rumah masing-masing.
Saat itulah serombongan orang berpakaian tradisional yang terdiri dari Subha Manggala (Cucuk Laku) para prajurit pasukan pembawa pusaka. Semuanya itu menggambarkan prajurit Kerajaan Mataram pada saat itu. Aroma dupa dan kembang setaman memenuhi setiap jalan diiringi sayup-sayup suara sholawat. Itulah suasana ritual keberangkatan kirab pusaka yang diawali dari Makam Ki Ageng Ngaliman ke utara sampai gerdon terus kembali lagi sampai akhirnya ke gedung pusaka berjarak sekitar 2,5 km.
Suasana sakral saat kirab pusaka, semakin bertambah manakala warga di masing-masing pedukuhan mengadakan selamatan, dengan suguhan jajanan pala kependem. Yaitu seperti ketela, ubi, garut, kacang tanah dan lain-lainnya.
Sedangakn pusaka yang dikirab berjumlah enam buah, sebagian banyak berupa wayang kayu. Kecuali Kyai Kembar yang berbentuk Cundrik Lar Bangao. Keenam pusaka itu ialah Kyai Bondan, Kyai Djoko Truno, Kyai Bethik, Kyai Kembar, dan Eyang Dukun serta Eyang Pandji.
Masyarakat sekitar mempercayai bahwa pusaka-pusaka itu banyak membawa tuah diantaranya untuk keberhasilan dunia pertanian dan juga berkah kesehatan. “Ritual kirab pusaka ini sudah dilakukan sejak nenek moyang kami dan turun temurun sampai sekarang,” jelas Kepala Desa Ngliman Kecamatan Sawahan, Imam Widodo.
Dituturkan Imam Widodo, konon ceritanya dulu kala ketika Desa Ngliman diserang wabah penyakit atau pagebluk termasuk tanaman pertaniannya. Banyak warga yang pagi sakit kemudian malamnya mati. Dalam kondisi itu Kyai Bondan dan Kyai Djoko Truno keliling desa dengan ditandai bunyi klintingan. “Karenanya, di daerah Ngliman dan sekitarnya, bayi atau anak-anak dilarang mengenakan klinting” tambah Imam Widodo.
Data yang dihimpun Bhirawa menyebutkan sebenarnya jumlah pusaka Ki Ageng Ngaliman cukup banyak tetapi ada yang dicuri orang sehingga yang ada di gedong pusaka saat ini hanya ada beberapa pusaka. Berdasarkan sejumlah nara sumber dari Desa Ngliman bahwa yang berada dan disimpan di gedong pusoko antara lain Kyai Srabat dan Nyai Endel, tetapi keduanya dikabarkan hilang tahun 1976. Kemudian Kyai Berjonggopati dan Kyai Trisula hilang tahun 1949. [ris]

Tags: