Kabupaten Probolinggo Diserang Virus Difteri

Warga-P.-Gili-Ketapang-Probolinggo-daerah-siaga-Difteri.

Warga-P.-Gili-Ketapang-Probolinggo-daerah-siaga-Difteri.

Probolinggo, Bhirawa
Wilayah Kabupaten Probolinggo dinyatakan mengalami serangan penyakit Difteri. Sepanjang Januari-Mei 2016, terjadi dua kasus, salah satu pasien bahkan meninggal dunia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo, wilayah ini pernah mengalami peningkatan signifikan pada 2011 dan 2012. Sebelumnya, pada 2010 tercatat 7 kasus, seluruh penderita dapat diselamatkan.
Tahun 2011, terdapat 26 kasus dengan tiga pasien meninggal dunia. Selanjutnya, pada 2012, terjadi 28 kasus, dengan dua pasien meninggal dunia. Pada 2013, sempat mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, hanya 10 kasus tanpa korban meninggal dunia.
Tren penurunan juga terjadi pada 2014, hanya tercatat empat kasus. Salah satu pasien di antaranya meninggal dunia. Tahun 2015 pun, kembali menurun. “Hanya ada tiga kasus dan selamat semua. Sementara pada semester pertama 2016, tercatat ada dua kasus. Salah satu pasien meninggal dunia,” kata Kadinkes Kab Probolinggo, Shodiq Tjahjono, Selasa (17/5).
Dua kasus yang terjadi pada 2016, di luar dugaan. Sebab, berada di wilayah yang berbeda. Kasus pertama, terjadi pada Januari lalu di wilayah Kecamatan Krucil. Berdasarkan uji laboratorium, hasilnya negatif. Sehingga masih bisa terselamatkan. Sedangkan pada korban difteri yang meninggal, terjadi di wilayah Desa Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih.
“Penyakit ini memang sangat mematikan. Karena masa inkubasinya sangat cepat. Hanya sekitar dua hingga tiga hari saja,” paparnya. Penularannya pun, juga sangat cepat. Dari kontak fisik pun, dapat menular. Sehingga orang yang sering berinteraksi dengan penderita, menjadi sangat rentan. “Kasus pasien difteri yang meninggal, dilaporkan pada kami pada 28 April lalu. Oleh pihak RSUD Dr Moch Saleh, tempat pasien dirawat. Saat itu kondisinya masuk stadium akut,” tandasnya.
Begitu mengetahui keadaan tersebut, Dinkes langsung bertindak cepat. Dengan memberikan Anti Difteri Serum (ADS), berupa profilaxis. Terutama pada keluarga korban yang tinggal serumah, serta tetangga kanan kirinya.
Pasca meninggalnya pasien difteri asal Pulau Giliketapang, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat pun meningkatkan kewaspadaan. Pasalnya, penyakit dengan penyebaran sangat cepat tersebut berpotensi mengancam sekitar 10 ribu jiwa warga pulau nelayan itu. Apabila tidak segera ditangani, akibatnya bisa fatal.
Sebelumnya, pencegahan terhadap orang terdekat yang berinteraksi dengan korban telah diberi vaksin penangkal. Tetapi itu belum cukup sebab potensi penyebaran penyakit ini sangat besar. Harus dilakukan outbreak response imunitation (ORI). Tindakan tersebut, merupakan prosedur standar dalam memutus mata rantai penyebaran difteri.
“Untuk pencegahan optimal, kami lakukan imunisasi menyeluruh. Penduduk pulau tersebut, mulai dari bayi hingga orangtua. Bahkan petugas medis yang bertugas di sana pun harus diimunisasi juga,” papar dr Shodiq Tjahjono.
Imunisasi tersebut akan dilakukan sebanyak tiga kali, dengan rentang waktu tertentu. Tahap pertama, dilakukan bulan ini, setelah kejadian. Daya tahan vaksin ini, sekitar 3 bulan. Tahap kedua, dilakukan Juli. Vaksin ini mampu bertahan setidaknya selama 6 bulan. Dan tahap ketiga, dilakukan Desember 2016. “Yang terakhir ini, vaksin mampu bertahan setidaknya hingga 25 tahun ke depan,” ujar Shodiq.
Terkait “gawe besar” tersebut, Shodiq mengaku, telah meminta izin Bupati Puput Tantriana Sari melalui nota dinas, Senin (9/5) lalu. Begitu pula untuk suplai vaksin yang dibutuhkan, Dinkes telah berkomunikasi dengan Dinkes Provinsi Jatim, untuk mendapatkan back up vaksin untuk warga Giliketapang, terangnya.
Tenaga medis yang disiagakan untuk imunisasi ini berjumlah 40 orang dengan bantuan 30 kader. “Setidaknya dapat dilaksanakan selama 3 hari saja. Mekanismenya, pelayanan imunisasi akan dibagi menjadi 5 pos. Untuk mengakomodasi sekitar 10 ribu penduduk Giliketapang,” tambahnya. [wap]

Tags: