Kabupaten/Kota Diperbolehkan Berikan Dana Hibah untuk SMA/SMK

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Keinginan kabupaten/kota untuk memberikan dana hibah untuk operasional SMA/SMK  akhirnya terkabulkan. Mengingat pasca dialihkannya pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke Pemprov Jatim, pemkab dan pemkot di Jatim khawatir biaya sekolah mahal, dan angka anak putus sekolah tinggi.
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo meminta pemkab/pemkot dengan APBD tinggi bisa ikut andil dalam membiayai SMA/SMK agar bisa meringankan beban siswa dan mewujudkan sekolah gratis. Karena aturan Mendagri sudah keluar dan mengizinkan pemberian bantuan SMA/SMK dengan dana hibah. Dana tersebut diserahkan ke sekolah tanpa harus melewati Pemprov Jatim. Bahkan data by name by address untuk bantuan kepada siswa sudah siap.
“Dengan adanya regulasi tersebut maka pemkab/pemkot dengan APBD tinggi yang dulu telah memprogramkan sekolah gratis, saat ini bisa merealisasikannya.  Bantuan pemkab/pemkot sangat meringankan beban siswa SMA/SMK dengan begitu sekolah gratis bisa diwujudkan,” ujarnya, Rabu (25/1).
Sementara Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Suli Da’im mengatakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Thjahjo Kumolo akhirnya mengeluarkan Permendagri No 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumberkan dari APBD. Dengan begitu, kabupaten/kota dapat memberikan dana hibahnya ke Pemprov Jatim yang nantinya didistribusikan ke sekolah-sekolah atau ke sekolahnya langsung.
“Kabupaten/kota boleh memberikan dana hibah. Terserah diberikan ke Pemprov Jatim terus didistribusikan ke sekolah-sekolah, atau langsung ke sekolah masing-masing,” ujar Suli.
Dengan pengalihan SMA/SMK ke Pemprov Jatim diharapkan ada pemerataan pendidikan. Mengingat kemampuan APBD di tiap kabupaten/kota berbeda-beda, sehingga ada yang gratis dan tidak gratis. “Dengan pengelolaan oleh provinsi, maka pendanaannya semua dari Pemprov Jatim. Pendidikan di daerah akan merata,” katanya.
Meski ada danah hibah dari daerah, para murid tetap ditarik Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) sesuai ketetapan pemerintah. Hal ini harus dilakukan karena kemampuan APBN, dan APBD provinsi belum mampu semua mengkaver biaya pendidikan, alias gratis seluruhnya.
“Maka langkah pemerintah adalah meminta wali murid untuk turut serta memberikan sumbangan untuk pendidikan. Sementara dana hibah untuk operasional sekolah,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Kepala Dinas Pendidikan Jatim Saiful Rahman mengatakan  standar SPP SMA di Surabaya adalah Rp 135 ribu. Namun, dibulatkan menjadi Rp 140 ribu sesuai dengan kebutuhan sekolah, tapi tetap  harus sesuai dengan persetujuan komite sekolah. “Namun, juga bisa turun apabila sekolah itu merasa cukup dari anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang didapatkan dari pusat,” jelasnya.
Penentuan SPP ini berdasarkan penghitungan kebutuhan dalam setahun. Di SMAN Surabaya misalnya, kebutuhan opersional dalam setahun mencapai Rp 3 juta per siswa. “Jika mendapatkan BOS sebesar Rp 1,4 juta setahun, maka kekurangannya mencapai Rp 1,6 juta. Dengan demikian, SPP ditarik Rp 135 ribu,” tuturnya.
Sedangkan, iuran SPP SMK. Misalnya untuk SMK keahlian atau teknik di Surabaya SPP-nya mencapai Rp 215 ribu per bulan. Dengan memperhitungkan kebutuhan siswa teknik sampai Rp 4 juta, kemudian dikurangi dengan BOS Rp 1,4 juta akhirnya ditemukan angka Rp 215 ribu per bulan. “Kebutuhan SMK teknik biasanya lebih banyak untuk pembayaran listrik dan lain-lainnya karena pada saat praktik banyak peralatan menggunakan listrik, misalnya teknik elektro, mesin bubut, dan lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, SPP pada SMK non teknik seperti bisnis dan managemen anggarannya tidak sebesar SMK teknik. Maka besaran SPP-nya pun lebih rendah yakni hanya Rp 175 ribu per bulan per siswa. “Kebutuhan praktik SMK non teknik paling-paling seperti SMA, karena praktiknya seperti jurusan bisnis, manajemen dan akuntansi hanya membutuhkan tabel komputer saja,” paparnya. [cty]

Tags: