Kades Tulungagung Wadul Dewan Tolak Lonjakan Kenaikan NJOP

Ratusan kepala desa se-Tulungagung menaiki tangga menuju Ruang Graha Wicaksana di lantai II Kantor DPRD Tulungagung, Kamis (4/3). Sebagian dari mereka akhirnya hanya dapat mengikuti hearing dari luar Ruang Graha Wicaksana karena kapasitas ruangan yang tidak mencukupi.

Tulungagung, Bhirawa
Setelah beberapa waktu lalu menolak kenaikan pajak bumi bangunan (PBB), ratusan kepala desa se-Tulungagung yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Desa (AKD) Tulungagung mendatangi kantor DPRD Tulungagung dengan maksud yang sama, Kamis (4/3). Bahkan mereka pun menolak juga kenaikan nilai jual objek pajak (NJOB) yang melonjak tajam.

“NJOP tahun 2021 saat ini naik antara delapan sampai 13 kali lipat. Kenaikan ini tentu sangat memberatkan warga, apalagi masih ditengah pandemi Covid-19,” tandas Ketua AKD Tulungagung, M Sholeh, usai hearing di Ruang Garaha Wicaksana Kantor DPRD Tulungagung, Kamis (4/3).

Ia juga menegaskan jika sampai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tulungagung tetap nekat melakukan kenaikan NJOP dan PBB pada tahun ini, para kepala desa se-Tulungagung tidak akan mengambil SPPT (surat pemberitahuan pajak tahunan) di kecamatan. Bapenda dipersilakan untuk menggaet pihak ketiga dalam pemungutan pajak tersebut.

“Monggo kalau tetap mau dinaikkan. Pungut (pajak) sendiri atau ditenderkan. Kami bukannya boikot . Kami ajak koordinasi dan ini untuk memperjuangkan rakyat,” paparnya.

Sholeh berharap untuk tarif PBB dan NJOP pada tahun 2021 tetap sama dengan tahun 2020. “Ini lagi pandemi. Ekonomi sulit. Makanya jangan otak-atik PBB dan NJOP. Maksudnya jangan dinaikkan,” tandasnya lagi.

Soal ruang dialog atau pertemuan kembali yang ditawarkan oleh Bapenda Kabupaten Tulungagung, Sholeh menyatakan sudah tertutup. Apalagi ketika usai pertemuan bersama Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo, di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso tidak ada tindak lanjutnya. “Menolak kenaikan tarif PBB dan NJOP itu sudah final. Tidak ada pertemuan lagi,” ucapnya.

Sebelumnya, Kepala Bapenda Kabupaten Tulungagung, Endah Inawati, berencana melakukan evaluasi dengan tututan para kades se-Tulungagung itu. Ia pun menyatakan akan membicarakannya secara internal. “Sudah ini kami akan lapor ke bupati dulu,” katanya.

Endah kembali menandaskan jika kenaikan tarif PBB dan NJOP merupakan hasil kajian dari UGM terkait pemutakhiran zona nilai tanah. Terlebih sejak tahun 2014 sampai sekarang belum ada kenaikan nilai tanah di Kabupaten Tulungagung.

Ia mengakui jika dalam kajian bersama UGM tidak melibatkan kepala desa. “Yang terlibat camat serta kasipem. Mereka yang memetakan wilayahnya masing-masing,” bebernya.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Tulungagung, Asrori, mengatakan Komisi C merekomendasikan pada Bapenda Kabupaten Tulunaggung menyelesaikan masalah kenaikan NJOP ini dengan kajian yang benar. “Apa sudah sesuai dengan harga yang di lapangan. Masalah ini harus segera terselesaikan,” tegasnya.

Asrori menyebut jika tarif PBB yang akhirnya hanya naik 25 persen tidak terlalu dipermasalahkan oleh para kepala desa. Kini yang menjadi permasalahan serius adalah kenaikan NJOP yang naik signifikan.

“Kenaikan NJOP ini berpengaruh pada transaksi jual beli tanah. Bisa-bisa pajaknya (BPHTB) lebih mahal dari harga tanahnya sendiri akibat kenaikan NJOP yang naik drastis,” tuturnya serius.

Ia berpendapat saat ini belum tepat waktunya untuk menaikkan tarif PBB dan NJOP. Semestinya kenaikan pajak dilakukan secara berkala dengan prosentase yang wajar. Bukan naik secara interval sekaligus.

“Secara pribadi ada kenaikan pajak saat ini kurang setuju karena situasinya kurang tepat. Apalagi kami di Komisi C DPRD Tulungagung tidak pernah diajak bicara,” pungkasnya. [wed]

Tags: