Kadung Rata dengan Tanah, Cagar Budaya Tempat Bung Tomo Pidato Dibongkar

hari-kebebasan-pers

hari-kebebasan-pers

Surabaya, Bhirawa
Bangunan cagar budaya berupa rumah eks radio perjuangan yang merupakan lokasi Bung Tomo berpidato saat perjuangan kemerdekaan 10 November 1945 di Jl. Mawar 10-12, Tegalsari, dibongkar rata dengan tanah tanpa sepengetahuan Tim Cagar Budaya Kota Surabaya dan izin Pemkot Surabaya.
Padahal di depan rumah tersebut terdapat prasasti yang bertuliskan Bangunan Cagar Budaya dengan tanda resmi dari Dinas Kebudayaan dan pariwisata kota Surabaya per tahun 2008. Dengan demikian pemilik rumah yang melakukan pembongkaran dipastikan melanggar hukum.
“Saya sudah melakukan bongkaran bangunan ini sejak 23 hari. Sebelumnya rumah utuh,” kata salah seorang yang menjadi mandor pembongkaran, Nadir, saat ditemui wartawan di Surabaya, Selasa (3/5) kemarin.
Pembongkaran cagar budaya penting ini tak pelak memancing keprihatinan berbagai pihak. Pemerhati bangunan cagar budaya, Kuncarsono, mengaku sempat kaget pada saat lewat Jalan Mawar, ternyata diketahui bangunan sudah rata dengan tanah.
“Padahal dari tempat inilah Bung Tomo membakar semangat arek Surabaya saat awal-awal pertempuran 10 November 1945,” katanya.
Menurut Kuncar sapaan akrabnya, di tempat itu suara berapi-api, pekik Takbir, Bung Tomo yang kerap didengar setiap peringatan kemerdekaan, dipancarkan di studio rahasia di rumah ini.
Ia menjeslaskan Bung Tomo, Ktut Tantri dan beberapa sahabatnya mendirikan Radio Pemberontakan Republik Indonesia dengan pemancar portable. Inilah studio radio bersejarah itu. Studio yang terpaksa diciptakan setelah RRI masih ragu dengan sepak terjang Bung Tomo.
Dari tempat inilah, perang 10 November kemudian berkobar. Dari pojokan kamar di bangunan inilah, ratusan ribu pejuang tersulut emosinya dan dari bangunan inilah, maka Surabaya kelak disebut kota pahlawan.
“Sayang sekali, lolos dari bom sekutu tahun 1945, hari ini, saksi bersejarah itu justru dihancurkan oleh bangsa sendiri, padahal bangunan yang berdiri tahun 1935 ini sudah masuk daftar cagar budaya melalui SK Wali Kota Suabaya No 188.45 tahun 1998,” ujarnya.
Sementara, Direktur Sjarikat Poesaka Surabaya Freddy H Istanto menyayangkan pembongkaran bangunan cagar budaya itu luput dari pantauan Tim Cagar Budaya Kota Surabaya. “Saya juga baru tahu. Mestinya Satpol PP selaku penegak perda tahu. Ada pembongkaran kok tidak tahu,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Wiwiek Widyawati mengatakan belum tahu kalau ada pembongkaran itu. “Nanti saya cek, apakah rekomendasi itu sesuai rekomendasi tim cagar budaya atau tidak,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya akan mengirim tim cagar budaya untuk turun ke lapangan menyelidiki hal itu.
Sementara, Legislator mengusulkan dibentuknya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Perusahaan Daerah (PD) Pariwisata yang bertugas secara khusus menggali potensi pariwisata khususnya bangunan cagar budaya yang banyak tidak terawat di Surabaya.
Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya Vinsensius Awey, mengatakan jika persoalan pariwisata secara menyeluruh khususnya bangunan cagar budaya kalau dikelola oleh satuan kerja semacam dinas maka tidak akan maksimal. “Dinas budaya dan parawisata lebih ke administratif dan lebih berorientasi kepada pelayanan,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, perlu dibentuk Perusahaan Daerah yang berorientasi bisnis, lebih bisa dinamis, vision dan flexibility. “Bisa bekerja sama B to B dengan perusahaan swasta untuk menggarap satu lokasi wisata. Atau bisa dikerjakan sendiri dengan modal 100 persen dari PD Pariwisata,” ujarnya.
Menurut dia, banyak potensi alam (laut dan sungai) dan bangunan lama kota Surabaya yang bisa dikerjakan secara maksimal oleh kepala daerah yang visionable. “Jika kepala daerah tidak visionable maka potensi sebagus apapun tidak akan terlihat didepan mata. Sehingga akan menjadi sia-sia belaka potensi alam dan banguna-bangunan tua itu,” tambahnya. (geh)

Tags: