Kakbah Simbol Pemersatu Umat

???????????????????????????????Resensi buku :
Judul    : Kepunyaan Allah Timur dan Barat
Penulis    : Muh. Hadi Bashori
Penerbit    : Quanta
Cetakan    : I, 2014
Tebal    : ix+209 halaman
ISBN    : 978-602-02-3074-0
Peresensi     :  Fatmawati Ningsih S.Th.I
Penulis Lepas, Alumnus IAIN Walisongo Semarang

Kota Makkah sering juga disebut Ummul  Quro, yang artinya induk dari desa-desa. Di sanalah salah satu peradaban manusia bermula, merupakan suatu tempat di bumi yang mula-mula dikenal dan dihuni manusia. Makkah adalah tempat yang berada di atas air, karena dibawahnya terdapat sumber air terbesar bernama Zam-zam. Zam-zam itu yang menjadi awal kehidupan manusia di Makkah, ketika Ismail bayi menghentakkan kakinya ke tanah, lalu keluarlah sumber air.
Sumber air yang sangat luar biasa besar dan tiada henti ini kemudian mengundang kabilah-kabilah lain di sekitar Jazirah Arab untuk datang. Maka kawasan Makkah pun berkembang dan Nabi Ibrahim, ayah Ismail kemudian diperintahkan Allah untuk membangun kembali Kakbah. Itulah sejarah Ummul  Quro, induk desa-desa, dan sejarah awal berdirinya Kakbah yang paling populer.
Kakbah merupakan kiblat umat Islam yang terletak di dalam Masjidil Haram di Makkah. Dalam lintasan sejarah, kiblat umat Islam pernah mengalami perubahan ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem setelah hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah, sebelum akhirnya kembali menghadapkan kiblatnya ke Kakbah.
Ketika kewajiban shalat diturunkan kepada Nabi, untuk segenap umat Islam, umat Islam kemudian diperintahkan melaksanakan ibadah shalat dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis. Akan tetapi setelah hijrahnya, Nabi berharap kepada Allah untuk dapat mengalihkan kiblat shalatnya mengarah ke Masjidil Haram, keinginan Nabi tersebut kemudian dijawab oleh Allah dengan turunnya surat Al-Baqarah ayat 142-145. Sedangkan perpindahan kiblat ini terjadi pada pertengahan bulan Rajab tahun kedua Hijriyah. (hal. 64).
Inilah sejarah perpindahan kiblat umat Islam dari Baitul Maqdis  ke arah Kakbah. Pertama kali Rasulullah melaksanakan shalat menghadap Kakbah adalah shalat asar berjamaah. Ketika itu Nabi shalat berjamaah di masjid Bani Salamah, pada saat Nabi sedang dalam kondisi rukuk ada wahyu turun yang memperintahkan untuk mengubah arah kiblat. Seketika itu Nabi langsung berputar menghadap Kakbah di Masjidil Haram. Masjid Bani Salamah inilah yang kemudian disebut Masjid Qiblatain (Masjid dengan dua kiblat).
Setelah turunnya perintah berkiblat ke Kakbah, Nabi segera memberitahukan hal itu kepada umatnya. Akan tetapi, pembritaan peralihan arah kiblat ini menimbulkan reaksi dari sebagian kaum musyrik dan ahli kitab dengan memunculkan keraguan dan menjustifikasi keluar dan menyimpang dari petunjuk. Mereka berkata, “Apa yang telah memalingkan mereka dari kiblatnya yang dahulu dipegangnya? Apa yang telah membuat mereka kadang-kadang berkiblat ke Baitul Maqdis dan kadang-kadang berkiblat ke Kakbah?” untuk menjawab tuduhan kaum musyrik tersebut, Allah menurunkan surat Al-Baqarah ayat 115, “Dan Kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah.” (hal. 71-72).
Jawaban ini merupakan jawaban ringkas bahwa Allah itu maha besar. Ketaatan dan ketakwaan bukanlah sebatas formalitas untuk menghadapkan wajah hambanya ke timur atau ke barat, melainkan ketaatan dan ketakwaan seorang hamba atas segala perintah-Nya dan benar-benar mengabdi kepada-Nya.
Menghadap ke arah kiblat adalah wujud ketaatan atas perintah Allah. Sedangkan perpindahan arah kiblat itu sendiri bukanlah menjadikan arah Baitul Maqdis maupun Kakbah sebagai tujuan, melainkan wujud berserah diri seorang hamba atas perintah tuhannya. Seandainya Allah tidak memerintahkan  hal demikian, tentu tidak akan dilakukan oleh sang hamba.
Ada beberapa pertanyaan ketika seorang muslim yang beriman dan tidak menyekutukan Allah dengan benda apa pun ditentang oleh non-muslim. Pertentangan ini disebabkan seorang muslim yang menolak menyembah berhala, namun saat shalat justru menyembah sebuah rumah batu berbentuk kotak yang disebut Kakbah. Sedangkan non-muslim menjadikan ini sebagai hujatan bahwa umat Islam dalam beribadah ternyata menyembah kepada berhala Kakbah.
Dr. Zakir Naiek, seorang ulama terkenal dari India mengatakan bahwa menghadap ke arah Kakbah bukanlah menyembah berhala, melainkan Kakbah hanyalah simbol pemersatu umat Islam dalam menghadap kepada Allah di setiap menjalankan rutinitas ibadah mereka. Kakbah bukan berhala yang disakralkan, karena Umar bin Khattab sendiri pernah mengatakan bahwa Hajar Aswad yang terdapat dalam Kakbah hanyalah sebongkah batu yang tidak dapat memberikan syafaat dan madharat. Sebagaimana kata Umar, “Seandainya aku tidak melihat Rasulullah mencium Hajar Aswad, aku tidak akan menciumnya.” Umar menciumnya hanya karena ketaatan serta teladan yang diberikan oleh Nabi. (hal. 89).
Di zaman Rasulullah, Kakbah digunakan untuk berdiri ketika hendak mengumandangkan azan. Ini menunjukkan bahwa Kakbah bukan berhala yang memang dijadikan sebagai Tuhan dan disakralkan. Sedangkan berdiri di atas berhala “yang dijadikan Tuhan” tentu hal yang terlarang bagi para penyembah berhala.

                                                                             ————————– *** —————————

Rate this article!
Tags: