Kalapas Selektif Pilih Warga Binaan di Industri Mebel Lapas Klas I Surabaya

Tim Kerjasama Dalam Negeri monitoring industri mebel di Lapas Klas I Surabaya, Rabu (22/9).

Surabaya, Bhirawa
Selama 30 tahun industri mebel di Lapas Klas I Surabaya di Porong, Sidoarjo menghasilkan ribuan alumni dan menyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai ratusan juta. Sejak diresmikan pada 1992, industri berskala ekspor ini selektif dalam memilih tenaga kerja dari warga binaan pemasyarakatan (WBP).

Capaian itu pun mendapat apresiasi dari Tim Kerjasama Dalam Negeri yang melakukan monitoring dan kerjasama di Lapas Klas I Surabaya, Rabu (22/9). Kunjungan yang dipimpin Ruby Friendly ini disambut Kepala Lapas (Kalapas) Klas I Surabaya, Gun Gun Gunawan dan Direktur PT Bahari Mitra Surya (BMS), D Aruan serta Kasubag Humas Kanwil Kemenkumham Jatim, Ishadi.

“Kami sangat selektif dalam menentukan tenaga kerja. Sebab saat ini sangat sulit mendapatkan tenaga kerja yang disiplin,” kata Gun Gun Gunawan.

Gun Gub mengungkapkan, mayoritas warga binaan berasal dari kasus narkotika. Sehingga karakter dan etos kerja warga binaan itu kurang baik. Hal itu berdampak kepada kekurangan tenaga kerja. Padahal pesanan dari luar negeri sedang tinggi-tingginya, dan bisa menyumbang PNBP ke negara.

“Jika dikalkulasi, PNBP yang masuk dari awal berdirinya bisa mencapai Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar,” terangnya.

Demi hasil yang maksimal, pihak Lapas menerapkan seleksi ketat. Yakni dengan mendahulukan kualitas, dan ada proses assasment dalam seleksi ini. Pihak Lapas, sambung Gun Gun, ada sistem premi dan insentif yang disetorkan PT BMS ke negara. Kemudian membagikan premi dan insentif ini kepada warga binaan sesuai dengan kinerja warga binaan.

Oleh warga binaan, lanjut Gun Gun, hasil tersebut ada yang ditabung. Serta ada juga yang memanfaatkannya untuk membeli makanan atau kebutuhan sehari-hari di dalam Lapas. “Banyak juga yang dikirim ke keluarga di rumahnya masing-masing,” bebernya.

Sementara itu, Direktur PT Bahari Mitra Surya (BMS), D Aruan menambahkan, industri ini beroperasi sejak Lapas Klas I Surabaya masih di Kalisosok. Pihaknya ingat betul bahwa tujuan awal dibangunnya industri mebel ini untuk mempersiapkan warga binaan sebelum kembali ke masyarakat.

“Kalau dulu masih mengerjakan pengolahan rotan. Namun karena permintaan pasar yang besar terkait perkayuan, akhirnya kami menyesuaikan,” jelasnya.

Pria asli Surabaya itu mengaku proses produksi disesuaikan dengan metode kerja yang ada di pabrik. Pihaknya berani menjamin bahwa produk hasil karya warga binaan sudah berstandar internasional. Sebab barang-barang berupa berbagai macam meja maupun kursi telah diekspor ke berbagai negara.

Namun, Aruan mengaku ada tantangan tersendiri dalam mengekspor barang tersebut. Karena ada beberapa negara yang sangat selektif. Terutama dalam hal pemenuhan hak tenaga kerja dalam hal ini warga binaan. Bahkan ada negara yang sampai melakukan inspeksi, memastikan bahwa kami menunaikan kewajiban dan memenuhi hak warga binaan.

“Hasil mebel ini diekspore di Australia, Jepang, Korea hingga Eropa,” pungkasnya. [bed]

Tags: