Kali Pertama, IPM Kabupaten/Kota di Jatim Tak Berkategori Rendah

Kepala BPS Jatim, Teguh Pramono saat menyampaikan rilis terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jatim di kantornya, di Surabaya, kemarin, Senin (15/4).

Pemprov, Bhirawa
Pembangunan manusia di Jatim pada tahun 2018 terus mengalami kemajuan. Pada tahun 2017 IPM Jatim mencapai 70,27 dan selanjutnya pada tahun 2018 mencapai 70,77 atau tumbuh 0,72 persen.
Untuk pertama kali IPM seluruh kabupaten/kota di Jatim tidak ada yang berkategori “rendah”. Ini menunjukkan upaya pemerintah Jatim dalam meningkatkan pembangunan manusia cukup berhasil.
Sebelumnya masih ada satu wilayah yaitu Sampang, pembangunan manusianya berkategori “rendah”. Pada tahun 2018, Sampang naik kelas dengan pembangunan manusia berkategori “sedang”.
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jatim, Teguh Pramono menyampaikan, walaupun demikian, Pemprov Jatim tetap perlu meningkatkan kinerja pembangunan manusianya, agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan manusia antar wilayah di Jatim. Wilayah yang mempunyai IPM tergolong “sedang” diupayakan untuk mencapai kategori “tinggi”.
Dijelaskannya, IPM tertinggi tercatat di Kota Surabaya sebesar 81,74, sebagaimana posisi tahun sebelumnya. Surabaya bersama Kota Malang dan Kota Madiun merupakan daerah dengan IPM berkategori “sangat tinggi”.
Daerah dengan kategori IPM “tinggi” sebanyak 17 kabupaten/ kota, sedangkan yang berkategori “sedang” sebanyak 18 kabupaten/kota. Sampang yang semula mempunyai IPM berkategori “rendah”, mulai tahun 2018 berkategori “sedang” dengan IPM sebesar 61,00.
Kota Surabaya tercatat mempunyai UHH terbaik sebesar 73,98 tahun. Sarana dan prasarana kesehatan di Surabaya relatif lengkap, dan masyarakatnya dengan mudah memanfaatkan akses sarana dan prasarana kesehatan. Di samping itu, kesadaran masyarakat Surabaya untuk berpola hidup sehat cukup tinggi, sehingga mendukung meningkatnya usia harapan hidup.
UHH terendah masih tercatat di Bondowoso atau sebesar 66,27 tahun. Walaupun demikan capaian UHH tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 0,23 tahun dari tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan kesehatan di Bondowoso juga semakin membaik.
Kota Malang mempunyai HLS tertinggi sebesar 15,40 tahun, dan terendah tercatat di Bangkalan sebesar 11,58 tahun, sedangkan RLS tertinggi tercatat di Kota Madiun sebesar 11,11 tahun dan yang terendah masih dipegang Sampang dengan RLS sebesar 4,36 tahun.
Pengeluaran per kapita yang disesuaikan tahun 2018 tertinggi tercatat di Surabaya atau sebesar Rp. 17,16 juta, diikuti Kota Malang dan Kota Madiun masing-masing Rp. 16,16 juta dan Rp. 15,62 juta. Sementara, terendah tercatat di Bangkalan atau sebesar Rp. 8,39 juta.
Jika dilihat lebih mendalam, lanjut Teguh, meningkatnya pembangunan manusia di Jatim setiap tahunnya dikarenakan adanya kenaikan masing-masing komponen pembentuknya (umur harapan hidup (UHH), harapan lama sekolah (HLS), rata-rata lama sekolah (RLS) dan pengeluaran per kapita yang disesuaikan.
Dilihat dari umur harapan hidup saat lahir yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2012 hingga 2018, Jatim telah berhasil meningkatkan usia harapan hidup saat lahir dari 70,14 tahun (2012) menjadi 70,97 tahun (2018) atau naik sebesar 0,83 tahun.
Dalam kurun waktu tersebut, secara rata-rata umur harapan hidup tumbuh sebesar 0,2 persen per tahun atau naik 0,14 tahun per tahunnya. “Ini menunjukkan adanya perbaikan pembangunan kualitas kesehatan di Jatim. Masyarakat semakin menikmati pembangunan di bidang kesehatan,” katanya.
Sedangkan dilihat dari dimensi pengetahuan pada IPM dibentuk oleh dua indikator, yaitu harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Kedua indikator ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya angka HLS dan RLS menunjukkan bahwa pembangunan manusia di sisi pendidikan lambat laun mengalami kemajuan di Jatim.
Selama periode 2012 hingga 2018, harapan lama sekolah di Jatim telah meningkat dari 11,74 tahun (2012) menjadi 13,10 tahun (2018) atau naik sebesar 1,36 tahun. Sementara Rata-rata lama sekolah juga meningkat dari 6,85 tahun (2012) menjadi 7,39 tahun (2018) atau naik 0,54 tahun.
“Tugas dari Pemprov Jatim, bagaimana anak-anak itu bisa bersekolah dari TK, SD, SMP, SMA. hingga PT. Jangan biarkan mereka kemudian ada yang drop out dari pendidikan,” tambahnya.
Dilihat dari dimensi mewakili kualitas hidup manusia adalah standard hidup layak yang direpresentasikan oleh pengeluaran per kapita (harga konstan 2012). Pada tahun 2018 pengeluaran per kapita masyarakat Jatim yang disesuaikan mencapai Rp 11,38 juta per tahun, naik sebesar 16,15 persen dibanding tahun 2012.
Selama periode 2012-2018, pengeluaran per kapita disesuaikan masyarakat meningkat sebesar Rp. 263,75 ribu per tahun. Peningkatan pengeluaran per kapita yang disesuaikan ini menunjukkan bahwa kemampuan ekonomi masyarakat Jatim semakin membaik.
Kondisi ini sejalan dengan makro ekonomi yang ditunjukkan dari angka produk domestik regional bruto (output wilayah) yang juga mengalami kenaikan selama periode tersebut.
“Di samping itu, harga-harga barang dan jasa khususnya kebutuhan pokok cukup terjaga inflasinya selama tahun 2018. Stabilnya inflasi tersebut menguatkan daya beli masyarakat Jatim, sehingga roda ekonomi berputar cukup dinamis,” katanya. [rac]

Tags: