Kampanye, Medsos Paling Riuh Se-dunia

(Kinerja Siber Negara Mengamankan Pilpres dan Pileg 2019)

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan Senior, Penggiat Dakwah Sosial Politik 

Dua pasang calon presiden (dan wakil presiden), bagai kapal induk partai politik (parpol) ber-adu pacu menuju labuhan kekuasaan politik. Seluruh parpol, tak tersisa, terwadahi dalam dua kubu calon presiden (Capres). Berdasar undang-undang (UU) Pemilu, wajib tergabung pada salahsatu Capres. Tak terkecuali parpol debutan yang baru pertama kali mengikuti pemilihan umum (pemilu) tahun 2019. Ironisnya, banyak parpol “setengah hati” mendukung Capres, sekadar memenuhi persyaratanUU.
“Perang” Capres, niscaya menjadi “perang” parpol. Niscaya pula menjadi “perang” setiap calon legislatif (caleg) tingkat pusat (DPR-RI), sampai DPRD propinsi serta DPRD kabupaten dan kota. Bangsa Indonesia akan menjai pelopor demokrasi paling rumit di dunia. Juga pertama kalinya di dunia! Yakni, pemilihan umum legislatif (pileg), sekaligus pemilihan presiden (piplres) tahun 2019. Namun pada periode selanjutnya (2024), akan menjadi pileg dan pilpres paling efektif dan effisien.
Sebanyak 7.796 calegakan menjadi personel “pasukan” tempur. Berdasar catatan KPU (Komisi Pemilihan Umum), 16 parpol telah mendaftarkan caleg-nya, termasuk 3.144 perempuan (40,32%). Kegaduhan sosial akan semakin terasa, akibat suasana perbedaan altar politik yang dipompa oleh tokoh-tokoh petugas partai politik (parpol). Hampir seluruh “muka lama,” nyaleg lagi pada periode 2019-2024. Bahkan “muka lama” memiliki semangat lebih “gila” dibanding caleg baru.
Berdasar hasil pemilu legislatif tahun 2014, terdapat 10 fraksi perwakilan parpol memiliki kursi di parlemen. Enam parpol telah mendukung capres incumbent Jokowi – KH Ma’ruf Amin. Yakni, PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura. Sehingga kekuatan dukungan terhadap Bacapres Jokowi sudah mencapai 60,16% kekuatan parlemen.Empat parpol baru, juga mendukung paslon Jokowi -KH Ma’ruf Amin. Harus diakui, dukungan terhadap presiden incumbent, menjadi syok politik.
Berdasar undian nomor paslon pilpres oleh KPU, pasangan Jokowi – KH Ma’ruf Amin memperoleh nomor urut 1. Sedangkan paslonPrabowo – Sandi, memperoleh nomor urut 2. Pasangan Prabowo – Sandi, didukung Gerindra, PAN, PKS, dan Demokrat. Memiliki kekuatan parlemen sebesar 39,84%, serta tambahan dua parpol debutan baru pemilu 2019. Walau minoritas, tetapi tak kalah militan. Upayanya cukup sistemik.
Dalam catatan demokrasi Indonesia (pasca-reformasi), kedua paslon Capres, sudah berpengalaman maju dalam bahtera pilpres. Jokowi, maju untuk kedua kalinya, setelah memenangi pilpres tahun 2014 lalu. Sedangkan Prabowo, sudah maju ketiga kalinya. Dua kali pilpres terdahulu gagal. Yakni, pilpres tahun 2009 (sebagai Cawapres Megawati), dikalahkan pasangan SBY – Budiono. Serta pilpres tahun 2014 (berpasangan dengan Cawapres Hatta Rajarasa, Ketua Umum PAN), dikalahkan Jokowi – Jusuf Kalla.
Sindiran Ronggowarsito
Dua kapal induk pilpres serentak dengan pileg 2019, sudah bergerak cepat mengarungi bahtera demokrasi. Masing-masing telah berpengalaman. Dengan berbagai aba-aba komando memacu kapal induk, mirip lomba perahu nagaAsian Games. Bahkan telah terjadi “perang aba-aba.” Bukan sekadar memacu kapal induk, melainkan meng-olok-olok kapal lain. Seluruh personel terlibat olok-olok, perundungan sampai fitnah kapal induk lain.
“Aba-aba” komando memacu kapal induk, kini menjadi tanggungjawab utama tim kampanye.Boleh merencanakan berbagai macam jargon maupun yel-yel, namun wajib pula mematuhi seluruh peraturan. Terutama UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu, serta UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Juga Peraturan KPU (PKPU) Nomor Nomor 23 tahun 2018, yang mengatur etika kampanye Pilpres.
Medsos akan menjadi “medan perang” utama pileg dan pilpres serentak. Berbagai ragam medsos, facebook, WhatsApp (WA), instagram, twitter, sampai menyusupi email, semakin berjubel-jubel posting. Selama enam bulan masa kampanye, akan diunggah milyaran ujaran, dan gambar. Sebagian berisi narsis, meng-unggul-kan kelompok (parpol). Walau sebagian narsis juga berisi data, dan peristiwa palsu
Sekitar 170 juta penduduk usia dewasa pemiliki telpon seluler, akan menjadi sasaran target. Namun banyak pula posting berisi hoax, perundungan, dan menghantam pihak lawan politik. Niscaya berpotensi menjebak kegaduhan dan perpecahan sosial. Bahkan sampai berujung pelaporan tindak pidana. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Polri akan “panen” laporan pelanggaran penggunaan informasi dan transaksi elektronik.
Dalam bahasa pujangga Ronggo Warsito, (dinyatakan dalam sindiran) “Akeh ndandhang diunekake kuntul.” Banyak komentar tetapi tidak penting.Tak jarang yang “asbun” (asal bunyi). Menandakan banyak tim kampanye tidak kompeten pada bidangnya. Juga abai terhadap peraturan dan etika. Bahkan konon telah menyewa “pabrik hoax” untuk membangun kebohongan publik secara sistemik, masif, dan terstruktur.
Sindiran pujangga Ronggo Warsito, tidak dapat dianggap sepele. Kampanye akan menjadi cara utama pasangan calon untuk merebut hati rakyat. Tetapi kesalahan strategi kampanye bisa menjadi penyebab kekalahan. Dus tim kampanye (TK) mesti bekerja profesional, menghindari aksi counter-produktif. TK juga harus menghindari unjuk kekuatan dan kampanye hitam yang bisa memicu antipati masyarakat. Karena masyarakat akan lebih memilih soft power, ber-pilpres dengan damai.
“Limbah” Demokrasi
Tim Kampanye mesti waspada dengan norma-norma dalam UU ITE Nomor 11 tahun 2008. Pada pasal 28 ayat (2), dinyatakan larangan:”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).” Hukumannya bisa 6 tahun penjara.
Begitu pula terhadap PKPU 23 tahun 2018. Pada pasal 21 ayat (1) huruf d, menyatakan, bahwa materi kampanye disampaikan secara “bijak, dan beradab, yaitu tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan, atau Pasangan Calon lain.” Serta pasal 21 ayat (1) huruf d, “tidak bersifat provokatif.” Juga pasal 36 ayat (1), menyatakan, “Pelaksana Kampanye wajib mendaftarkan akun resmi Media Sosial.”Namun diduga kuat, PKPU yang mengatur pendaftaran akun media sosial (medsos) akan banyak dilanggar.
Berbagai ragam medsos, facebook, WhatsApp (WA), instagram, twitter, sampai menyusupi email, semakin berjubel-jubel posting. Selama tujuh bulan masa kampanye akan menjadi masa panen omzet penghasilan vendor telekomunikasi. Belanja pulsa kampanye, bisa mencapai trilyunan rupiah. Maka kegaduhan sosial patut menjadi kekekhawatiran bersama, mengiringi penyelenggaraan pilpres serentak pileg.
Berjuta-juta pernyataan penistaan dan berita bohong (hoax) bertebaran di medsos. Bagai “perang” terbuka tanpa batas. Bagai “limbah” yang sengaja disebar, meracuni produk demokrasi. Tak elok meracuni demokrasi berdalih kebebasan berpendapat. Karena konstitusi juga memberi batas koridor hak asasi manusia (HAM), agar tidak melabrak hak asasi orang lain.
UUD pasal 28J ayat (2), menyatakan,”Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepadapembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-matauntuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan oranglain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakatdemokratis.”
Dua paslon Capres-wapres, merupakan dua pasang putra terbaik bangsa. Kedua pasangan sekadar menjalankan amanat konstitusi, menjadi “saudara pelaksana demokrasi.” Niscaya hanya ada satu pasang yang terpilih berdasar pilihan rakyat. Begitu pula padaakhir pileg (setelah April 2019), hanya sekitar 7% yang menjadi anggota DPR-RI. Karena kuota parlemen (DPR-RI periode 2019 – 2024) yang diperebutkan hanya sebanyak 575 kursi. Sebanyak 93% caleg yang lain, harus ikhlas.
Pada penyelenggaraan pilplres serentak pemilu legislatif, setiap peserta (dan penyelenggara, KPU) seyogianya mematuhi peraturan. Terutama menghindari kampanye hitam. Seluruh tim kampanye pilpres (tingkat pusat sampai kecamatan), seyogianya tidak menyulut emosi masa dengan isu hoax. Lebih mulia, manakala kampanye di-isi paparan program men-sejahterakan rakyat.

——— ***  ———

 

Rate this article!
Tags: