Kampung yang Terkubur

Sukardi SH MSi

Sukardi SH MSi
Setiap menjelang bulan puasa Ramadan, biasanya orang muslim di Indonesia berbondong-bondong pulang kampung untuk nyekar atau mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia. Namun hal itu kini tidak bisa dialami lagi oleh Sukardi SH MSi, yang mengaku kini kampung halamannya sudah hilang. Kok bisa?.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala UPT Balai Layanan dan Rehabilitasi PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) Provinsi Jatim ini mengatakan, kampung halamannya saat ia masih usia anak-anak hingga remaja, yang ia anggap damai dan tenang itu kini tiada lagi. Hal itu bisa terjadi karena ikut terkubur bencana luapan lumpur Lapindo di pada 2006 silam.
“Saya kelahiran Desa Besuki, Kecamatan Jabon. Kampung halaman saya itu kini sudah tidak ada lagi. Kini hanya tinggal dalam kenangan memori saja. Sedih pasti, tapi kondisi itu harus kami lalui dengan tabah,” ujar Sukardi.
Pejabat Pemprov Jatim yang kini tinggal di Perumahan Griya Permata, Gedangan, Sidoarjo itu mengakui, ada momen-momen spesial menjelang Ramadan yang sangat indah untuk di kenang. Seperti bersih-bersih makam orang tua, bersih-bersih musholla atau masjid. Momen indah itu selalu muncul saat menjelang Ramadan.
Untungnya, sebelum lumpur Lapindo merendam seluruh Desa Besuki dan desa-desa sekitarnya, makam orang tuanya sudah ia pindahkan ke wilayah Pasuruan. Tepatnya di Kecamatan Japanan, Kabupaten Pasuruan.
“Karena saudara-saudara saya yang juga menjadi korban lumpur Lapindo, banyak yang pindah ke sana,” ujar pejabat yang bercerita di masa-masa kecilnya kalau itu mengaku berani main dan mandi di Kali Porong itu.
Karena banyak masalah yang harus diputuskan, menurut Sukardi, ternyata tidak semua makam warga di Desa Besuki itu, bisa dipindah oleh keluarganya. Karena terlambat memindahkan, akibatnya makam-makam keluarga mereka ada yang terendam oleh lumpur panas Lapindo.
“Yang bisa dipindah hanya sebagian kecil saja. Ada yang terbentur finansial juga ada yang tidak ada kesepakatan keluarga,” kata Sukardi yang mengaku saat remaja mengenyam pendidikan di bangku SMA Pancasila, Porong itu.
Diakuinya, ganti untung dari Lapindo memang besar. Tapi menurutnya tetap tidak bisa mengganti memori kenangan di kampung halamannya yang kini hilang dan tidak bisa terbeli. Seperti saat main bola di lapangan, main di tambak, mandi di sungai Porong, mencari tebu dan lompat dari jembatan. “Saat masih SD itu, saya tidak punya rasa takut sama sekali,” ujarnya tersenyum.
Karena makam kedua orang tuanya kini berada di Pasuruan, ia bersama saudaranya tentu saja kesana bila menjelang Ramadan atau berdoa saat Hari Raya Idul Fitri. Itu karena sudah menjadi tradisi. Meskipun diakui, untuk berdoa itu bisa dilakukan dimana saja. “Hati saya sangat trenyuh ketika melihat warga desa saya sholat Idul Fitri ada yang melakukannya di atas tanggul lumpur Lapindo,” pungkasnya. [kus]

Rate this article!
Kampung yang Terkubur,5 / 5 ( 1votes )
Tags: