Kandidat Rektor Unair Masuki Masa Diuji

Hari pertama Uji Masyarakat Kampus diikuti sejumlah calon, diantaranya Tjitjik Srie Tjahjandarie PhD, Prof Dr Fedik Abdul Rantam dan Prof Dr Moh Nasih.

Hari pertama Uji Masyarakat Kampus diikuti sejumlah calon, diantaranya Tjitjik Srie Tjahjandarie PhD, Prof Dr Fedik Abdul Rantam dan Prof Dr Moh Nasih.

Surabaya, Bhirawa
Apa yang ingin ditawarkan para kandidat rektor Universitas Airlangga (Unair) ketika ditanya mengenai target mereka? Semua menggebu-gebu, meyakinkan dirinya mampu membawa kampus tertua se Jatim itu mendunia.
Keyakinan itu terungkap saat para calon mengikuti Uji Masyarakat Kampus (UMK) di Aula Garuda Mukti, Kampus C Mulyorejo, Rabu (8/4) kemarin. Pada hari pertama ini, tiga carek tampil memaparkan visi-misinya.  Ketiganya ialah, Tjitjik Srie Tjahjandarie PhD dari Fakultas Sains dan Teknologi, Prof Dr Fedik Abdul Rantam dari Fakultas Kedokteran Hewan dan Prof Dr Moh Nasih Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Tjitjik Srie Tjahjandarie mulai menunjukkan mimpinya membawa Unair menjadi pusat riset dan masuk sebagai top hundred Asia. Tjijik menyebut, modal yang selama ini dimiliki Unair mampu mewujudkan targetnya. “Capaian yang sudah diperoleh Unair hingga 2015 ini adalah capaian signifikan. Tinggal menjadikannya sebagai pusat riset yang masuk top hundred Asia,” yakin dia.
Tjijik memaparkan, beberapa tantangan Unair. Di antaranya ialah, keberadaan 13 prodi yang masih berakreditasi C, keterbatasan sarana laboratorium yang masih jauh dari syarat ideal kurikulum. “Strategi pendanaan juga belum disusun. Belum lagi masalah lain terkait kualifikasi dosen, yakni dosen yang S-3 baru 30%. Kondisi ini diperparah minimnya dosen dalam menyerap dana penelitian,” paparnya.
Jumlah guru besar yang fluktuatif juga disorot. Masalah lain, Unair harus meningkatkan publikasi jurnal internasional. Capaian penayangan jurnal dari 146 menjadi 200 per tahun dirasanya masih kurang. Padahal jumlah pendanaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) berdasar penayangan jurnal. “Penelitian dosen dan mahasiswa tidak bergerak dari 21% selama lima tahun  terakhir,” ungkapnya.
Ini melatarbelakangi Tjijik menawarkan program yang terangkum dalam Sapta Krida Airlangga, yang bisa juga disingkat Sakral. Di antaranya, pembelajaran unggul dan berkarakter, penguatan struktur akademik, mendorong inovasi, peningkatan keberhasilan mahasiswa di bidang akademik dan ekstra kurikuler.
Kolaborasi dosen dan mahasiswa, tata kelola universitas yang akuntabel, penguatan kapasitas sumber daya juga menjadi bagian program Tjijik. Penguatan sumber daya dengan remunerasi yang kompetitif, dan terintegrasi. Pembuatan database karyawan dan kenaikan pangkat dosen juga dia tawarkan.
“Kita punya prodi pariwisata tapi tidak punya travel. Punya prodi perhotelan, kenapa tidak punya hotel,” tukas Tjijik seraya menyebut keberadaan usaha ini bisa untuk menambah pemasukan universitas. Terutama bersamaan status Perguruan Tinggi Negeri dengan Badan Hukum (PTN BH).
Di penghujung paparannya, Tjijik menyampaikan target terakhir bagi Unair. Mewujudkan Unair sebagai pusat unggulan studi demokrasi, prilaku sosial dan  budaya. Semua itu dinilainya belum tergarap optimal.
Prof Dr Moh Nasih tak kalah optimis. Dia menjanjikan akan membawa Unair ke pentas dunia. “Program saya juga ada yang sudah disampaikan carek sebelumnya. Ini enaknya mendapat urutan terakhir,” kata Nasih yang disusul tertawa mereka yang hadir.
Pria asal Gresik ini memimpikan mampu membangun university holding. Unair harus menjadi induk perusahaan. Selain itu, Unair harus menjadi agent of riset, teaching university, dan agent of economic development. “Unair harus memperbesar akses untuk masyarakat miskin, harus masuk 500 besar dunia,” tegasnya.
Nasih juga mengingatkan para dosen agar tidak terjebak pada rutinitas mengajar. “Dosen yang terjebak rutinitas tidak inovatif, prinsipnya asal mengajar. Kalau asal mengajar jadinya asal-asalan,” katanya.
Dengan kampus sebagai university holding, kata Nasih, maka 70% dari uang SPP bisa kembali ke fakultas. “Status tenaga kependidikan yang ada sekarang, 50% honorer. Tendik (Tenaga Kependidikan) jumlahnya besar, perlu ada kepastian status. Pegawai yang ada harus diangkat menjadi pegawai tetap. Meski demikian diawali ujian dan tes lagi oleh tim independent,” pungkasnya. [tam]

Tags: