Kantor Pertanahan Jadi Terlapor Paling Tinggi di Jatim

Kantor BPN Surabaya I

Surabaya, Bhirawa
Kantor Pertanahan rupanya masih menjadi terlapor paling tinggi di Jatim sepanjang 2016-2017. Tren pungutan liar (pungli) di lembaga pemerintah non kementerian ini menggeser beberapa instansi lainnya. Modusnya yakni memperlambat keluarnya sertifikat tanah yang seharusnya sudah jadi dan diberikan kepada pemohon.
Hal ini diperkuat dengan tertangkapnya Operasi Tangkap Tangan (OTT) lima pegawai Kantor Pertanahan Surabaya II oleh Tim Saber Pungli Polrestabes Surabaya beberapa hari lalu. Bahkan, satu orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Meski begitu, tidak membuat masyarakat mengurungkan niatnya untuk menyertifikatkan tanahnya. Sebab, hal tersebut merupakan suatu kebutuhan masyarakat bahwa kepemilikan sertifikat tanah merupakan bukti sebagai pemilik sah suatu lahan di NKRI.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jatim menilai bahwa dengan adanya OTT tersebut tidak membuat masyarakat takut untuk menyertifikatkan tanahnya. Hal ini justru masyarakat diuntungkan lantaran tertangkapnya oknum nakal yang ada di Kantor Pertanahan Surabaya II.
“Justru masyarakatlah yang diuntungkan karena sekarang ini tidak merasa was-was saat mengurus sertifikat tanahnya,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jatim Agus Widyarta, Senin (12/6) kemarin.
Agus mengatakan sampai dengan hari ini masih ada laporan masyarakat yang melaporkan tentang masalah pertanahan. “Hari ini (kemarin, red) saja ada dua laporan yang masuk ke kami tentang masalah pertanahan yang terjadi di kabupaten lain,” tambahnya.
Menurut data yang dirilis Ombudsman RI Perwakilan Jatim pada awal tahun ini mendapati administrasi pertanahan masih mendominasi dugaan maladministrasi selama 2016. Kecenderungan ini sebagai bagian laporan kinerja akhir tahunnya.
Berdasarkan jumlah data laporan yang masuk ke Ombudsman selama 2016, jumlah pengaduan dengan substansi pertanahan masih menduduki peringkat teratas, sebanyak 80 laporan atau 23 persen dari total 345 laporan yang masuk.
“Laporan yang masuk ke kami sampai sekarang yang mendominasi sejak 2016 hingga 2017 terkait pelayanan pertanahan. Jadi terlapor paling tinggi Kantor Pertanahan. Padahal, target pemerintah pada 2017 harus seratus persen tanah harus bersertifikat seperti di Kota Kediri, Mojokerto, dan Surabaya,” beber Agus.
Sementara, Kabag Pemerintahan dan Otonomi Daerah Pemkot Surabaya Eddy Christijanto mengatakan program Sertifikasi Massal Swadaya (SMS) di Kota Surabaya masih tetap berjalan. Seperti pada Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) kemarin, Pemkot Surabaya menyerahkan secara simbolis 102 sertifikat tanah untuk warga.
“Untuk jumlah pastinya sampai sekarang berapa bidang tanah yang bersertifikat, kami belum tahu karena BPN Surabaya I dan II belum melaporkan ke kami. Namun, waktu Pak Presiden Jokowi di Malang kemarin juga menyerahkan sekitar 600-an sertifikat untuk warga Surabaya,” katanya.
Terpisah, Mantan Kepala Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Surabaya II Ardi Rahendro yang kini menjadi Kasi Bidang Pengadaan Tanah di Kanwil BPN Provinsi Jatim enggan berkomentar banyak terkait program SMS. “Saya gak bisa comment, saya sudah tidak di situ lagi. Tapi tentunya tidaklah. Karena di SMS semua tahu tidak akan terjadi pungli,” kata Ardi yang mengaku dimutasi ke Kanwil pada Selasa kemarin.  [geh]

Tags: