Kapal Pesiar La Laperouse Kunjungi Kota Probolinggo, Wisman Keliling Naik Becak

Puluhan Wisman Perancis kunjungi destinasi dengan naik becak.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kota Probolinggo, Bhirawa.
Usai vakum karena pandemi Covid-19, wisata kapal pesiar kembali datang ke Kota Probolinggo. Kapal pesiar berbendera Prancis La Laperouse membawa puluhan wisatawan mancanegara (wisman) berlabuh di Pelabuhan Tanjung Tembaga Kota Probolinggo. Wisman berkeliling menikmati destinasi wisata di Kota Mangga Anggur.

Usai melalui pemeriksaan imigrasi di pelabuhan, kunjungan pertama City Tour ini adalah Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Sumber Naga di Kelurahan Mangunharjo. Dibantu dua penerjemah bahasa Inggris dan Prancis, para turis mendapatkan penjelasan mengenai arsitektur dan sejarah tempat ibadah yang dibangun tahun 1865. Berikutnya, berpindah ke lokasi kedua, para wisman menumpang becak menuju Galeri Dekranasda di Alun-Alun.

Tim promosi dari galeri yang juga sebagai pusat oleh-oleh UMKM itu mengenalkan produk-produk unggulannya. Antara lain, batik tulis, kerajinan tas, pakaian serta makanan dan minuman khas. Terlihat, beberapa pelancong yang didominasi dari Benua Eropa itu tertarik dan membeli produk galeri.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala DKUPP Fitriawati saat mendampingi kunjungan wisata itu.

“Ada baju, ada yang kerudung tadi juga ada yang beli, sampai minta foto bareng kita tadi,” terang Fitriawati yang mengaku siap bekerja sama dengan pemandu wisata lainnya untuk mengembangkan Galeri Dekranasda.
Masih dengan menggunakan becak, setelah dari Alun-alun wisman diajak untuk mengunjungi Gereja Merah di Jalan Suroyo. Pengelola gereja menyambut kedatangan mereka di bangunan bersejarah peninggalan kolonial Belanda itu. Salah satunya turis dari Perancis Anne-Marie, mengaku senang bisa datang dan melihat langsung Gereja Merah di Kota Probolinggo.

“Saya belum pernah, sudah pernah lihat di internet, tapi disini belum, jadi hari ini bagus, bisa lihat sendiri, bagus sekali, terima kasih,” terang wisman yang bisa berbahasa Indonesia itu, Rabu (21/9) malam.

Lokasi selanjutnya adalah Museum Probolinggo di Jalan Suroyo. Sambil beristirahat menikmati jajanan tradisional, mereka juga disuguhi penampilan Tari Lengger Probolinggo yang dipentaskan di halaman museum. Bahkan diantaranya, ada yang ikut menari mengikuti gerakan penari. Disini, para wisman diajak untuk turut serta memeriahkan kampanye persahabatan We Love Cities.

Plt Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Dispopar) Fajar Poernomo optimis dengan kehadiran wisman kapal pesiar ini bisa mendukung pemulihan pariwisata di Kota Probolinggo.

“Dari inilah start kita untuk kemudian memulihkan kembali pariwisata yang ada di Kota Probolinggo khususnya memperkenalkan potensi Kota Probolinggo kepada manca negara,” terang Fajar.

Masih menurut Fajar, hingga akhir tahun ini, rencananya akan ada beberapa kapal pesiar yang berlabuh di Kota Probolinggo.

“Informasi dari agen travel yang kami hubungi kemarin itu di bulan November dan Desember itu ada lagi kapal wisata yang lebih besar yang membawa wisatawan juga yang lebih banyak akan datang di Probolinggo,” jelas Fajar.

City Tour masih berlanjut ke Pasar Baru dan Sentra UMKM Batik Manggur di Kelurahan Triwung Kidul. Disampaikan oleh pasangan suami istri wisatawan dari Kanada, Katty dan Rob mengaku terkesan dengan kunjungannya ke Kota Probolinggo.

“It’s quite beautiful, we just learn about the culture, it’s very different than others, it’s very interesting to learn (kota ini cukup indah, kita belajar tentang budaya, berbeda dengan tempat lainnya, sangat menarik untuk dipelajari, red),” terangnya.

Gereja Merah. Disebut dan dikenal sebagai gereja merah, selain didominasi cat merah, gereja ini letak geografisnya dekat pantai. Sehingga untuk mencegah terjadinya kerusakan, Gereja Merah ini dilapisi cat meni (Cat anti karat).

Rupanya, merah bagi warga jemaat gereja tidaklah sekadar warna. Ada makna filosofis di dalamnya. Yakni simbol darah Yesus Kristus yang tertumpah untuk menyelamatkan dosa-dosa manusia.
Gereja dibangun pada masa kependudukan VOC di Indonesia, tahun 1862. Gereja yang juga jadi cagar budaya di Jalan Suroyo, Kecamatan Mayangan, ini sering dikunjungi wisatawan asing. Keberadaan gereja tertua ini menjadi daya tarik pengunjung yang ingin melihat lebih dekat gereja peninggalan Kolonial Belanda ini.

Mereka rata-rata penasaran akan kemegahan bangunan yang hampir 100 persen terbuat dari besi dan baja. Bahkan gereja ini hanya ada dua di dunia, di tempat aslinya Kota Den Haag Belanda dan Kota Probolinggo.

Saat hari besar keagamaan, seperti Natal dan Paskah, gereja ini selalu dipadati pengunjung dari mancanegara. Mulai dari Belanda, Inggris hingga Australia. Mereka bernostalgia dengan kisah-kisah yang diceritakan kakek buyut tentang keberadaan bangunan ini.
Menurut Liliana, dia baru pertama kali melihat dari dekat Gereja Merah. Sebelumnya dirinya mengetahui hanya dari pemberitaan saja.

“Sangat kagum dan sangat cantik Gereja Merah ini, saya baru pertama kali mengunjungi Kota Probolinggo, untuk melihat Gereja Merah ini,” sebut Liliana.
Sementara menurut Pendeta Gereja Merah, Ripta Atalata dinamakan Gereja Merah, karena letak geografis Kota Probolinggo dekat pantai.

“Sejarah Gereja Merah pada tahun 1862 bangunan ini, sama pemerintah Hindia Belanda pesan di Germany, dari Hindia Belanda dinaikkan kapal ke Kota Probolinggo. Ini dari baja dengan sistem knock down atau sistem bongkar pasang, 15 ribu holden, gereja merah berbahan baja biar tidak kropos, dicat meni,” ungkap Pendeta Ripta.

Kini Gereja Merah itu seiring berkembangnya waktu, resmi Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel. Dan gereja ini masih digunakan jemaat Kristiani untuk melakukan kegiatan keagamaan, tambahnya.(Wap.hel)

Tags: