Kapendam V Brawijaya Tegaskan Netralitas TNI di Pemilu Harga Mati

Kolonel Inf Singgih Pambudi Arinto

Surabaya, Bhirawa
Mendekati pelaksanaan pesta demokrasi, Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) pada 17 April 2019 mendatang, Kodam V Brawijaya terus menggelorakan semangat netralitas TNI, khususnya TNI AD jajaran agar tetap menjaga netralitas TNI dalam menghadapi pesta demokrasi pada 2019 ini.
Netralitas TNI ini sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) V Brawijaya Kolonel Inf Singgih Pambudi Arinto. Pihaknya menjelaskan netralitas TNI dalam Pemilu maupun pesta demokrasi merupakan harga mati. Bahkan pihaknya juga mengimbau untuk seluruh prajurit TNI AD jajaran Kodam V Brawijaya tetap memegang teguh netralitas dalam pelaksanaan Pemilu 2019.
“Netralitas bagi prajurit TNI merupakan harga mati. Yakni dengan tidak memihak dalam segala hal, maupun ikut kegiatan yang berhubungan dengan politik praktis. Baik mulai dari tingkat desa, kabupaten, provinsi dan tingkat pusat,” kata Kolonel Inf Singgih Pambudi Arinto, Senin (21/1).
Singgih menegaskan, peranan TNI selama berlangsungnya Pemilu 2019 mendatang sangatlah penting. Yakni bersinergi dengan Polri dalam melakukan pengamanan dan mewujudkan Pemilu yang aman dan nyaman. Tentunya dengan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan politik praktis, tetapi turut dalam pengamanan pelaksanaan Pemilu 2019.
“Peran TNI dalam Pileg dan Pilpres 2019 mendatang, yakni bersinergi dan membantu pihak kepolisian dalam menjaga keamanan selama berlangsungnya Pemilu 2019. Hanya sebatas pengamanan jalannya Pemilu 2019,” tegasnya.
Masih kata Singgih, netralitas ini sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003. Yang berisikan, TNI tidak menggunakan hak pilih, dan dipilih dalam Pemilu maupun dalam Pilkada. Peraturan tersebut dipertegas di dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 yang menyatakan kalau TNI tidak berpolitik praktis.
“Dasar itulah yang menjadi landasan hukum bagi warga negara yang berprofesi sebagai prajurit TNI. Dalam hal ini mempunyai peran sebagai alat negara di bidang pertahanan,” tegasnya.
Selama berlangsungnya Pemilu, sambung Singgih, anggota TNI tidak diperbolehkan menjadi anggota penyelenggara Pemilu. Termasuk di antaranya menjadi anggota KPU, Bawaslu, hingga tim sukses dari salah satu calon. Hal itu, sambung Singgih, sudah disadari oleh semua prajurir TNI. Dan menjadi pedoman bahwa prajurit TNI sebagai alat pertahanan.
“Oleh karena itu, setiap prajurit tidak boleh terlibat di dalam penyelenggaraan Pemilu. Sebab penyelenggaraan Pemilu merupakan proses politik yang mengarah pada prinsip demokrasi dan supremasi sipil,” pungkas Kapendam V Brawijaya. [bed]

Tags: