Kapolri : Indonesia Hanya Dapat Tumpahan Masalah

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian usai menjadi Keynote Speech dalam The 3rd International Conference on Contemporary Social and Political Affair (ICoCSPA) yang digelar Fisip Universitas Airlangga (Unair) di kawasan hotel Jalan Yos Sudarso Surabaya, Kamis (7/9) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi]

Surabaya, Bhirawa
Munculnya dua fenomena demokratisasi dan globalisasi adalah dampak dari pasca perang dingin. Hal itu pula yang menyebabkan dampak positif dan negatif hubungan antar negara menjadi sangat keras dan anarki. Ditambah lagi negara tengah berhadapan dengan dunia network.
Pernyataan itu disampaikan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian  pada acara The 3rd International Conference on Contemporary Social and Political Affair (ICoCSPA) yang digelar Fisip Universitas Airlangga (Unair) di kawasan hotel Jalan Yos Sudarso Surabaya, Kamis (7/9) kemarin. Ia didapuk menjadi Keynote Speech bersama Letjen (purn) Agus Widjojo Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional RI.
“Topiknya sangat bagus mengenai pembangunan dan keamanan di negara dan masyarakat yang memiliki risiko. Saya menjelaskan bagaimana dampak pasca perang dingin. Munculnya dua fenomena demokratisasi dan globalisasi,” terangnya.
Menurut Tito, hal itu mengakibatkan  dampak positif dan negatif. Dampak positifnya seperti perlindungan HAM yang semakin kuat dan hubungan antar Negara semakin efektif dengan sistem semakin baik. “Dan dampak negatifnya itu diantaranya kompetisi antar negara menjadi sangat keras,” papar dia.
Kemudian, lanjut Tito, negara-negara besar mulai berkompetisi untuk memegang hegemoni. Sementara pemain-pemain Negara sedang dan kecil cuma punya dua pilihan yaitu berpihak atau netral.
“Kalau berpihak ke yang kalah nanti rawan. Kalau berpihak ke yang menang ya syukur. Namanya politik, dunia politik internasional itu anarki. Tidak ada pemerintahan dunia. Jadi sekarang ini salah satu dampaknya adalah kita berhadapan dengan network,” jelasnya.
Dengan dunia yang semakin mengglobal dan makin bebas, kata dia, tercipta juga yang namanya dunia cyber. Darat, laut, udara dan dunia ke empat ini adalah dunia cyber yang tidak mengenal batas negara. “Ini mengaitkan juga kejahatan-kejahatan cyber bergabung dengan masalah terorisme. Sehingga muncul sekarang ini berhadapan dengan fenomena terorisme,” urainya.
Tito menerangkan bahwa terorisme terjadi karena tekanan kompetisi barat yang mengakibatkan terjadinya konflik termasuk konflik dunia islam. Mereka berkompetisi untuk memegang hegemoni. “Hal inilah yang menyebabkan konflik termasuk konflik dunia islam. Akhirnya membuat ideologi-ideologi bebas berkembang,” terangnya.
Bahkan, Tito mengungkapkan bahwa dunia sekarang ini berhadapan dengan isu terorisme yang lebih global. “Kalau dulu tidak, dulu itu terorisme nya lokal-lokal,” tambahnya.
Terkait adanya hal tersebut, Tito meminta kepada semua untuk menghadapinya dengan cara memperkuat network antar Negara. Termasuk kerjasama antar negara dan aktor bukan negara seperti lembaga internasional. Hal itu perlu dilakukan demi Negara Indonesia, dimana saat ini hanya mendapat tumpahan masalah saja.
“Ini harus diperkuat. Kalau kita gagal membangun network antar negara, maka persoalan ini tidak akan pernah selesai. Termasuk bagaimana untuk membuat damai dunia islam. Selagi dunia islam ribut terus tidak akan pernah selesai. Dan kita dapat tumpahan-tumpahannya saja. Di Indonesia ini hanya mendapat tumpahan masalah,” pungkas Tito.
Sementara, Ketua penyelenggara IcoCSPA 2017, Novri Susan PhD yang sekaligus koordinator informasi dan Humas Fisip Unair menambahkan, kegiatan itu bertujuan antara lain menjadi forum ilmiah, dalam disiplin ilmu sosial dan ilmu politik tingkat nasional dan internasional.
“Dengan mempertemukan para akademisi dan peneliti yang konsen pada pembangunan dan keamanan sebagai jejaring internasional serta memberikan kontribusi akademis terhadap permasalahan pembangunan dan keamanan pada skala nasional dan global,” katanya. [geh]

Tags: