Kapolri (Muda) Berprestasi

KapolriPresiden Jokowi telah menunjuk Komjen Tito Karnavian, sebagai Kapolri. Polisi dengan bintang tiga ini, adalah lulusan terbaik Akademi Kepolisian tahun 1987. Selain dikenal memiliki intelektual yang baik, Jenderal Tito juga tergolong bintang tiga (Komisaris Jenderal) termuda. Namun prestasinya (dan ketangkasan dalam tugas Kepolisian), diakui oleh polisi yang lebih senior. Dan sesungguhnya, sudah lama Jenderal Tito digadang-gadang memimpin Kepolisian RI.
Tito Karnavian, kini masih berusia 51 tahun. Karena usia mudanya itu, konon, Tito tidak masuk dalam ajuan nama calon Kapolri. Setidaknya terdapat lima Jenderal Polisi bintang tiga, yang usianya lebih tua. Ada Komjen lulusan Akpol 1982, 1983, 1984, 1984, dan 1985, seluruhnya juga berprestasi. Bahkan ketika presiden minta nama lagi sebagai bahan pertimbangan, nama Tito belum dicantumkan. Boleh jadi alasannya, Tito, melompati beberapa angkatan lebih senior.
Saat ini Tito memimpin Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Institusi anti terorisme ini pula yang “membentuk” ketangkasannya. Sejak memimpin Densus 88 Polda Metro, sampai Komandan Densus 88 Anti-teror Mabes Polri. Setelah Menjadi Kapolda Papua (selama dua tahun), Tito “didekatkan” ke pusat kekuasaan, sebagai Kapolda Metro jaya. Sejak itu jalan lempang Tito sebagai calon pucuk pimpinan Polri, semakin nyata.
Terbukti. Hanya sembilan bulan menjadi Kapolda Metro Jaya, Tito, sudah promosi memipin BNPT, dengan pangkat Komisaris Jenderal. Sejak April 2016 itu, ia “berhak” masuk dalam bursa calon Kapolri. Dan ternyata, presiden memilihnya (satu nama) sebagai calon Kapolri yang diajukan pada DPR-RI. Untuk itu, Tito harus siap menghadapi uji kelayakan di DPR-RI (Komisi III).
Ujian kepatutan di DPR, niscaya tidak sama dengan ujian akademis. Seperti yang dijalaninya saat meraih gelar Master of Art (MA) di University of Exeter, Inggris tahun 1993 dan meraih gelar MA dalam bidang Police Studies. Juga beda dengan tempuhan pendidikan di PTIK, yang dijalani Tito dengan cumlaude, mendapatkan bintang Wiyata Cendekia. Uji kepatutan di DPR berkait altar politik, dan segala renik kehidupan kepribadian, sampai “uji bersih” harta dan karir.
Berdasarkan data KPK (KomisiPemberantasan Korupsi), Tito memiliki total kekayaan sebesar Rp 10,2 milyar. Kekayaan itu terakhir kali dicatatkan ke KPK semasa menjabat sebagai Asisten Perencanaan Umum dan Anggaran Kapolri (November 2014). Jumlah kekayaan yang tergolong wajar, dari gaji (dan tunjangan) yang diperoleh dari berbagai kinerja operasional, plus bonus-bonus keberhasilan.
Jika lulus (uji kepatutan di DPR) Tito akan menggantikan Jenderal Badrodin Haiti. Sampai usia pensiun kelak (58 tahun), telah terbentang tugas-tugas berat. Selain pilkada, ada pula pemilu legialstif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) tahun 2019. Maka benar presiden, untuk tugas yang berat itu diperlukan tenaga (muda) yang “fresh.” Yang selalu  sanggup berlari (dan bekerja) cepat, tangkas.
Kecepatan bekerja (ketangkasan) itulah yang menjadi “trade-mark” Jenderal Tito, sejak berpangkat perwira menengah di Polda Metro. Meski dikenal low-profile, tetapi ia tidak kalem menghadapi tugas penangkapan. Terrmasuk menangkap personel dengan high performance yang paling disegani sekalipun. Misalnya, menangkap teroris Azahari (dan kelompoknya) di Batu, Jawa Timur. Juga menangkap gembong teroris kelas dunia, Noordin M Top (tahun 2009).
Yang mesti dicermati, adalah pilihan presiden kepada personel yang “kenyang” dengan urusan radikalisme. Konon, kinerja anti-terorisme Indonesia tergolong paling sukses di dunia. Lebih canggih dibanding kepolisian negara lain.  Selebihnya, Jenderal Tito akan “berhadapan” dengan problem internal Kepolisian. Yakni, peralatan sarana tugas polisi yang masih minimalis. Serta korps kepolisian masih bergelut dengan kesejahteraan dan dukungan profesionalisme.

                                                                                                                           ———   000   ———

Rate this article!
Tags: