Karakter Siswa Bekal Membangun Keadaban Bangsa

Oleh :
Nasitul Kuttah, SPd, MM
Kepala SDN Kedungbocok Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo

“Education is not a preparation of life, but it’s life itself”. Demikianlah pendapat John Dewey ketika berusaha menjelaskan tentang ranah pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan adalah kehidupan. Oleh karena itu, benar kata WD Rendra dalam salah satu puisinya telah mempertanyakan tentang adanya “papan tulis-papan tulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan”. Mengapa? Proses pendidikan di sekolah ternyata masih lebih mengutamakan aspek kognitifnya ketimbang afektif dan psikomotoriknya.
Dalam bukunya tentang Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), Daniel Goleman mengingatkan kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan 80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Dalam hal inilah maka pendidikan karakter diperlukan untuk membangun kehidupan yang lebih beradab, bukan kehidupan yang justru dipenuhi dengan perilaku biadab. Maka terpikirlah oleh para cerdik pandai tentang apa yang dikenal dengan pendidikan karakter (character education).
Pendidikan karakter sebenarnya sudah ada sejak dulu seperti apa yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara melalui Among Metode, dimana ada tiga unsur pendidikan yang harus berjalan sinergis yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan Among Metode diharapkan anak akan tumbuh sesuai kodrat (naturelijke groei) dan keadaan budaya sendiri (cultuur histories). Sehingga ada tiga hal yang patut dan perlu untuk dikembangkan dalam rangka membangun karakter yang berpendidikan yaitu membangun budaya agar siswa selalu siap dengan perubahan yang semakin kompetitif mengingat budaya itu bersifat kontinue, konvergen dan konsentris (Ki Hajar Dewantara). Perhatikan kata-kata Ki Hajar Dewantara berikut “membangun budaya agar siswa selalu siap dengan perubahan yang semakin kompetitif” artinya diperlukan sikap yang berkomitmen dan disiplin terhadap pelaksanaan pendidikan karakter itu sendiri, dan semua ini dapat dimulai dari kita semua.
Membangun Keberadaban Bangsa
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Pendidikan karakter adalah merupakan kearifan dari keanekaragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.
Peran Guru
Guru adalah pendidik professional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik atau siswa. Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan karakter, Guru menjadi ujung tombak keberhasilan tersebut. Guru, sebagai sosok yang digugu dan ditiru, mempunyai peran penting dalam aplikasi pendidikan karakter di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi sosok figur dalam pandangan anak, guru akan menjadi patokan bagi sikap anak didik.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional diamanatkan bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang baik. Kompetensi kepribadian tersebut menggambarkan sifat pribadi dari seorang guru. Satu yang penting dimiliki oleh seorang guru dalam rangka pengembangan karakter anak didik adalah guru harus mempunyai kepribadian yang baik dan terintegrasi dan mempunyai mental yang sehat.
Profesi guru mempunyai 2 (dua) tugas penting, yaitu mengajar dan mendidik. Kedua tugas tersebut selalu mengiringi langkah sang guru baik pada saat menjalankan tugas maupun diluar tugas (mengajar). Mengajar adalah tugas membantu dan melatih anak didik dalam memahami sesuatu dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan mendidik adalah mendorong dan membimbing anak didik agar maju menuju kedewasaan secara utuh. Kedewasaan yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, seni spiritual, dan moral.
Pendidikan karakter dewasa ini menjadi solusi alternatif bagi perkembangan siswa mejadi insan ideal. Pendidikan karakter diarahkan untuk menanamkan karakter bangsa secara menyeluruh, baik pengetahuan (kognitif), nilai hidup (afektif), maupun tindakan terpuji (psikomotor). Tujuannya adalah membentuk siswa supaya mereka mampu menjadi insan kamil. Pelaksanaan pendidikan karakter diprioritaskan pada penanaman nilai-nilai transeden yang dipercayai sebagai motor penggerak sejarah (Koesoema, 2007). Tujuannya adalah meningkatkan mutu pendidikan yang menekankan kepada pembentukan karakter dan akhlak mulia para siswa secara utuh dan seimbang sesuai dengan SKL yang ditentukan.
Membangun Karakter Siswa SD
Menumbuhkembangkan karakter bangsa yang bermoral bukan sekedar persoalan penyampaia teori tentang ilmu etika dan moral sebagai mata pelajaran di sekolah, melainkan membangun kebiasaan yang berkesimbunngan dari hari ke hari. Bagi seorang anak, untuk membangun kebiasaan tersebut membutuhkan figur panutan yang dapat dijadikan teladan. Keteladanan dari orang sekitarnya menjadi dasar pembentukan konsep moral yang dimiliki anak. Pembentukan kepribadian seorang anak selama ini banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya, lingkungan sekitar, pola asuh orang tua, dan pendidikan di sekolah.
Pada saat anak memasuki sekolah dasar, kematangan fisiknya terlihat melalui pengendalian terhadap otot-otot motorik, seperti bisa memegang alat tulis, menulis dengan cara yang benar, dan koordinasi antar indera. Kematangan fisik inilah yang membuat siswa sekolah dasar dapat berkonsentrasi untuk melakukan kegiatan belajar di sekolah secara optimal. Daya adaptasianak usia SD ditandai dengan kemampuannya bergaul dengan teman-teman barunya dari berbagai latar belakang,menghormati guru, dan menaati tata tertib sekolah. Orang tua dan guru harus berperan aktif dalam: mendorong anak untuk mengendalikan emosi dan mengontrol diri melalui ucapan perilaku yang sesuai dengan yanng berlaku, serta menegur anak jika perilaku anak dianggap menyimpang dari kesepakatan yang sudah dibuat.
Dalam proses belajar selama 6 tahun, anak diharapkan memiliki kecakapan hidup untuk mengatasi segala macam persoalan dan tantangan yang dihadapinya secara mandiri. Orang tua harus mendukung terciptanya kemandirian anak. Program kegiatan pembelajarandi sekolah harus dapat membangun karakter mandiri dalam diri anak,baik dalam tugas-tugas belajar yang terkaitdengan kurikulum atau program pembiasaan sebagai pengembangan kepribadian anak di sekolah. Sekolah harus memperkenalkan manfaat teknologi informasi dan komunikasi canggih seperti telepon seluler dan laptop. Pengenalan harus dilakukan sejak dini melalui pengarahan etika menggunakan peralatan ICT agar tidak terjadi penyalahgunaan fungsi teknologi tersebut di kemudian hari.

—————- *** —————–

Tags: