Karya Lukisan Vincent Ada yang Laku Rp5 Juta

Vincent Prijadi Purwono (kiri) bersama sang ayah Rudi purwono saat memberitahukan karya yang dia buat.

Potensi Entrepreneurship Penyandang Autis
Surabaya, Bhirawa
Memiliki seorang anak dengan penyandang ‘Autis’ mungkin tidak pernah terpikir dalam benak setiap manusia. Kebanyakan orangtua menginginkan agar anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan sangat baik dan normal. Hal itulah, yang sempat terlintas dalam benak Rudi Purwono.
Menurut Rudi, anaknya Vincent diketahui mengalami autis ketika anak tersebut berusia 1. 5 tahun. Awalnya, ia tidak menerima keadaan tersebut, dan butuh waktu bagi dia untuk menerima keberadaan Vincent.
“Sebagai orangtua mengetahui keadaan anaknya seperti itu, jelas sedih ya, tidak bisa menerima awalnya, tapi mau gimana kita harus menerima itu” ungkapnya. Lebih lanjut, Ia mengungkapkan, jika tidak mau menyerah dalam kadaan yang sulit seperti itu. Dirinya terus mendidik dan melatih Vincent dalam mencari potensi dan bakatnya. Diakuinya, sebagai orangtua ia berusaha untuk mengajari Vincent dalam menghargai orang lain, bagaimana pihaknya sebagai orangtua harus bisa menerima keadannya, sekaligus mencari kesempatan untuk bisa dimaksimalkan dalam diri Vincent.
“Kami terus mendampingi dia, apa yang dia suka kami dalami, kami ikuti. Itu dilakukan agara kami bisa berkomunikasi dengan dia,” ujarnya.
Misalnya saja, imbuhnya, Vincent kecil menyukai kereta api dan senang dengan kereta api, maka dibawanya Vincent ke museum kereta, ke stasiun kereta untuk naik kereta.
“Cara-cara itu, kami lakukan untuk menemukan kesempatan agar bisa berkomunikasi dengan dia,” sahutnya.
Rudi menceritakan, ada sebuah kesempatan yang tak pernah ia duga bisa menemukan potensi dan bakat yang dimiliki Vincent. Ia menceritakan, ketika SD dulu, ada pembelajaran melukis dan Vincent mengikutinya. Hasil melukisnya, diakuinya bagus. “Ada garis melukisnya, ide kreatifnya dari sana kita bisa mengetahui itu” tambahnya. Kemudian, lanjutnya, semenjak saat itu, ia memanggil guru lukis untuk mengajarkan Vincent dalam melukis. Dari cerita guru lukis Vincentlah, dirinya mengetahui kelebihan Vincent dalam melukis. Misalnya kemampuan Vincent mengetahui perspektif atau sudut pandang sebuah objek dalam memulai sebuah gambaran. Selain itu, menurut Rudi, Vincent juga mampu membedakan warna dari satu titik ke titik yang lain dalam satu objek secara detail. Diungkapkan, Rudi Purwono, karya lukis putranya Vincent beberapa bulan yang lalu sudah ada yang terjual senilai Rp 5 Juta rupiah.
“Ada objek apel dalam plastik yang terjual senilai Rp 5 juta beberapa bulan yang lalu,” ungkapnya
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Sumartini Ahmad orang tua dengan anak penyandang Autis juga mengungkapkan hal yang sama dengan Rudi. Di mana bahwa, sebagai orangtua pihaknya harus bisa menerima kondisi anaknya, meskipun tidak bisa seutuhnya dan membutuhkan proses.
“Kalau Tuhan mau berkasih dengan kita, member jalan kepada kita, kita bisa menerima itu” ujarnya.
Dalam doanya, di ungkapkan ibu dari Aulia Muhammad ini, ia selalu berharap agar putranya tersebut memiliki sifat ‘Rahmatan Lil Alamin’ di mana ia berharao jika Aulia berharap bisa bereguna bagi orang banyak.
“Saya selalu berdoa agar dia menjadi pengaruh positif di lingkungan masyarakat, Rasamu adalah doa mu nak,” pesannya kepada Aulia Muhammad.

“Berikan Ruang dan Kesempatan untuk Berdaya”
Istilah ‘Autis’ mungkin tidak asing ditelinga masyarakat Indonesia. Identik dengan karakter individualisme dengan komunikasi yang terbatas dan selalu menjadi pandangan ‘keanehan’ bagi masyarakat luas, tidak membuat Yayasan Advokasi dan Sadar Austisme (ASA) menyerah akan kekurangan mereka. Terbukti, tepat di hari Autisme Internasional yang jatuh pada Senin (2/3), ASA Surabaya mengadakan seminar entrepreneurship yang melibatkan anak-anak dan dewasa penyandang Autism bersama dengan orangtua.
Dijelaskan, Ketua Penyelenggara ASA Surabaya, Asteria R Saroingsong bahwa kegiatan tersebut merupakan bentuk kepedulian organisasinya terhadap penyandang Autism.
“Banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa yang individu itu autis. Rasanya mereka dianggap tidak berdaya,” jelasnya. Selain itu, imbuhnya mereka (Autism, red) juga cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak bisa berusaha dan tidak bisa diberdayakan. Oleh karenanya, berkenaan dengan hari Autism International kami mengusung tema ‘Langkah awal memberdayakan remaja hingga dewasa’.
“Kami ingin membuka pemikiran masyarakat secara meluas untuk melihat bahwa mereka juga mampu dan bisa untuk diberdayakan dan berwirausaha,” ungkapnya. Dengan keterbatasan ini, jelasnya bila dari pihak orangtua melakukan intervensi yang benar, di ajarkan dan mampu didi dan mampu latih, mereka akan menji dewasa yang berdaya.
Di contohkan wanita kelahiran Surabaya 45 tahun yang lalu ini, misalnya saja, dalam seminar tersebut pihaknya juga memberikan stand khusus untuk pameran produk seperti makanan, minuman, dan karya yang berupa lukisan serta aksesoris yang merupakan hasil buah tangan penyandang Autis.
“Kita buka stan pameran untuk mereka, ini juga bentuk mereka berwirausaha dan berinteraksi dengan pembeli” tuturnya. Langkah tersebut, paparnya, diyakini untuk mematahkan opini masyarakat bahwa mereka (Autism, Red), tidak bisa melakukan wirausaha. Selain, bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dan orangtua dari penyandang Autism. Asteria sapaan akrab Asteria R Saroingsong juga memaparkan bahwa kegiatan seminar tersebut juga sebagai bentuk mengawal UU no 8 tahun 2016 tentang Disabilitas.
Ia berpendapat bahwa Autism juga mempunyai kesempatan yang sama seperti masyarakat luas. Seperti kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, kesempatan untuk lebih berdaya dan bekerja dan sebagainya. “Nah, ini yang akan disampaikan kepada masyarakat” imbuhnya.
Lebih lanjut, Ia juga menganggap bahwa kegiatan seminar ini dinilai tepat, sebagai upaya dalam membangun dan membentuk autism yang berdaya. [ina]

Tags: